2025

 

Bac. I Yesaya 35:1-6a.10

Mazmur 146: 7.8.9a.9b.-10

Bac. II Yakobus 5:7-10

Matius 11:2-1

Minggu, Pekan III Adven, Tahun A

14 Desember 2025

“Berbahagialah orang yang tidak menolak Aku”

(Matius 11:6)

**************************

Seorang anak lelaki duduk bersama kakeknya di baranda sebuah rumah pertanian. Mereka mendengar deru suara mobil yang sedang menuruni jalan becek yang jarang dilalui, dekat rumah pertanian tersebut. Ketika pengemudi mobil melihat mereka berada di baranda depan, dia berhenti untuk menanyakan arah jalan menuju kota terdekat.

Setelah mendengar petunjuk arah dari orang tua itu, si pengemudi kembali ke mobilnya. Setelah berjalan beberapa saat, dia berbalik dan dengan sikap canggung bertanya kembali kepada orang tua itu. “Kakek, katakan kepada saya, orang macam apakah yang tinggal di sekitar sini?

Kakek tua itu bertanya, “Mengapa bapak bertanya demikian?

Setelah mendekat beberapa langkah, si pengemudi berkata, “Saya baru saja meninggalkan sebuah kota. Masyarakatnya sangat sombong. Saya belum pernah berjumpa dengan manusia yang tidak bersahabat seperti mereka dalam kehidupan saya. Saya hidup di kota itu selama setahun. Saya tidak pernah merasa diri sebagai bagian dari mereka.”

Kakek tua itu menjawab, “Saya kira, seperti itu jugalah keadaan yang akan engkau alami pada masyarakat di sekitar ini.”

Si pengemudi itu mengucapkan selamat tinggal dan akhirnya berjalan lewat. Cucunya terheran-heran, namun tidak berkata apa pun kepada kakeknya.

Beberapa jam kemudian, mobil lain berhenti di depan rumah pertanian. Pada saat itu, anak laki-laki masih duduk bercerita dengan kakeknya. Pengemudinya, seorang wanita. Dengan senyum ramah di wajahnya, dia bergerak mendekati baranda dan menanyakan arah jalan menuju kota yang sama. Setelah mencatat petunjuk sang kakek tua dengan teliti, wanita itu bertanya, “Kakek, orang macam apakah yang berada di sekitar sini?

Kakek tua itu bertanya kepada wanita itu, “Mengapa kamu bertanya demikian?

Wanita itu berkata, “Tahukah Kek... saya baru datang saja dari kota kecil yang sangat indah itu. Saya sangat yakin bahwa kota itu pasti didambakan oleh semua orang. Masyarakatnya membuat saya merasa, seperti berada di rumah sendiri. Semua masyarakat sangat baik dan ramah. Saya merasa sangat senang dan sangat bahagia berada di kota itu.”

Kakek tua itu menjawab, “Baik, engkau akan menemukan dan mengalami orang-orang yang sama baiknya di sekitar ini.”

Wanita itu bergerak menuju mobilnya dan segera berlalu. Anak laki-laki berpaling kepada kakeknya. Dengan penuh kebingunan, anak itu bertanya kepada kakeknya, “Kakek, mengapa kakek memberikan jawaban yang berbeda  kepada dua orang asing itu untuk pertanyaan yang sama?

Sambil menepuk bahu cucu lelakinya itu, sang kakek menjawab, “Cucuku... ingatlah... sikap kita terhadap sesama/masyarakat sangat menentukan bagaimana sikap sesama/masyarakat terhadap kita. Semua manusia di dunia ini baik, kalau kita mendekati dan memperlakukan mereka dengan baik. Semua manusia akan menjadi jahat, kalau kita mendekati mereka dengan sikap kita yang jahat.”

**********************

Yohanes Pembaptis merasa gelisah dalam penjara. Kegelisahannya menguat, bukan karena  dia dipenjarakan tanpa alasan, melainkan karena dia mendengar bahwa karya Yesus sungguh-sungguh tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya dari seorang Mesias. Baginya, tindakan Yesus agak lamban dan kurang tegas.

Berbeda dengan Yesus, pewartaan Yohanes Pembaptis justru sangat keras dan tegas. Dia menghardik orang Farisi dan orang Saduki dengan kata-kata yang tajam, “Hai kamu keturunan ular beludak, siapakah yang mengatakan kepada kamu bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka Allah yang akan datang? Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik akan ditebang dan dibuang ke dalam api.”

Karena alasan inilah, maka Yohanes Pembaptis mengirimkan utusan untuk bertanya kepada Yesus. Patut diakui bahwa karya Yesus sungguh berbeda dengan karya Yohanes Pembaptis. Yesus menjadi Guru yang Berkeliling, sambil Berbuat Baik. Dia menyembuhkan orang buta, orang timpang berjalan, orang mati hidup kembali. Walaupun bersikap keras, namun Yesus sesungguhnya lemah lembut dan rendah hati. Dia bersahabat dengan orang berdosa dan bertamu-berjamu di rumah mereka.

Perbedaan cara pewartaan di antara keduanya inilah yang melahirkan krisis kepercayaan dalam diri Yohanes pembaptis kepada Yesus. “Apakah Engkau yang harus kami nantikan? Atau haruskah kami menantikan orang lain? Apakah benar bahwa Engkau adalah Orang yang Kedatangan-Nya Diwartakannya? Kalau benar, mengapa Engkau tenang-tenang saja? Mengapa Engkau tidak mengecam kebejadan para penguasa sebagaimana dilakukannya? Mengapa Engkau tidak mengambil tindakan tegas terhadap Herodes yang memerintah rakyak sewenang-wewnang?

Semua pertanyaan ini menggerakan Yohanes untuk mendengarkan secara langsung dari Yesus. “Diakah Orang yang mereka nantikan, ataukah mereka harus menantikan yang lain? Dalam situasi ini, sesungguhnya Yohanes Pembaptis mengalami krisis iman. Akan tetapi, krisis ini diatasi ketika dia mendapat jawaban dari Yesus: Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa saja yang kamu dengar dan kamu lihat; ada mukjizat yang dialami rakyat, sedangkan Kabar Baik diberitakan kepada orang miskin.

Melalui jawaban-Nya ini, Yesus menegaskan perbedaan antara Diri-Nya sebagai Mesias dalam mewartakan dan menegakkan Kerajaan Allah (dalam diri-Nya) dan Yohanes Pembaptis sebagai Perintis kedatangan-Nya dalam mendekati dan mewartakan pentingnya pertobatan agar layak menyambut kedatangan Sang Mesias. Yohanes Pembaptis sangat tegas dan keras dalam pewartaan kenabiannya karena dia menyatakan kemendesakan kepada manusia untuk mengambil keputusan mengingat saat Penghakiman Allah akan segera ditegakkan. Jika kita tidak tegas dalam keputusan kita untuk berpaling kepada Allah, maka murka Allah akan dijatuhkan kepadanya. Baginya, Allah adalah Api yang Membakar dan Menghanguskan.

Yesus setuju dengan isi pewartaan Yohanes Pembaptis mengenai kemendesakan manusia untuk menetapkan keputusan karena saat Penghakiman Allah yang akan segera ditegakkan. Namun Yesus memperbaharui pemahaman mengenai Allah: Allah bukanlah Api yang Membakar dan Menghanguskan, melainkan Cinta yang Merangkul, bahkan Merangkul Musuh.”

Konsep dan pemahaman Yesus mengenai Allah sebagai “Cinta yang Merangkul, hingga Merangkul Musuh” sangat mempengaruhi cara-Nya mewartakan dan bersaksi sehingga berbeda dengan cara Yohanes Pembaptis. Walaupun demikian, sikap manusia Yahudi tetap satu dan sama: Mereka menolak, baik pewartaan dan kesaksian hidup Yohanes Pembaptis maupun pewartaan dan kesaksian hidup Yesus, Sang Mesias karena mereka sudah memiliki konsep dan pemahaman tersendiri mengenai Mesias dan sosok yang mendahului kedatangan Sang Mesias, yaitu Elia. Bagi mereka, Yesus bukanlah Mesias dan Yohanes Pembaptis bukanlah Elia. Sikap manusia Yahudi sangat berbeda dengan pesan yang dititipkan Sang Kakek kepada cucunya, Cucuku... ingatlah... sikap kita terhadap sesama/masyarakat sangat menentukan bagaimana sikap sesama/masyarakat terhadap kita. Semua manusia di dunia ini baik, kalau kita mendekati dan memperlakukan mereka dengan baik. Semua manusia akan menjadi jahat, kalau kita mendekati mereka dengan sikap kita yang jahat.”

Kesatuan sikap manusia Yahudi dalam menanggapi pewartaan dan kesaksian hidup Yohanes Pembaptis, Sang Perintis kedatangan Mesias dan pewartaan-kesaksian hidup Yesus, Sang Mesias dinyatakan dalam Sabda Yesus yang ditutup dengan pernyataan, “Berbahagialah orang yang tidak menolak Aku.” Mengapa Yesus ditolak? Sebab Dia menomorsatukan orang-orang yang malang; Dia menjadi miskin dengan orang yang berdosa, miskin, sakit dengan yang sakit dan mati dengan yang mati.

Orang yang paling mudah menolak Yesus adalah orang-orang yang sudah lama memelihara dalam pikiran dan hati mereka, gambaran yang serba salah mengenai Allah dan utusan-Nya. Orang-orang demikian menjadi sangat picik dan sempit pemikiranya karena terkunci pada isi otak sendiri, seperti orang Yahdui. Sesungguhnya, Allah tidak memiliki apa-apa sebab semuanya sudah diberikan kepada manusia dan semua ciptaan-Nya. Allah juga tidak memaksa siapa pun  untuk menerima-Nya. Jika manusia tidak memahami hal ini, manusia tersebut sesungguhnya tidak beriman.

Jadi kata-kata Yesus ini sungguh-sungguh serius. Adalah tidak cukup jika kita hanya mengenal Dia. Kita harus terbuka menerima Dia apa adanya. Dan ini soal pilihan: menerima atau menolak Yesus yang sesungguhnya.

Tidak jarang, pilihan sikap kita, menolak atau menerima Yesus dan mengimani-Nya sebagai Mesias yang Dinantikan kerap mendapat tanggapan yang berbeda serta mendatangkan krisis iman dalam diri kita. Kita meragukan ke-Mesias-an-Nya, cinta dan kebaikan-Nya tatkala kita mengalami sesuatu yang pahit dalam kehidupan kita. Krisis iman adalah sesuatu yang netral. Krisis iman bisa membuahkan hal yang baik dan juga hal yang buruk. Ini sangat tergantung pada pemahaman iman dalam diri kita.

Yohanes Pembaptis mengakhiri krisis imannya setelah dia mencari jawaban atas persoalan yang menggelisahkannya dengan penuh kesabaran. Kita harus mengikuti cara Yohanes Pembaptis: tidak berputus asa ketika mengalami krisis dalam kehidupan, terutama krisis iman.

 

Selamat Bermenung...

Salam Kasih....

Buona Giornata...

Dio Ti Benedica....

Alfonsus Very Ara, Pr

 

 

 

 

 





Taroma Li Lowalangi Luo Migu Wa’arazo Zo’aya Ya’ita Yesu Keriso

Fombaso Si-1          : 2Samueli 5:1-3

Fombaso Si-2          : Kolose 1:12-20

Injil                          : Luka 23:35-43

 

Turia Somuso Dödö khö Yesu Keriso nisura Luka.-

 

Me luo da'ö, me no aefa teforöfa Yesu, la'o'aya ia ira salaŵa, lamane: "Niha bö'ö no I'orifi; ya mu'orifi göi Ia samösa, na Keriso andrö Ia, nituyu Lowalangi andrö." Ba la'o'aya Ia göi ira saradadu, la'ondrasi Ia wame'e agu saisö, lamane: "Na razo niha Yahudi Ndra'ugö, orifi Ndra'ugö!" Yaŵa ba röfa Yesu lasura wehede: "Razo niha Yahudi da'e."

Samösa ba gotalua ndra samara'u niforöfa andrö, itandraŵaisi, imane: "Razo Sangorifi nifabu'u Lowalangi Ndra'ugö? Na simane, orifi Ndra'ugö ba ya'aga göi!"

Itegu ia samara'u si samösa, imane: "Hadia lö ata'u ndra'ugö khö Lowalangi, he no faoma hukuda? Ba satulö sa khöda, sanema sulö nifazökhida sa'ae ita. Ba Niha andre lö sala." Awena imane khö Yesu: "He Yesu, törö tödöU ndra'odo, na möi'Ö ba gamatöröŵaU andrö!" Imane khöNia Yesu: "Amen, Uŵa'ö khöu: Ma'ökhö andre awöGu ndra'ugö ba waradaiso".-

 

Simanö duria somuso dödö khö Zo'aya ya'ita, Yesu Keriso.-

YESU: RAZO SAMELEGÖ NOSO

BA WANGÖHÖLI BA BA WANGEFA’Ö HORÖ NIHA

Me föna ba nono niha, so sambua gamaedola sasese labe’e degudegu ira satua, yaia da’ö: “Haniha nawö si tola mufarisayo, ya’ia nawö sifahuwu me iraono”. Degudegu amaedola andre, sindruhu I’okhögö geluaha sabakha sibai. Fa’abakha geluaha degudegu amaedola andre tefobörö ia ba mbosi wa’a’iraono. Ba zi samösa iraono, tola tasöndra khöra dödö satulö ba si lö fawini. Baero da’ö lö khöra nahönahö dödö sombali’ö tekiko wahuwusara. Hewa’ae asese fa’udu ndraono ba wamadöni öra ma gamagama omasiöra, ba zi lö ara dania no ifulu zui fahuwu ira. Buabua wa’a’iraono andre ba gafuriata tobali ia degudegu ba niha sato sangoroma’ö bua wa’omasi andrö tenga börö wa so hadia ia gohitö dödö, ba hiza fa’omasi andrö alua ia ba wa’ahele dödö ba wahuwusa.

Fa’amate Yesu andrö ba döla röfa, tenga siföföna börö me labunu Ia, ba hiza i, no börö wa’ahele dödö ba fanou’öNia fa’auri wa’anihaNia khö Nama, me Ya’ia zafönu kuaso ba wa’auri andrö. Razo Dawido andrö nifili Ndraono Gizara’eli tobali razo, no famaedo Yesu Keriso si so kuaso ba gulidanö ma’afefu. Kuaso si so ba dangaNia andrö, lö I’oguna’ö ba wamadaö, ba hiza lö mamalö tobali foluluNia fa’auriNia ba gamatöröwa Nama. Andrö dania wa Itehe te’o’aya Ia, teforöfa mbotoNia irege mate ba döla röfa.

FoluluNia Ya’ia irege mate ba döla röfa, no möi börö wangöhölida ya’ita niha samati khöNia. Ba zimanö tobali ia khöda famaedo ba wanema’ö fanandraigö ba fa’afökhö andrö; me fefu da’ö tobali ndrela ia khöda ba wanöndrada fa’auri si lö aetu. Andrö te’andrö khöda ena’ö lö mo’aetufa göi ta’erönusi lala wa’aurida, aboto ba dödöda nifaluada, ba lö aetu monoro tödö ita ba wamalua si sökhi ba mbotoda samösa, ba nawöda niha ba ba zifasui ya’ita. Da’e gohitö dödö Waulo andrö nifa’emania ba mbanua Golose; no tobali sia’a khöda Keriso andrö wame’e dumaduma, ba zimanö mo’ömö dödöda ba wangolohia’ö wolauNia.

Na ta’ila ta’olohia’ö wolau simanö, no enahöi wamaedo khöda niha niforöfa andrö si so ba gambölö Yesu; saboto ba dödö horö ba nifaluania. Hiza börö me anehe ia wamakao Yesu andrö, faduhu dödönia khö Yesu, ba i’andrö wa’ahakhö dödö khö Yesu. Saluania, isöndra wa’ahakhö dödö Yesu, irege tobali ia awöNia ba waradaiso andrö.

Ba gafuriata, aboto ba dödöda wa fa’arazo Keriso andrö tenga ena’ö ba wangalui fangebua’ö töiNia, ba hiza no folulunia fa’auriNia ba danga Nama, ba wangöhöli ya’ita niha gulidanö. Simane buabua ndraono andrö, lö khöra fawinisa tödö, ba hiza ha fa’ahele dödö ba wariawösa. Bua wa’ahele dödö si no i’oroma’ö Yesu andrö, no sinangea ta’olohia’ö ia ba lala wa’aurida irege ba gafuriata sowulo göi ita ba gamatöröwa wa’arazoNia andrö irugi zi lö aetu. Amen.

 


Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam

23 November 2025

Benar, Saya Ini Raja

2 Samuel 5:1-3

Mazmur 122:1.2.4.5.

Kolose 1:12-20

Lukas 23:35-43

**************************

 

Tersebutlah sebuah kisah dari Irlandia mengenai Seorang Raja Katolik yang hanya memiliki seorang anak Putri. Dia tidak memiliki anak Putra yang menjadi penerus Takhta Kerajaannya. Setelah mempertimbangkan secara bijak dan matang, dia memutuskan untuk mewariskan mahkota kerajaannya kepada orang yang akan menikahi putrinya dengan syarat utama: orang itu sungguh-sungguh mencintai Allah dan sesama.

Untuk itu, Sang Raja mengadakan sebuah sayembara. Banyak putra mahkota yang berdatangan untuk melamar Putrinya. Sayangnya, tiada seorang pun yang memenuhi persyaratan sebagaimana dituntut Sang Raja.

Adalah seorang pemuda yang merasa terpanggil untuk menghadap Sang Raja dan melamar Putrinya. Sayangnya, dia adalah orang miskin. Walaupun demikian, dia tidak berputus asa. Dia bekerja keras supaya bisa memiliki pakaian yang layak demi kepantasannya menghadap Sang Raja.

Dalam perjalanannya menuju istana kerajaan. Dia berjumpa dengan orang miskin yang nyaris mati karena kedinginan. Karena cinta dan belas kasihannya terhadap orang miskin yang kedinginan itu, dia menyerahkan pakaiannya yang indah kepada orang miskin. Dia mengenakan pada dirinya pakaian orang miskin itu dan bergerak menuju istana kerajaan.

Ketika dibawa menghadap Sang Raja, dia sangat terkejut melihat Sang Raja mengenakan pakaian yang diberikannya kepada orang miskin di pinggir jalan. Sambil menatapnya, Sang Raja berkata, “Aku pernah menyamar sebagai seorang pengemis. Banyak putra mahkota yang berjumpa denganku, namun mereka tidak mengenalku. Anakku, engkau sungguh tidak mengenal aku, namun karena cinta dan belas kasihmu kepada Allah dan sesamamu, engkau memberikan kepadaku pakaian ini. Karena itu, marilah... warisilah kerajaan ini sebagaimana sudah aku tetapkan dalam janjiku.”

****************

 

Kita tidak akan pernah gagal, jika kita memperlakukan sesama dengan penuh cinta, belas kasih, kemurahan hati dan hormat, sebagaimana yang diperlakukan pemuda miskin kepada orang miskin yang menggigil kedinginan. Kebaikan kecil yang dilakukannya tercacat di hati orang miskin yang menerima dan mengenal pakaian indah miliknya. Kebaikan kecil yang dilakukannya menempatkan dirinya yang miskin menjadi Raja, di hati Sang Raja. Akhirnya, hidupnya diubah dari seorang pemuda miskin menjadi Seorang Raja yang Bertakhta karena kebesaran cinta dan belas kasihnya kepada Allah dan sesama.

********************

Kendati tampil dalam rupa yang paling hina; hampir tanpa pakaian; dengan wajah penuh babak-belur dan penuh air ludah manusia yang mengejek-Nya, sebagai seorang Raja, Yesus tidak pernah merasa gagal. Justru dalam rupa yang paling hina, di hadapan Pilatus, wakil Kaisar Roma, manusia yang paling berkuasa saat itu, Yesus berkata tanpa ragu, “Benar, Saya Raja!

 

o   Namun, Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini.

o   Kerajaan Yesus tidak ada wilayah teritorial.

o   Kerajaan Yesus tidak ada hubungannya dengan kekuasaan politik

o   Karena itu, Yesus tidak membutuhkan segala sesuatu yang berbauh duniawi, seperti mahkota, mantel dan tongkat.

 

Kerajaan Yesus adalah Kerajaan Cinta. Wilayah Kerajaan dan takhta-Nya adalah Hati Semua Manusia, Ciptaan Allah. Dialah Raja Cinta, Raja Hati karena dalam diri-Nya digenapi dan dipenuhi segala keinginan manusia akan nilai cinta, kebaikan, kebenaran, keadilan dan kedamaian.

Berbeda dengan sosok raja biasa yang dikenal di bumi ini, Yesus adalah Sosok Raja yang Istimewa. Kebanyakan raja dan penguasa bumi ini mirip dengan bintang buas sebagaimana dinyatakan dalam penglihatan Daniel. Mereka mencari kebesaran dan keagungan dengan mengorbankan banyak orang. Rakyat biasa harus bekerja dan berjerih payah supaya mereka hidup mewah. Dalam situasi gawat, banyak rakyat harus mengorbankan hidupnya untuk membela dan menjaga keamanan diri mereka.

Dalam semuanya itu, Yesus memang lain. Dia berdiri di hadapan Pilatus sebagai tawanan yang tidak berdaya. Dia tidak memiliki tentara terlatih untuk membela diri-Nya. Dia selalu berjalan keliling untuk berbuat baik kepada orang yang susah dan tidak ada orang yang harus bekerja keras agar bisa membayar pajak kepada-Nya. Dan akhirnya, Dia memberikan darah-Nya; memberikan hidup-Nya bagi para bawahan-Nya; Dia tidak menuntut agar para bawahan-Nya mengorbankan hidup mereka demi keamanan diri-Nya sebagai Raja.

Kebesaran Yesus tidak terletak pada kekuasaan dan kekuatan politik; kemampuan untuk mencaplok hak rakyat kecil, melainkan pada pengabdian dan pelayanan-Nya yang tanpa pamrih. Kewibawaan Yesus terletak pada kerelaan-Nya untuk merendahkan ini; menghampahkan dan menghambakan diri demi pelayanan kasih kepada sesama. Justru dalam rupa yang paling hina; dalam pergaulan dan pergumulan-Nya dengan masyarakat kecil, kewibaan Yesus ditegakkan. Sebaliknya, pemimpin dunia merasa tidak berwibawa dan kehilangan wibawa, harga dirinya jika rela menjadi hamba dan pelayan.

Hari ini, Yesus dilantik menjadi Raja. Namun, peristiwa pelantikan tidak terjadi di istana dengan segala kebesaran duniawi, melainkan di atas Salib, tanpa kebesaran lahiriah. Tulisan di atas salib, “Yesus Orang Nazaret, Raja Orang Yahudi” menggantikan kata-kata pelantikan sebagai seorang Raja dan kedua saksi yang disalibkan di bagian kiri dan kanan Yesus menggantikan para saksi yang biasanya dituntut dalam pelantikan seorang raja.

Penampilan dan pelantikan Yesus sebagai seorang Raja tampak aneh dan ironis. Namun, jalan pikiran Allah selalu berbeda dengan jalan pikiran manusia. Yang hina di mata manusia, ternyata mulia di mata Allah. Dalam keadaan yang paling hina dan ditolak, Yesus dilantik menjadi Raja. Dan kuasa rajawi-Nya ditunjukkan dalam kebesaran cinta sebesar dan sedalam cinta-Nya yang penuh pengampunan kepada setiap musuh yang berdiri di kaki salib dan menghojat-Nya.

Yesus adalah Raja Agung. Wilayah kekuasaan-Nya bukanlah hamparan tanah, melainkan“Hati Semua Manusia.”

 

o   Diri kita adalah kerajaan-Nya…

o   Hati kita adalah takhta-Nya…

o   Jiwa kita adalah ratu-Nya…

o   Sang Raja adalah Yesus, Putera Allah.

o   Jadi yang menguasai dan merajai hati kita bukanlah penguasa dunia, melainkan Yesus Kristus.

 

Sebagai pengikut Yesus, kita harus meneladani-Nya, karena Dialah Panutan, Cita-cita, Tujuan, Kepenuhan dan Kebenaran kita. Jika kita pengikut-Nya, maka kita dituntut untuk menjadi manusia pengabdi, pelayan bagi sesama, terutama pelayan bagi orang-orang terbuang dan tersisihkan. Yakinlah, seperti seorang pemuda miskin yang diangkat menjadi Raja karena kebesaran cinta dan belas kasihnya kepada orang miskin yang kedinginan, kita pun tidak akan pernah gagal, jika kita memperlakukan sesama kita dengan cinta, belas kasih, kemurahan dan hormat, sebagaimana yang diperlakukan sang pemuda miskin kepada orang miskin yang kedinginan, yaitu Sang Rajanya sendiri yang menyamar diri sebagai seorang pengemis....

 

Salam Kasih..

Selamat Bermenung..

Buona Domenica...

Dio Ti Benedica...

 

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget