2020

18:00
Saudara kita, Mgr. Dr. Anicetus B. Sinaga OFMCap, lahir pada tanggal 25 September 1941 di Naga Dolok, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, dari pasangan penganut agama Parmalim, Malim Sinaga dan Pandang Harianja, sebagai anak keempat dari sembilan bersaudara. Sejak kecil dia diberi nama Bongsu Sinaga. Pendidikan Sekolah Dasar ia lalui di dua sekolah karena perpindahan tempat tinggal orangtuanya; pertama di SD Negeri Siatasan, Simalungun, Sumatra Utara pada tahun 1949-1952 (kelas I-III), dan kedua di SDN Bahtongguran, Simalungun, Sumatra Utara, pada tahun 1952-1955 (kelas IV-VI). Pendidikan SMP ia lalui di SMP RK Jl. Sibolga 21 Pematangsiantar (1955-1959). Di saat SMP, beliau memilih dan memutuskan menjadi pengikut Yesus Kristus dalam Gereja Katolik. Pendidikan SMA ia lalui di SMA Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematangsiantar (1959-1963). Sesudah itu ia memilih menjadi Kapusin, dan memulai novisiat di Novisiat St. Fidelis - Parapat pada tanggal 01 Agustus 1963. Dia mengikrarkan kaul pertama kalinya pada tanggal 02 Agustus 1964. Beliau menjalani Pendidikan Filsafat di Seminari Agung Parapat tahun 1964-1967. Kemudian menjalani Pendidikan Teologi di Seminari Tinggi Jl. Medan, Pematangsiantar (1967-1970). Ia menerima tahbisan imam pada 13 Desember 1969 di Pematangsiantar. Ia menempuh studi lisensiat (S2) Teologi Moral di Roma (Alfonsiana), pada 1970-1972 dilanjutkan dengan menempuh studi doktorat di bidang Teologi Dogmatik di Leuven Belgia pada 1972-1975, dengan tesis doktoratnya: The High God of the Toba Batak: Transcendence an Immanence. Setelah itu beliau menjadi dosen teologi di Seminari Tinggi Jl. Medan Pematangsiantar. Pada tanggal 28 Oktober 1978 ia diangkat sebagai Prefek Apostolik Sibolga. Tugas ini diemban hingga pada tanggal 24 Oktober 1980, saat ia kemudian diangkat menjadi Uskup Keuskupan Sibolga. Ia menerima tahbisan Episkopat langsung dari tangan Paus Yohanes Paulus II di Roma pada 6 Januari 1981. Ia menjadi gembala penuh Keuskupan Sibolga sampai pada tanggal 03 Januari 2004, saat ia diangkat sebagai Uskup Koajutor Keuskupan Agung Medan (KAM). Pelantikan sebagai Uskup Koajutor sendiri diadakan pada tanggal 12 Februari 2004. Selanjutnya ia diangkat sebagai Uskup Metropolit KAM pada 12 Februari 2009 dan dilantik pada 22 Februari 2009. Sesudah melayani sebagai uskup di Keuskupan agung Medan hampir 15 tahun, beliau memasuki masa pensiun (emeritus) pada Desember 2018. Sebelum mengakhiri tugas sebagai Uskup Metropolit KAM, Mgr. Anicetus kembali mendapat tugas baru dari Vatikan pada 23 September 2018, yakni sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Sibolga, berhubung Uskup Sibolga, Mgr. Ludovikus Simanullang meninggal dunia pada 20 September 2018. Karena itu, setelah pensiun dari KAM, Mgr. Anicetus segera kembali menjalankan tugas kegembalaan di Keuskupan Sibolga hingga maut menjemput beliau pada tanggal 7 Oktober 2020. Selama menjabat sebagai Uskup, Mgr. Anicetus juga mendapat kepercayaan sebagai tugas tambahan. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Liturgi KWI (1979-1988), sebagai utusan KWI ke Sinode Uskup di Roma pada 29 September – 29 Oktober 1983, Ketua Komisi HAK (Hubungan Antar-agama dan Kepercayaan) KWI pada 1988-1997, sebagai wakil Ketua Komisi HAK FABC pada 1989-1995, sebagai Ketua Komisi Teologi KWI pada 1997-2003, sebagai utusan ke Sinode Uskup Asia di Roma pada Oktober 1998, sebagai Delegatus/Ketua LBI KWI (2003-2009) dan sebagai anggota Komisi Teologi KWI (Ketua Seksi Ajaran Iman) pada November 2009-2018. Sedikit mengenai riwayat sakit Mgr. Anicetus sebelum mengakhiri peziarahannya di dunia ini. Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga sebenarnya sangat jarang sakit. Dulu, memang beliau pernah mengidap bronkitis, tetapi sudah lama sembuh. Pada tanggal 13 Oktober 2020, Mgr. Anicetus merasa kurang sehat dan membutuhkan obat. Maka, beliau dibawa berobat ke Klinik St. Melania Sarudik, dan selanjutnya istirahat di rumah. Karena semakin lemah, tanggal 15 Oktober, ia menjalani opname di klinik yang sama. Menurut hasil pemeriksaan, Mgr. Anicetus mengalami gejala demam tipus. Demi perawatan kesehatan yang lebih baik, pada tanggal 16 Oktober Mgr. Anicetus dirujuk ke RS St. Elisabet Medan. Menurut hasil pemeriksaan, Mgr. Anicetus mengalami infeksi paru-paru yang serius, selain demam yang dikeluhkannya Selain itu, beliau juga sempat terpapar covid-19, namun dapat ditangani dengan baik sehingga pada 31 Oktober; berdasarkan pengujian laboratorium, ia dinyatakan bebas dari covid-19 (negatif). Setelah itu penanganan medis dikonsentrasikan pada paru-paru. Segala upaya medis telah dimaksimalkan, namun Tuhan mempunyai rencana lain atas hidupnya. Pada 7 November 2020, pukul 18.00 WIB, Mgr. Anicetus B. Sinaga menyelesaikan seluruh peziarahannya di dunia ini. Ia menghadap Allah dengan tenang. Sehari sebelum dia meninggal dunia, atas permintaan sendiri, dia menerima sakramen Pengurapan Orang Sakit dari tangan Uskup Keuskupan Agung Medan, Mgr Kornelius Sipayung OFMCap. Mgr. Anicetus dikenal sebagai pribadi yang sangat saleh, beriman, berpengharapan, penuh sukacita, optimis, cerdas, berpendidikan, berpikir positif dan penuh kasih kepada semua orang. Dia dikenang banyak orang karena kesederhanaannya dan kemurahan hatinya. Dia adalah gembala baik, yang berkorban untuk kawanan dombanya dan berhati mulia. Selamat jalan saudara kami, Yang Mulia Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga OFMCap, dan berbahagialah bersama para kudus di surga. Doa kami mengiringi perjalananmu menuju Rumah Bapa. Doakan kami, para sauaramu, umat Keuskupan Sibolga, dan semua orang yang membutuhkan doa-doamu. RIP!

12:20
Sdr. Barnabas Winkler lahir di St. Andrä - Bozen, Italia, pada tanggal 19 Juni 1939, sebagai anak kedua dari pasangan Johann Winkler dan Philomena Hirber. Saat dibaptis ia diberi nama Johan Winkler. Dia menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar St. Andrä (1946 – 1953) dan Sekolah Menengah di Seminari Kapusin Salern/Vahrn (1953 – 1959). Setamat Seminari Menengah, ia memilih menjadi anggota Ordo Fransiskan Kapusin (OFMCap), dan memulai masa novisiat di Klausen pada tanggal 28 Agustus 1959 dengan nama Barnabas Winkler. Sdr. Barnabas mengikrarkan kaul perdana tanggal 29 Agustus 1960 dan Kaul kekal tanggal 29 Agustus 1963. Ia menyelesaikan Lyceum di Brunneck (1960-1962), Filsafat di Sterzing (1962-1964) dan Teologi di Brixen (1964-1968). Kemudian ditahbiskan sebagai diakon pada bulan April 1968, dan tahbisan imam pada tanggal 29 Juni 1968. Selesai tahbisan, Sdr. Barnabas Winkler mempersiapkan diri menjadi missionaris ke Indonesia. Dia tiba di Indonesia pada tanggal 01 Desember 1970, dan langsung belajar Bahasa Indonesia di Padangsidempuan sampai Juni 1971. Kemudian dia diangkat menjadi Pastor pembantu di Distrik Gunungistoli dan Nias Barat (1971-1973), dan menjadi pendamping calon bruder di Bruderan Gunungsitoli pada tahun 1973-1978 . Pada tahun 1978 Sdr. Barnabas menjalani kursus di Girisonta (RESPITA). Sdr. Barnabas melayani sebagai Superior Kapusin Regio Sibolga pada tahun 1978-1987 (3 periode) dan kemudian tahun 1990-1994 (satu periode). Beliau juga pernah menjabat sebagai Propinsial Kapusin Indonesia selama 2 periode (1985-1991). Kemudian sebagai Minister Propinsial pertama Propinsi Kapusin Sibolga, tahun 1994-1997. Pada tahun 1998-2003, Sdr. Barnabas menjadi formator dan gardian bagi para saudara-saudara muda kapusin yang menjalani masa post-nopisiat di Biara St. Fransiskus – Gunungsitoli. Ia juga diberi tugas sebagai Ekonom Keuskupan Sibolga (2001-2004; 2007-2010), dan kemudian menjadi Konselor sekaligus Wakil Minister Propinsial Propinsi Kapusin Sibolga pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2004-2007, beliau diangkat sebagai Administrator Diosesan Keuskupan Sibolga. Terpilih kembali sebagai Konselor Propinsi Kapusin Sibolga tahun 2009-2012. Selanjutnya kembali sebagai formator di Biara St. Fransiskus – Gunungsitoli pada tahun 2012-2016. Mulai akhir tahun 2016 Sdr. Barnabas Winkler tinggal di Biara Yohaneum hingga menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 06 Nopember 2020. Tak cukup kata untuk melukiskan rahmat Tuhan dalam diri Sdr. Barnabas, yang nyata dalam aneka talentanya. Sebagaimana judul buku kenangan 50 tahun tahbisan imamatnya pada tanggal 29 Juni 2018, Sdr. Barnabas adalah seorang ahli pembangunan fisik dan spiritual. Dia adalah seorang saudara yang rendah hati, sabar, murah membantu dan meiliki karisma sebagai pemimpin. Dia memiliki peranan yang sangat penting dan banyak dalam perkembangan Keuskupan Sibolga dan Ordo Kapusin Propinsi Sibolga, yang kemudian menjadi Kustodi General Sibolga dan Kustodi General Kepulauan Nias. Ia juga sangat berperanan dalam penanaman Kongregasi OSF Reute – Jerman di Keuskupan Sibolga, dan menghadirkan serta merawat para suster OSCCap dari Biara St. Klara di Senden, hingga tumbuh di Biara St. Klara Gunungsitoli, Sikeben, Sekincau, Kefamenanu dan Aek Raso. Semenjak tinggal di Biara Yohaneum mulai dari akhir 2016, sebenarnya Sdr. Barnabas sedang menjalani masa tuanya. Dia tidak lagi memegang tanggung jawab khusus, karena sudah tua dan memerlukan perawatan khusus, karena aneka peristiwa di masa lampau. Misalnya, tatkala gempa melanda Gunungsitoli – Nias pada bulan Maret 2005, Sdr. Barrnabas tertimpa reruntuhan gedung. Syukurlah bahwa ia ditemukan hidup. Namun, ia harus menjalani opname dalam waktu lama. Ia juga pernah menjalani aneka operasi di Jerman. Karena memiliki gangguan jantung, pada tahun 2011, Sdr. Barnabas berobat ke Jerman. Di sana dipasang baginya baterai sebagai alat pemacu jantung. Baterai itu sempat di-charge di Penang dan di Jakarta pada tahun 2015 dan 2016. Secara khusus selama setahun terakhir, kesehatan Sdr. Barnabas kerap menurun. Karena itu, ia rutin berobat ke dokter keluarga, dr. Toni Giovanno Sinaga, atau ke Klinik Yakin Sehat di Sibuluan. Ia rutin mengonsumsi obat demi menjaga kesehatannya, khususnya jantung dan tekanan darah. Karena sakit demam, batuk, dan denyut jantung yang sangat lemah, sesudah dirawat beberapa hari di Biara Yohaneum, Sdr. Barnabas Winkler dibawa berobat ke Klinik Yakin Sehat pada tanggal 16 Oktober 2020. Sebelumnya, pada pagi hari, Sdr. Barnabas telah menerima Sakramen Pengurapan orang Sakit dari tangan Sdr. Yoseph Sinaga. Selama di Klinik Yakin Sehat kondisi Sdr. Barnabas mengalami naik turun. Dan, karena keterbatasan tenaga medis dan sarana peralatan kesehatan, Sdr. Barnabas dibawa ke Rumah Sakit St. Elisabeth Medan pada tanggal 23 Oktober 2020. Setelah mempelajari hasil rekam medik dari Yakin Sehat, di RS St. Elisabeth, ia diperlakukan sebagai pasien suspect covid-19, dengan menempatkannya di ruang isolasi. Dan menurut hasil swab test, Sdr. Barnabas positif terpapar Covid-19. Berbagai upaya dilakukan oleh tim medis RS St. Elisabet agar Sdr. Barnabas lekas pulih dari penyakit yang dideritanya dan bebas dari Covid-19. Namun, karena usia sudah tua dan penyakit jantung yang menyertainya, ditambah pula terpapar Covid-19, kondisi fisik Sdr. Barnabas semakin lemah. Akhirnya, Saudari Maut menjemput Sdr. Barnabas Winkler, pada tanggal 06 Nopember 2020, sekitar pukul 12.20. Sebelumnya, ia sempat juga menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Sdr. Kristof Jansen. Sdr. Barnabas sudah cukup lama mempersiapkan diri menyongsong Saudari Maut. Setiap kali ada saudara yang berpulang, beliau akan berkata, “Seharusnya peti itu bagian saya”. Kini, giliran beliau menghadap Sang Pencipta benar tiba. Namun, secara jujur sangat menyedihkan, sebab dia berangkat dalam kesunyian. Selamat jalan Pater Barnabas. RIP. Sampai bertemu di Yerusalem Surgawi.

12:05
Sdr. Theofil Odenthal, lahir di kota Lippstaadt - Jerman, tanggal 05 Mei 1934, dari pasangan Ewald Odenthal dan Elisabeth Odenthal. Saat dibaptis ia diberi nama Walter Odenthal. Karena suasana perang dunia kedua, Ia menjalani pendidikan Sekolah Dasar dalam waktu delapan tahun, yakni tahun 1940 – 1948. Kemudian, Ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menegah Pertama, dengan langsung mengambil jurusan listrik, yakni di Sekolah Teknik Listrik dari tahun 1948 -1953. Berkat studi ini, Sdr. Walter Odenthal kelak menjadi seorang saudara yang sangat mahir dalam dunia kelistrikan. Kemudian ia melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas tahun 1953-1956. Setamat SMA, ia sempat bekerja sebagai seorang ahli listrik, sesuai dengan pendidikan yang dikecapnya. Atas rahmat panggilan Tuhan, Walter Odenthal kemudian memilih menjadi seorang Fransikan Kapusin (OFMCap). Ia memasuki novisiat di Stühlingen – Jerman, tanggal 24 April 1958, dengan mengambil nama biara Theofil. Semenjak itu, dia lebih dikenal dengan nama Sdr. Theofil Odenthal. Sdr. Theofil mengikrarkan kaul perdana pada Pesta St. Fidelis Sigmaringen, seorang martir kapusin asal Jerman, pada tanggal 24 April 1959. Karena ia memilih menjadi calon imam, ia diutus menjalani studi Filsafat pada tahun 1959-1961, dan dilanjutkan dengan studi teologi dari tahun 1961-1965. Sementara menjalani studi, Sdr. Theofil mengikrarkan kaul kekal dalam Propinsi Kapusin Rhein Westfalica – Jerman pada tanggal 24 April 1962. Kemudian ia ditahbiskan menjadi diakon pada tanggal 19 Maret 1964, dan dilanjutkan dengan tahbisan imam pada tanggal 19 Mei 1964. Seudah ditahbiskan menjadi imam, Sdr. Theofil masih meneruskan studi teologi, dan kemudian sempat menjalankan pelayanan imamat di Jerman. Sebagai persiapan keberangkatan ke tanah misi, Sibolga – Indonesia, Sdr. Theofil menjalani Kursus Kesehatan dari bulan Januari – Maret 1966 di Jerman. Dengan menggunakan kapal laut, tepat pada tanggal 02 Juni 1966, Sdr. Theofil berangkat menuju Tanah Misi, Sibolga – Indonesia. Ia tiba di Pelabuhan Belawan pada tanggal 28 Juni 1966. Selanjutnya, ia diutus ke Paroki Pangaribuan, Prefektur Apostolik Sibolga – Indonesia untuk menjalani kursus bahasa, yang dilanjutkan dengan tugas sebagai pastor rekan, dari tahun 1966-1968. Dari tahun 1968-1983, Sdr. Theofil Odenthal bertugas sebagai Pastor Paroki di Paroki St. Fransiskus Assisi Pangaribuan. Patut diingat bahwa kala itu, Paroki Pangaribuan masih mencakup Paroki St. Hilarius Tarutung Bolak dan Paroki St. Mikael – Tumba Jae aktual. Dengan kondisi geografis yang sangat luas, medan yang sangat sulit, jalan yang belum memadai dan sarana transportasi yang sangat terbatas, pastilah beliau bersama pastor rekannya berjuang dengan semangat pelayanan yang sangat tinggi. Pada tahun 1983-1987 Sdr. Theofil bertugas sebagai Pastor Paroki di Katedral St. Theresia Lisieux – Sibolga. Kala itu, Paroki ini mencakup wilayah Paroki St. Yosef – Pandan aktual. Selanjutnya, Sdr. Theofil menjadi pastor Paroki di Paroki Padangsidempuan; tepatnya dari tahun 1987-1996. Perlu juga dicatat bahwa waktu itu, Paroki Padangsidempuan juga mencakup Paroki St. Yohanes Penginjil – Pinangsori. Kemudian, tahun 1996-2013, Sdr. Theofil Odenthal bertugas sebagai Pastor Paroki di Paroki St. Mikael - Tumba Jae. Sdr. Theofil bebas dari tugas sebagai pastor paroki, saat usianya mendekati 80 tahun. Selanjutnya, beliau tinggal di Biara St. Feliks – Mela dari tahun 2013-2019, dan di Biara Yohaneum – Sibolga dari Mei 2019 sampai akhir hayatnya. Selain sebagai pastor paroki, Sdr. Theofil juga pernah sebagai anggota Dewan Imam Keuskupan Sibolga, Dekanus dan Konsultores. Dari tahun 2002 sampai akhir hayatnya, beliau merupakan bapa pengakuan para suster OSF di Pangaribuan dan beberapa komunitas lainnya. Dan semenjak tahun Januari 2018, beliau menjadi Bapak Spiritual Suster-suster St. Klara di Aek Raso – Tapanuli Tengah. Selain itu, beliau masih sangat rajin mengadakan pelayanan pastoral di berbagai paroki sebagai pastor assisten tidak tetap. Dia juga sangat gencar mempromosikan dan mendukung sistem digitalisasi data-data umat di berbagai paroki di Dekanat Tapanuli, Keuskupan Sibolga. Selama berkarya di paroki, Sdr. Theofil sangat aktif menggerakkan pemberdayaan ekonomi umat melalui pendirian Credit Union (CU). Di setiap paroki yang dilayani Sdr. Theofil CU pasti berdiri. Sesungguhnya selama hidupnya Sdr. Theofil tergolong saudara yang sangat sehat dan jarang sakit. Namun, beberapa tahun belakangan ini, tekanan darahnya kerap cukup tinggi. Selain itu, asam urat juga cukup tinggi. Selama di Yohaneum, beliau rutin mengunjungi dokter keluarga, yakni dr. Toni Giovanno Sinaga. Semuanya berjalan dengan baik. Beberapa bulan terakhir, beliau kerap mengalami batuk. Asam lambungnya kerap naik, hingga batuk juga. Untuk semua itu, ditemani oleh Sdr. Yustinus Waruwu, Sdr. Theofil kerap berobat ke dr. Toni. Dia pernah juga diinfus di Biara Yohaneum oleh suster dari Klinik St. Mikael. Namun, tidak pernah dikeluhkan penyakit yang sangat serius. Ditambah lagi karena pandemi Covid-19, ada keengganan untuk pergi ke rumah sakit, sebab sering terdengar bahwa penularan covid-19 justru sering terjadi di rumah sakit. Namun, karena rasa sesak yang tidak tertahankan, disertai oleh demam dan batuk, Sdr. Theofil dibawa berobat ke Klinik Yakin Sehat di Sibuluan pada tanggal 17 Oktober 2020. Sesudah menjalani pengobatan, beliau sempat merasa jauh lebih baik, dan kembali ke Biara Yohaneum tanggal 20 Oktober 2020. Akan tetapi, rasa sakit di perut dan di dada, demam dan batuk kambuh kembali, hingga sulit tidur sepanjang malam. Akhirnya, tanggal 21 Oktober Sdr. Theofil dibawa ke Rumah Sakit St. Elisabeth Medan. Setelah melihat gejala klinis Sdr. Theofil, dan memperhatikan rekam medik dari Klinik Yakin Sehat, pihak RS St. Elisabeth, langsung mengisolasi Sdr. Theofil, mengadakan swab test, dan menjalankan perawatan sebagai pasien terduga terpapar covid-19. Dugaan mereka sesuai dengan hasil swab test, yang keluar tanggal 22 Oktober. Selama perawatan diketahui bahwa Sdr. Theofil memiliki gangguan ginjal, tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan asam urat. Sempat juga sangat lemas, kesadaran menurun dan mengalami kekacauan memori. Karena itu, Sdr. Theofil menerima Sakramen Pengurapan orang Sakit dari P. Alboin Simatupang Pr. Dokter mengusulkan agar dilaksanakan hemodialisis atau cuci darah. Pemasangan alat untuk hemodialisis dan hemodialisis pertama berjalan dengan baik pada tanggal 28 Oktober. Rasanya Sdr. Theofil akan lebih baik. Pada tanggal 29 Oktober saat bangun pagi dan sarapan pun semua berjalan baik. Namun, sekitar pukul 10.30 Sdr. Theofil tiba-tiba drop, dan kemudian meninggal dunia pada pukul 11.05 WIB. Sdr. Theofil, beristirahatlah dalam damai. Kata yang Saudara sering ungkapkan “Tabereng ma silang i (Mari kita lihat kayu salib)” mendapat kepenuhannya dengan kepergianmu. Saudara telah mempersatukan deritamu dengan derita Kristus di salib, dan kami berharap bahwa Salib Kristus akan menyelamatkanmu, dan menghantarmu ke surga abadi.

Sr. Dominika Nababan, OSF
Tuhan, selamatkan kami dari Virus Corona!

Adik-adik misioner terkasih, virus corona menjadi pusat perhatian terhangat sejak dua pekan terakhir Januari 2020. Virus ini mendadak menjadi teror mengerikan bagi masyarakat dunia, terutama setelah merenggut nyawa ratusan orang hanya dalam waktu singkat.
Virus corona jenis baru yang tengah menyerang masyarakat dunia saat ini dalam istilah kedokteran disebut sebagai 2019 Novel Coronavirus (Covid-19), merupakan jenis virus yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit pada saluran pernapasan, yang pertama kali terdeteksi muncul di Kota Wuhan, Tiongkok.

Virus ini diketahui pertama kali muncul di pasar hewan dan makanan laut di Kota Wuhan, dijual hewan liar seperti ular, kelelawar, dan ayam. Mereka menduga virus corona baru ini hampir dapat dipastikan berasal dari ular. Diduga pula virus ini menyebar dari hewan ke manusia, dan kemudian dari manusia ke manusia. Orang pertama yang jatuh sakit akibat virus ini juga diketahui merupakan para pedagang di pasar itu.

Bagaimana gejala-gejala seseorang terinfeksi virus corona?
Dinas Kesehatan Jawa Tengah menyatakan, virus corona yang menular ke manusia bisa menyebabkan peradangan saluran pernapasan. Gejalanya nyaris mirip flu biasa. Cuma demamnya lebih tinggi di atas 38 derajat. Kemudian penderitanya mengalami sakit kepala, batuk-batuk kering, pilek, sakit tenggorokan kadang juga sesak napas dan letih.

Lima cara penularan virus corona dari manusia ke manusia lainnya:

  1. Penularan dari cairan: air dapat membawa virus dari pasien ke orang lain yang berada dalam  jarak sekitar satu meter. Air yang dimaksud biasanya berupa cairan tubuh yang keluar saat berbicara, batuk, dan bersin.
  2. Penularan dari udara: virus corona bisa menyebar dalam jarak jauh melalui udara, menular dari satu orang ke orang lainnya.
  3. Penularan melalui kontak: virus dapat menular melalui kontak langsung dengan kulit atau selaput lendir (seperti mata, lidah, luka terbuka, dan lain-lain). Transmisi juga bisa berlangsung melalui darah yang masuk ke tubuh atau mengenai selaput lendir.
  4. Penularan dari hewan: orang yang mengolah, menjual, dan mendistribusikan hewan liar yang membawa virus corona dapat tertular melalui kontak tersebut.
  5. Kontak dekat dengan pasien: keluarga, orang yang tinggal serumah, petugas medis, atau bahkan orang yang sempat berada dekat dengan pasien rentan untuk tertular.


Virus bisa mati dalam rentang waktu 5-7 hari
Menurut sumber yang sama, masa inkubasi corona paling pendek berlangsung selama 2 hingga 3 hari, sedangkan paling lama bisa mencapai 10 hingga 12 hari. Namun melihat perilaku virus corona pada penyakit lainnya, para ahli mengatakan bahwa masa inkubasi tersebut dapat mencapai waktu 14 hari. Ini adalah rentang waktu yang dibutuhkan oleh virus tersebut untuk menjangkit dan menampakkan gejala-gejala awal. Dalam masa tersebut virus corona masih bisa menular ke orang lain sehingga cukup sulit untuk mendeteksinya.

Karena itulah adik-adik, pemerintah kita baik Pemerintah maupun pemimpin Keagamaan meliburkan sekolah-sekolah, kegiatan keagamaan dan semua kegiatan yang melibatkan banyak orang. Dianjurkan supaya kita tetap tinggal di rumah, agar kita tidak terjangkit virus corona maupun menularkan virus tersebut kepada orang lain.
Pada 30 Januari 2020 virus corona telah menyebar ke 18 negara

Langkah Mencegah Penularan Virus Corona
1. Mencuci tangan dengan benar
Mencuci tangan dengan benar adalah cara paling sederhana namun efektif untuk mencegah penyebaran virus 2019-nCoV. Cucilah tangan dengan air mengalir dan sabun, setidaknya selama 20 detik. Pastikan seluruh bagian tangan tercuci hingga bersih, termasuk punggung tangan, pergelangan tangan, sela-sela jari, dan kuku. Setelah itu, keringkan tangan menggunakan kain atau handuk bersih.

2. Menggunakan masker
Meski tidak sepenuhnya efektif mencegah paparan kuman, namun penggunaan masker ini tetap bisa menurunkan risiko penyebaran penyakit infeksi, termasuk infeksi virus Corona. Penggunaan masker lebih disarankan bagi orang yang sedang sakit untuk mencegah penyebaran virus dan kuman, ketimbang pada orang yang sehat.

3. Menjaga daya tahan tubuh
Daya tahan tubuh yang kuat dapat mencegah munculnya berbagai macam penyakit. Untuk menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh, adik-adik  disarankan untuk makan makanan sehat, seperti sayuran dan buah-buahan, dan makanan berprotein, seperti telur, ikan, dan daging tanpa lemak. Bila perlu, menambah konsumsi suplemen sesuai anjuran dokter.

4. Tidak pergi ke luar rumah atau kota
Agar tidak tertular virus ini, Anda disarankan untuk tidak bepergian ke tempat-tempat yang sudah memiliki kasus infeksi virus Corona atau berpotensi menjadi lokasi penyebaran coronavirus.

5. Menghindari kontak dengan hewan yang berpotensi menularkan coronavirus
Coronavirus jenis baru diduga kuat berasal dari kelelawar dan disebarkan oleh beberapa hewan mamalia dan reptil. Oleh karena itu, hindarilah kontak dengan hewan-hewan tersebut.

Adik-adikku, sudah banyak korban meninggal dunia dari covid-19 ini yang mencakup seluruh dunia termasuk negara kita. Semua resah, pemerintah berusaha keras mengarahkan masyarakat kita, membeli peralatan dengan harga mahal dan obat-obatan supaya tidak banyak korban. Tetapi yang paling penting adalah, setialah tinggal di rumah meskipun membosankan. Isi dengan belajar, banyak membaca, jaga kesehatan dan kebersihan tubuh.  Kesempatan untuk banyak berdoa bersama keluarga mohon agar Tuhan mengampuni dosa-dosa manusia yang semakin jauh dari Tuhan dan berbuat dosa, dan membantu kita agar selamat dari virus ini. [Sr. Dominika Nababan, OSF]

Semoga Tuhan memberkati dan melindungi kita dari covid-19 ini.
Semoga Tuhan memperlihatkan wajah-Nya kepada kita, dan memberi kita damai-Nya.
Semoga Tuhan memberkati kita. (St. Fransiskus Asisi)
Salam missioner.

Akar Rumput Katedral Sang Pejuang Cinta
Oleh: Bernadeth Mesra Wati Zai

Dipagi hari nan sejuk
Teringat dikau pujaan hatiku
Rumahku tertutup kautak boleh masuk
Meski kau dan aku tengah merindu

Kulantunkan syair ini bagimu
Wahai sang pejuang cinta
Kau buatku terpesona padamu
Sejak kali pertama kita berjumpa

Tak lama kita merajut cinta
Haruslah kita jarang bersama
Ada parasit meraja lela
Mau melenyapkan cinta kita

Bermodalkan cinta yang menggebu
Kau berusaha meraihku
Dengan tulus kau nyatakan cinta
Memoles senyum dibalik tangisku

Duhai akar rumput katedral
Corona murung lantaran kesal
Tuhan pun tersenyum memandang kita
Memadu cinta ditengah corona

Jumat-Sabtu, tanggal 25-26 Oktober 2019, Keluarga Siswa Katolik (KSK) St. Thomas Aquino Sibolga mengadakan kegiatan retret bersama yang bertempat di (Rumah Pembinaan Iman) PBI St. Antonius Mela-Sibolga. Kegiatan retret ini diikuti oleh 50 orang siswa-siswi KSK SMAN 1 Sibolga dengan guru pendamping Lukas Ismanto Manalu S.Ag, dan Sarmiani Damanik S.Pd. Kegiatan retret ini diangkat dengan tema “WHO AM I?”.

Kegiatan dibuka pada Jumat sore pukul 16.00 WIB oleh Diakon Antonius Sihotang OFMCap bersama Frater Pius Silaban OFMCap yang diawali dengan penjelasan akan tujuan dari kegiatan retret ini. Kemudian kegiatan ini dilanjutkan dengan pembagian kamar, pembagian kelompok, dan mamiri (makan minum ringan).

Setelah itu, dilanjutkan dengan pemberian materi sesi 1 yang dibawakan oleh Diakon Antonius Sihotang OFMCap dengan tema “WHO AM I?”. Diakon Anton mengajak seluruh KSK untuk lebih mengenali diri lebih dalam, memahami dan mengembangkan talenta yang telah diberikan Tuhan. Mengenal jati diri sendiri akan menjadikan kita lebih tahu diri. Berakhir sesi 1, kemudian dilanjutkan dengan makan malam bersama. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemberian materi sesi 2 mengenai virus-virus dalam diri yang masih dibawakan oleh Diakon Antonius Sihotang OFMCap. Sekitar pukul 21.30 WIB, KSK berdoa bersama di Kapel. Satu-persatu KSK berdoa di depan Sakramen Mahakudus dalam keheningan dan ketenangan. Pada pukul 22.30 WIB, KSK menuju ke kamar masing-masing untuk beristirahat.

Sabtu, pukul 5 pagi kegiatan retret diawali dengan meditasi di depan Gua Maria. KSK siap memulai semangat baru di pagi hari ditambah dengan pesona keindahan alam ciptaan Tuhan. Pada pukul 06.00 WIB, semua KSK menuju Kapel untuk Perayaan Ekaristi Kudus yang dipersembahkan oleh Pastor Michael Angelus Aritonang OFMCap bersama Diakon Antonius Sihotang OFMCap. Dalam misa, Pastor Michael berpesan “Jadilah berkat bagi orang lain, jadilah pohon yang berbuah dan jangan menjadi parasit seperti benalu di dahan pohon”. Setelah itu, KSK dibekali dengan kegiatan outbond hingga mandi laut di pantai Kuta.

Kegiatan retret berakhir dengan makan siang bersama dan foto bersama. Dalam setiap kegiatan selalu diawali dan diakhiri dengan doa. Diharapkan melalui kegiatan retret ini, KSK dapat menemukan jati diri, mengenali diri dan menjadi berkat bagi semua orang. [Destriwati Limbong]

P. Bonifasius Simanullang, OFMCap

MINGGU BIASA A14: 
SEGALA KUASA DALAM NAMA YESUS
Za 9:9-10; Rm 8:9.11-13; Mt 11:25-30

Ulasan Bacaan:
Nabi Zakaria menubuatkan masa pemulihan bagi Yerusalem yang sempat dihukum Allah dengan pembuangan Babel. Masa pemulihan itu ditandai dengan munculnya seorang raja yang adil dan berbelas kasih kepada rakyatnya. Dalam permenungan orang-orang Kristen, nubuat Zakaria itu telah terpenuhi dalam diri Yesus, Mesias yang telah diutus Allah menjadi penguasa atas seluruh ciptaan. Yesus itu bukan seperti penguasa dan raja-raja yang muncul selama ini. Siapa saja yang datang kepada-Nya akan merasa terbebaskan dari segala beban dan kesesakan. Karena itu dengan murah hati Dia mengundang semua orang datang kepada-Nya. Yesus memiliki segala kuasa itu karena Allah Bapa sendiri telah menganugerahkannya kepada-Nya. Dan dalam bacaan kedua, ditegaskan oleh rasul Paulus melalui suratnya kepada Jemaat di Roma, segala yang dianugerahkan Allah Bapa kepada Yesus, Putera-Nya, akan dikaruniakan-Nya juga kepada orang yang percaya kepada Yesus itu. Semua itu dilaksanakan Allah melalui Roh-Nya, yang juga telah melaksanakan segalanya itu dalam diri Yesus. Maka di atas segalanya, setiap orang yang percaya kepada Yesus harus membiarkan dirinya dituntun oleh Roh Allah yang telah dianugerahkan ke dalam dirinya.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Setiap masa dan setiap daerah mempunyai kesulitannya sendiri. Dalam masa sekarang ini, di saat seluruh dunia dilanda oleh virus corona yang amat menakutkan itu, tidak gampang memaknai nubuat Zakaria dan undangan penuh kasih dari Injil Matius tadi. Bagaimana bisa merasakan enak dan ringannya ajakan Yesus itu di saat virus yang amat menakutkan itu sudah secara nyata hadir di tengah-tengah kita. Kita sungguh tidak diberi waktu untuk bersiap dan lari dari situasi ini. Kita tidak bisa menghindar. Segala relasi dan perangai kita mesti diobah sama sekali atas cara yang tak bisa kita prediksi sebelumnya. Justru di sinilah kita dituntut berani keluar dari zona aman yang telah kita ciptakan selama ini. Kita dipaksa bersandar kepada tindakan eksperimental, yang dengan maksud baik dicoba dianjurkan entah oleh pemimpin Gereja maupun oleh pemimpin pemerintahan dan lainnya. Di sinilah kesanggupan kita berharap dalam situasi yang paling buruk sekali pun diuji. Di sinilah kemampuan kita beriman di tantang. Masihkah kita berani mengandalkan Allh sementara situasi konkrit kita berada di ambang maut? Mampukah kita mengakui-Nya: Penyayang? Semoga!

MINGGU BIASA A15: 
MENJADI LAHAN SUBUR
Yes 55:10-11; Rm 8:18-23; Mt 13:1-23

Ulasan Bacaan:
Salah satu metode mengajar Yesus yang amat populer dalam Injil adalah perumpamaan. Dalam bacaan Injil hari ini diperdengarkan kepada kita perumpamaan Yesus tentang benih yang ditabur orang di ladangnya. Tentu saja tidak akan semua benih itu bertumbuh dengan baik; itu akan sangat tergantung pada keadaan tanah di mana benih itu ditanam. Yesus sendiri menerangkan makna perumpamaan itu. Benih itu melambangkan firman sedangkan tanah tempat menabur benih itu adalah setiap orang yang mendengar pewartaan tentang firman itu. Maka, sebagaimana dalam perumpamaan itu, ada benih yang gagal tetapi juga ada yang berhasil, demikian juga dalam pewartaan firman ada yang berhasil dan ada juga yang percuma begitu saja. Orang yang membuka hati untuk memelihara dengan mengamalkan firman yang didengarnya itu tentu saja akan menghasilkan buah. Tetapi orang yang mengabaikan firman itu tentu saja tidak akan menghasilkan buah apa-apa. Namun, sebagaimana telah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya, tak mungkinlah warta tentang firman itu akan sia-sia begitu saja. Allah sendiri yang membuatnya demikian. Memang tak mungkinlah Allah menciptakan kesia-siaan begitu saja di dunia ini.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Pewartaan tentang firman Allah tidak mungkin sia-sia begitu saja. Oleh karena itu, kita yang mendengar pewartaan itu harus berusaha agar firman itu berbuah dalam diri kita. Karena tentu saja hanya jika pewartaan itu berhasil dalam diri kita, kita akan ikut menikmati buahnya yang lezat dan menyelamatkan kita. Kita menjadi orang yang malang, jika sebenarnya kita ikut meneriam warta tentang Kerajaan Allah itu, tetapi kita sendiri tersingkir dan tak ikut di dalamnya. Betapa malang nasib kita jika kita hanya bisa menjadi penonton dalam kerajaan yang amat membahagiakan itu. Oleh karena itu, kita mesti mengusahakan agar kita bisa ikut menikmati bahagia yang tersedia di Kerajaan Allah yang diwartakan dalam firman yang disampaikan kepada kita itu. Memang dari usaha diri sendiri kita tidak akan mampu membuat diri kita berhasil, tetapi kita harus membiarkan diri dituntun oleh Roh Allah, sebagaimana disampaikan Rasul Paulus dalam bacaan kedua. Maka usaha yang paling baik ialah membuka hati bagi bisikan Roh Tuhan yang dicurahkan dalam diri kita masing-masing karena Roh itulah yang akan menuntun kita kepada kehendak Allah. Semoga!

MINGGU BIASA A16: 
KUASA YANG MEMELIHARA
Keb 12:13.16-19; Rm 8:26-27; Mt 13:24-43

Ulasan Bacaan:
Sifat Allah yang disebut dalam bacaan pertama ini luar biasa dan amat berbeda dengan sifat manusia yang biasanya makin berkuasa makin berbuat sewenang-wenang. Sifat Allah justru amat berbeda dari itu: justru karena Allah berkuasa untuk berbuat semau-Nya, Dia amat menyayangi umat manusia. Tujuan Allah ialah untuk memberi pelajaran berharga ini kepada manusia, yakni: orang benar harus sayang akan manusia. Dan justru dalam sikap seperti itulah pengharapan bertumbuh dalam diri manusia. Pengajaran kitab Kebijaksanaan ini menghantar tiga perumpamaan yang disampaikan dalam bacaan Injil: tentang lalang di antara gandum, tentang biji sesawi dan tentang ragi. Ketiganya menggambarkan kasih Allah yang memberikan pertumbuhan kepada manusia sampai dapat menghasilkan buah. Kebaikan Allah itu begitu mencolok, bahkan kepada lalang saja pun diberi pertumbuhan juga. Sedangkan biji sesawi menggambarkan betapa pun seseorang itu kelihatan kecil dan tanpa arti tetapi mampu juga menghasilkan buah yang besar, hal yang sama ditunjukkan oleh ragi: meskipun amat kecil tetapi dapat mengkhamiri seluruh adonan. Demikianlah juga Allah mampu menumbuhkan hal yang besar dari seorang hamba yang amat kecil dan hina.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Firman hari Minggu ini mengajak kita untuk percaya kepada Allah sekaligus mengikuti jalan-Nya dalam bersikap kepada kita, umat ciptaan-Nya. Kuasa yang Dia miliki justru dipakai bukan untuk menindas atau menekan manusia tetapi justru untuk memeliharanya. Kita cenderung memakai kuasa kita untuk menguasai dan berbuat semau gue terhadap yang lain. Kuasa kita cenderung dipakai untuk menundukkan orang lain kepada kita. Tetapi bukan demikian cara dan sikap Allah terhadap kita. Kuasanya justru dipakai untuk menghidupkan kita, memelihara serta menganyomi kita. Itulah kuasa yang sejati. Orang yang benar-benar hebat bukanlah yang mampu berbuat semau gue dan menindas orang lain. Untuk merusak tak perlu orang yang kuat dan berkuasa cukuplah orang bodoh. Sifat itu berlaku sampai sekarang dan selama-lamanya. Dan sifat seperti itulah yang mesti kita pelajari dan kita biasakan. Siapa pun yang bertemu dengan kita harus menjadi punya pengharapan hidup di dalam dirinya. Sebaliknya, jika dengan kehadiran kita orang menjadi kerdil dan tak mampu menghasilkan apa-apa berarti kita masih amat jauh dari maksud bacaan hari ini.

MINGGU BIASA A17: HIKMAT DI ATAS SEGALA-GALANYA
1Raj 3:5.7-12; Rm 8:28-30; Mt 13:44-52
Ulasan Bacaan:
Berdasarkan petunjuk dari bacaan pertama, tentang permintaan Salomo kepada Allah, kita boleh mengerti makna harta terpendam yang disebut Yesus dalam perumpamaan-Nya dalam bacaan Injil. Salomo dibenarkan oleh Allah atas permohonannya meminta hikmat menimbang perkara. Salomo tidak mementingkan harta kekayaan, nyawa musuhnya, tidak! Justru yang dia minta adalah hikmat menimbang perkara agar dia dapat menyejahterakan rakyat yang dipercayakan kepadanya. Dan ternyata Allah sangat senang atas permintaannya itu. Tuhan langsung mengabulkan permohonan yang sangat baik itu. Atas dasar itu, kita dapat mengerti apa kiranya yang dimaksud Yesus dengan harta terpendam dan mutiara yang amat berharga dalam perumpamaannya, yaitu kebijaksanaan hidup yang sangat dikehendaki oleh Allah. Orang berhikmat adalah orang yang senantiasa mengutamakan kehendak Allah. Dan tiada hal yang paling utama dari itu. Sebab satu-satunya yang membawa keselamatan dan kebahagiaan bagi manusia adalah kehendak Allah itu. Semua yang lain hanya membahagiakan manusia secara semu. Harta, popularitas dan sukses hanya secara semu membawa kegembiraan bagi manusia karena hal-hal itu akan sirna dan berlalu sebentar saja.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Takut akan Allah adalah permulaan dan sumber kebijaksanaan. Karena itu, dalam hidup harian, tidak ada yang paling utama dari takut akan Allah. Takut akan manusia hanya menimbulkan hikmat yang palsu karena tidak bertahan di saat tidak ada lagi orang yang mengawasi. Orang yang takut akan manusia hanya berbuat baik jika dilihat oleh manusia; selekas tidak ada orang yang melihat, segala perbuatan baiknya akan menghilang karena yang dipentingkan orang itu hanyalah penilaian manusia. Sebaliknya orang yang takut akan Allah akan tetap berbuat baik sebab Allah yang mengetahui segala-galanya tak mungkin dianggap tak melihat apa yang dibuat seseorang. Dengan kata lain, orang yang takut akan Tuhan akan selalu berbuat baik sebab Allah tak pernah tidak melihat apa yang dibuat oleh orang itu.  Dan karena itu, takut akan Allah itulah hikmat yang sejati. Tidak ada orang yang takut akan Allah yang berani berbuat jahat kepada sesamanya bahkan kepada segenap ciptaan sebab jika seorang mengasihi Allah pastilah dia juga mengasihi segala sesuatu yang diciptakan manusia, khususnya manusia yang adalah citra Allah sendiri. Semoga!

P. Bonifasius Simanullang, OFMCap
MINGGU HR TRITUNGGAL MAHAKUDUS: KONSEKUENSI ALLAH PENCINTA
Kel 34:4b-6.8-9; 2Kor 13:11-13; Yoh 3:16-18

Ulasan Bacaan:
Yahweh adalah Allah yang penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Demikian penegasan Tuhan sendiri kepada Musa, yang memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Sifat “penyayang dan pengasih” serta “panjang sabar dan berlimpah kasih setia” merupakan sifat dasar dari Yahweh, Allah Israel. Akibat dari sifat itulah sehingga Allah mesti mengutus Putera-Nya ke dunia ini, demi menyelamatkan dunia yang telah jatuh dalam dosa. Dalam nama Yesus, Sang Putera, segenap ciptaan dikembalikan secara layak kepada Allah. Dan demi ciptaan yang telah dibarui itulah Allah mencurahkan Roh-Nya untuk melanjutkan karya yang telah dimulai oleh Sang Putera. Demikianlah, meskipun nama “tritunggal” belum muncul dalam PB, namun unsurnya sudah eksplisit disebut, sebagaimana kita dengar tadi dalam bacaan kedua, kutipan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus. Allah yang memberi diri demi keselamatan segenap ciptaan mewujud dalam diri Yesus Kristus, sang Putera Allah. Sedangkan kasih setia Allah yang berlimpah itu secara konkrit dianugerahkan kepada kita melalui Roh Kudus yang berkarya menuntun setiap orang percaya dalam peziarahannya menuju Allah.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Melalui Roh-Nya Allah tetap membimbing perjalanan setiap manusia menuju Allah di kehidupan abadi di surga. Karya Roh Allah itu paling nyata dalam pelayanan Gereja, tubuh mistik Putera Allah, yakni Yesus Kristus. Maka untuk mengalami pendampingan Roh Kudus itu secara nyata, orang mesti mempersatukan diri ke dalam persekutuan Jemaat Kristen. Hal itu terutama terwujud dalam pelayanan sakramental Gereja. Memang di luar pelayanan sakramental Gereja itu pun karya Roh Kudus bisa juga dialami, tetapi lebih bahkan hanya bersifat rohani saja, tidak bisa dirasakan secara konkrit sebagaimana kita alami dalam penerimaan sakramen-sakramen Gereja. Begitulah misteri Allah Tritunggal lebih-lebih dapat kita alami dalam perjalanan sebagai anggota Gereja dari pada kita mengerti secara akali melalui katekese dan khotbah. Memang hakekat Allah yang diwartakan Alkitab bukan untuk didiskusikan tetapi lebih-lebih untuk dirasakan dan dialami dalam perjalanan hidup. Tak seorang pun mampu menerangkan rahasia itu secara memadai selain dari berusaha merasakan dan mengalami-Nya dalam perjalan hidup yang konkrit. Semoga!


MINGGU HR TUBUH DAN DARAH KRISTUS: EKARISTI MANNA BARU
Ul 8:2-3.14b-16a; 1Kor 10:16-17; Yoh 6:51-59

Ulasan Bacaan:
Bacaan-bacaan pada hari raya ini menyadarkan kita akan satu hal: Allah berkuasa memelihara umat pilihan-Nya dalam pelbagai cara. Dalam bacaan pertama ditunjukkan bagaimana Allah memelihara bangsa Israel selama empat puluh tahun mengembara di padang gurun dengan makan manna. Manna itu, yang dalam pemberontakan mereka terhadap Musa dinamai bangsa Israel sebagai makanan hambar yang tak punya rasa, adalah wujud pemeliharaan Allah terhadap umat-Nya. Entah hambar atau tidak, mereka tidak akan tiba di tanah terjanji jika tidak bersedia makan manna itu. Pada bacaan kedua disebut “manna” baru, yakni Tubuh Yesus Kristus sendiri, yang diserahkan kepada para rasul dan segenap orang percaya, sebagai makanan yang bukan saja mengenyangkan melainkan juga menyatukan. Semua yang ikut serta dalam perjamuan Tuhan dipersatukan oleh satu Roti yang mereka sambut, yakni Tubuh Tuhan sendiri. Dalam bacaan Injil ditegaskan bahwa makanan sejati adalah tubuh Tuhan sendiri. Para pendengar terkejut atas kata-kata Tuhan itu. Namun Yesus makin kuat menegaskan: “Jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darahNya, kamu tidak mempunyai hidup dalam dirimu.”

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Sebagaimana bangsa Israel harus makan manna agar bisa tiba di tanah Terjanji, demikian pun semua orang yang dalam nama Yesus ada dalam peziarahan menuju Allah Bapa harus bersedia makan Tubuh dan minum Darah Tuhan. Karena itu, kita warga Gereja (Katolik) tidak boleh melalaikan penyambutan roti Ekaristi ini, sebagaimana kita tidak boleh melalaikan santap sekurang-kurangnya tiga kali sehari: sarapan – siang – malam; tentu saja, tanpa mengabaikan makna dan tuntutan Ekaristi itu, yakni bersatu dengan Yesus dalam perjalanan hidup sehari-hari. Sambut Ekaristi kita tidak bermakna jika perilaku hidup kita tidak sesuai dengan persatuan kita dengan Yesus. Yesus tidak pernah mengarahkan orang kepada suatu kesalehan palsu, yakni membangun kesalehan tanpa disertai dengan kepedulian terhadap dunia sekitar dalam bentuk perbuatan-perbuatan baik demi pembangunan hidup bersama. Itu berarti, sembah bakti yang benar kepada Allah terwujud dalam perbuatan-perbuatan baik kepada sesama. Allah yang tak dilihat harus dikasihi dan dihormati dalam diri orang lain bahkan dalam diri segenap ciptaan.


MINGGU BIASA A12: TAKUT AKAN ALLAH
Yer 20:10-13; Rm 5:12-15; Mt 10:26-33

Ulasan Bacaan:
Nabi Yeremia mengungkapkan pergumulan batinnya berhadapan dengan orang-orang fasik. Di satu pihak orang-orang fasik itu seolah-olah tidak terganggu sedikit pun dengan kefasikan mereka karena itu mereka senang saja berada dalam kefasikan mereka bahkan dengan itu memperolok-olokkan orang-orang benar sebagai bodoh dan tanpa arti memelihara hidup benar di hadapan Allah. Dengan itu tentu saja orang-orang benar bisa terbawa arus perbuatan mereka dan tergoda mengikuti jalan hidup orang-orang fasik itu dan meninggalkan jalan yang benar. Di pihak lain, Yeremia sangat yakin bahwa sukacita dan kegembiraan orang-orang fasik itu sungguh semu belaka. Sejatinya mereka tidak bahagia dan senang dalam keadaan itu sebab sesungguhnya mereka tinggal menunggu waktu pembinasaan mereka. Karena itu sungguh benarlah penegasan Injil bahwa orang-orang fasik itu tak perlu ditakuti. Meskipun nampaknya mereka seolah-olah berkuasa, karena tak tersentuh oleh hukuman dari Allah, tetapi sejatinya mereka tinggal menanti saat pembinasaannya saja. Allahlah yang sungguh berkuasa, baik atas manusia secara pribadi-pribadi pun atas segenap ciptaan. Karena itu, Dia dan hanya Dia sajalah yang perlu ditakuti.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Orang zaman ini lebih takut kepada manusia dari pada kepada Allah. Akibatnya kejahatan dan keburukan tetap merajalela meskipun orang saleh dan religius. Sejauh tak ketahuan kepada publik orang tak segan-segan melaksanakan dosa, baik dosa moral yang lebih kena kepada aspek privacy maupun dosa kriminal yang merugikan banyak orang secara fisik dan ekonomis. Seharusnya orang membangun rasa takut kepada Allah sehingga Allah yang tak kelihatan itu benar-benar mengontrol sikap dan perangai orang. Allah hadir di mana-mana walaupun tak bisa dilihat mata. Atas keyakinan itu orang merasa diawasi Allah terus-menerus sebab tak sepotong tempat pun di dunia ini yang luput dari kehadiran dan pantauan Allah. Dengan demikian orang akan enggan berbuat sesuatu yang melawan hukum. Sebaliknya jika orang hanya takut kepada manusia, sejauh dilihat orang, dia akan berbuar baik-baik saja. Tetapi begitu luput dari perhatian orang lain, orang itu tak peduli lagi atas tindakan apa saja yang hendak dibuatnya. Itu sebabnya seorang nabi lebih sulit diterima di tempatnya sendiri dari pada di tempat lain. Amin.


MINGGU BIASA A13: IDENTIFIKASI DIRI ILAHI
2Raj 4:8-11.14-16a; Rm 6:3-4.8-11; Mt 10:37-42

Ulasan Bacaan:
Dalam ketiga bacaan hari Minggu ini kita dapat melihat identifikasi diri ilahi dalam diri para utusan-Nya, bahkan dalam diri orang-orang kecil dan terpinggirkan. Dalam kisah nabi Elisa pada bacaan pertama ditunjukkan bahwa sang nabi bertindak layaknya seperti Allah yang penuh kuasa menjanjikan sesuatu di masa depan. Dan memang apa yang dikatakannya itu terjadi. Ternyata dalam diri Elisa terjadi identifikasi diri Allah. Dalam bacaan kedua dinyatakan kesatuan orang-orang terbaptis dengan Yesus. Baptis itu dimengerti sebagai mati bersama Kristus dan kemudian bangkit juga bersama Dia. Demikianlah hidup orang-orang terbaptis diidentikkan dengan hidup Kristus sesudah kebangkitan. Dengan kata lain, hidup seorang terbaptis tidak begitu saja lagi sama dengan hidup orang kebanyakan. Hidup orang terbaptis harus mempunyai kualitas hidup Yesus sesudah kebangkitan. Dalam Injil, Yesus mengidentifikasi diri dengan orang-orang kecil dan menderita, tetapi sekaligus juga sebagai yang pantas dikasihi di atas segala-galanya. Maka untuk melayani Yesus, orang harus mewujudkannya dengan melayani orang-orang kecil dan menderita itu. Dan kasih kepada Dia harus melebihi kasih kita kepada orangtua sekalipun.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Mencintai Allah tidak bisa teoretis. Cinta kepada Allah harus terwujud secara konkrit dengan mencintai orang-orang kecil dan terpinggirkan. Rupanya relasi dengan Allah tidak terutama dipelihara dengan kesalehan dan kultus melainkan dengan perbuatan baik dan pelayanan kepada sesama. Bahkan kalau orang mau mencintai Allah secara penuh, dia harus berani menyangkal diri dan menceburkan diri dalam pelayanan kepada sesama, khususnya orang-orang yang kecil dan tak berdaya. Oleh karena itu, cinta kepada Allah tak pernah bertentangan dengan kesejahteraan umat manusia. Kerukunan hidup bersama tidak pernah boleh dirusak atas dasar cinta kepada Allah. Kekerasan dan penindasan terhadap yang lain tak pernah boleh dibenarkan atas dasar cinta kepada Allah. Sembah dan taqwa yang benar kepada Allah tak pernah merugikan kerukunan hidup bersama, karena Allah sendiri menghendaki manusia hidup rukun dengan sesamanya dalam persaudaraan yang harmonis. Karena itu amat kelirulah menyerang dan merusak orang atau kelompok lain atas dasar “berjuang di jalan Allah”. Mohon buang pikiran jahat itu. Semoga!


Malam Hening Tiada Geming
Oleh: Bernadeth Mesra Wati Zai

Malam hening tiada geming
tak seorang pun berani berbisik
semua diam seraya merinding
bilakah pandemi menerobos bilik

Ingin daku berburu mutiara berharga
tiada satu pun dapat kuraba
Semua jadi hilang, sirna
terpuruk dalam gelapnya dunia

Air mata terurai membasahi bumi
meratapi peradaban waktu ini
ia membawa semua bersama masa
bagai tiada meninggalkan asa

Daku merunduk seraya berlutut
daku tengadah dan menjerit
ingin kuteriakkan kesedihan hati
ingin kuluapkan amarah membara ini

Salam oh bunda Maria terkasih
bersua di taman mawar nan indah
kau pun mendengar daku berkisah
bunda anakmu sedang gundah

Seketika kesedihan sirna
memandang wajah menawan bunda
kudapati sejuta harapan yang merajut asa
dengan kesejukan peluh ini kau seka

Minggu, 01 Desember 2019, merupakan salah satu momen sangat istimewa bagi umat Katolik di Kabupaten Nias. Istimewa karena telah dilantiknya Pengurus Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesparani Katolik Daerah (LP3KD) Kabupaten Nias. Lembaga inilah yang nantinya menjadi corong dalam memprakarsai Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik, sekaligus jembatan antara umat katolik dengan pemerintah setempat.

Bertempat di Paroki Kristus Raja Gido, pelantikan diawali dengan Perayaan Ekaristi Adven Pertama yang dipimpin oleh Delegatus Ad Omnia (DAO) P. Ch. Sebastian Sihombing, OFM Cap dan didampingi oleh beberapa orang imam. Dalam homilinya, DAO mengingatkan umat akan pentingnya masa persiapan batin dalam menyambut kedatangan Sang Almasih lewat kesiapsediaan masing-masing pribadi. Beliau juga menyinggung bahwa LP3KD ini juga menjadi satu lembaga yang juga mempersiapkan umat dalam melaksanakan Pembinaan dan Pengembangan Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik. Tugas dan tanggung jawab ini sangatlah penting dalam mengembangkan Gereja dan Negara.

Setelah doa komuni, pelantikan dipimpin oleh Bupati Nias. Dalam pelantikan tersebut, Bupati Nias menyampaikan bahwa pelantikan ini berdasarkan pada SK Bupati Nias bernomor: 453.5/313/K/Tahun 2019. Setelah pelantikan, dilanjutkan dengan Doa Pemberkatan oleh DAO. Pelantikan inipun disambut dengan gembira oleh umat Katolik khususnya yang ikut dalam Perayaan Ekaristi lewat tepuk tangan yang meriah. Setelah Perayaan Ekaristi, kegiatan dilanjutkan dengan acara Ramah Tamah dan foto bersama. [Artikel/Foto: Kat. Ingatan Sihura]

Penerimaan Anggota OFS yang baru 8 Desember 2019 di Pangaribuan berlangsung meriah dan berhasil. Misa dipimpin oleh P. Paskalis Pasaribu OFM Cap dan didampingi oleh P. Nikolaus Sitanggang OFM Cap bersama P. John D. Simamora OFM Cap telah menggoreskan sejarah baru dalam pembentukan Kelompok Persaudaraan Ordo Fransiskan Sekulir (OFS) Pangaribuan dengan tahap awal yaitu memasuki Tahap Postulan. Menurut Pastor Pendamping Rohani OFS Regio Sibolga, Pastor Paskalis, tahap itu merupakan tahap dasar saja. Dan anggota yang masuk pada Tahap awal dasar itu semacam embrio bakal Calon anggota baru menuju panggilan yang lebih kuat lagi. Oleh karenanya, anggota yang masuk Postulan tidak perlu takut-takut. Harus berani, dan menghidupkan panggilan seturut dengan Injil.

Penerimaan anggota OFS Tahap Postulan itu, didahului rekoleksi yang dipimpin oleh Pastor Nikolaus Sitanggang OFM Cap, dengan tema mengasihi adalah tugas penting anggota OFS. Pada saat penerimaan anggota, Herman OFS yang menerima anggota OFS Tahap Postulan mewakili Dewan Regio Santu Polykarpus Sibolga juga menekankan, untuk bisa semakin maju dalam OFS hendaknya mengenal lebih dekat cara hidup Fransiskan Sekular. Menjadi anggota OFS merupakan satu berkat Allah yang sangat bernilai dalam persaudaraan. Apalagi yang bila panggilan itu terus dihidupkan, hal-hal rohani seperti pertobatan yang terus-menerus. Menjadi anggota OFS berarti mewarisi budaya rendah hati dan pembawa damai. Di mana saja anggota OFS hadir, di sanalah ada kedamaian dan kasih.

Ketika ditanyakan apa tugas pokok anggota OFS? Johannes Sihotang OFS minister Lokal Pandan menjelaskan bahwa tugas sebagai anggota OFS tidak terlepas dari tugas sebagai orang katolik diutus dalam mendukung dan saling membantu dalam kegiatan-kegiatan Gereja. Banyak kegiatan gereja, misalnya pembinaan Asmika, OMK, Mudifra dan pembinaan lainnya. Anggota OFS harus selalu melibatkan diri dalam kegiatan gereja, menolong sesama yang membutuhkan, dan berjuang untuk melandasi diri dengan Sabda Tuhan. Dengan demikian anggota OFS mengabdi seturut Injil, itulah harapan dan pedoman hidup sebagai anggota OFS. Dan tentu saja disesuaikan dengan kemampuan dan tugas sehari-hari, baik dalam keluarga, gereja dan juga masyarakat.

Tahap Postulan
Anggota OFS yang memasuki tahap Postulan di Pangaribuan dari 12 orang yang direncanakan alih tahap ternyata yang jadi hanya 11 orang saja. Mereka adalah Radia Fransiskus Marbun, Justina Sitanggang, Pogos Tua Paulus Simanjuntak, Romeo Fransiska Simatupang, Minar Marani Nainggolan, Ari Ance Simanjuntak, Masrita Sitanggang, Nelly Simamora, Jongga Simanullang, Hefron Marpaung, dan Henri Mario Sihotang. Proviciat atas penerimaan anggota OFS Tahap Postulan di Pangaribuan. Sukses ya. [Elinus Waruwu]

Sunggguh kesempatan yang sangat berahmat di awal bulan November. Pada tanggal 06-08 November 2019, sebanyak 112 orang mahasiawa STP-Dian Mandala Gunungsitoli khususnya semua semester V (kelas kitab suci, tradisi, dan kelas magisterium) mengikuti seminar “Hidup Dalam Roh Kudus” yang diselenggarakan oleh lembaga STP-DM dan bekerja sama dengan tim dari Jakarta dan Medan untuk memberikan kegiatan tersebut.

Dalam seminar kali ini, 3 hari itu merupakan momen yang sangat penting bagi kami mahasiswa semester lima calon PLP pada tahun 2020, sebab dengan adanya kegiatan tersebut kami dapat diperkaya dengan materi-materi yang menyegarkan dan menambahkan pengetahuan, iman serta  pengalaman baru dengan Doa dan kesaksian di dalam dinamika kelompok kristiani. Dalam kata sambutannya, P. Fransiskus Sinaga, OFM Cap, mengatakan bahwa kegiatan ini sangat penting. Oleh karena itu beliau mengaharapkan keseriusan untuk mengikuti seluruh proses seminar ini dan setia sampai akhir. Kegiatan ini difasilitasi oleh Bpk. Agus Handoyo, Bpk. Robert, Bpk. Agus, Bpk. Yamin, Bpk. Hendrik dan Ibu Roswinta Sakti. Mereka ada yang berasal dari medan dan juga dari Jakarta.

Pada hari pertama, para anggota seminar mengikuti dua sesi. Pada kedua sesi tersebut dijelaskan mengenai bagaimana cinta kasih Allah kepada manusia lewat karya penyelamatan- Nya. Materi yang dipaparkan oleh Bpk.Robert menegaskan agar mahasiswa/i dapat melangkah aktif, komitmen berdoa, merenungkan sabda dan rajin membaca Kitab Suci atau buku-buku rohani lainnya. Selain itu mahasiawa semester lima dibagi dalam sepuluh kelompok untuk melakukan sharing, tentang pengalaman doa dan juga mengungkapkan bagaimana cinta kasih Allah yang nyata dalam dirinya.

Dilanjutkan dengan hari ke dua, mahasiswa mahasiswi STP-DM gunungsitoli masih antusias untuk mengikuti kegiatan tersebut, pada pertemuan ke dua anggota seminar juga mengikuti dua sesi yang di fasilitator oleh tim. Dalam pertemuan kedua ini, mahasiswa dibekali dengan materi tentang hidup baru dan menerima karunia Allah, dan dikatakan agar anggota seminar dapat menerima yesus sebagai satu-satunya Tuhan serta berpaling kepada Nya dan membiarkan Dia memimpin hidup kita.

Hari ketiga dibagi menjadi tiga sesi, pada hari terakhir itu mahasiswa benar-benar diminta untuk tetap fokus dan serius. Dalam pertemuan terakhir tersebut sebelum diadakan ibadat doa penumpangan tangan, para anggota seminar mengungkapkan kembali janji babtis yang dipimpin langsung oleh P. Fransiskus Sinaga, OFM Cap. Satu persatu mahasiswa maju ke depan untuk menerima penumpangan tangan. Setelah ibadah penumpangan tangan, mahasiwa/i menceritakan pengalaman atau kesaksian masing masing serta sangat bersyukur dan merasakan sesuatu yang baru yang timbul dalam dirinya. Siang harinya sebelum acara penutupan, tim dari Jakarta dan Medan mengatakan bahwa mereka merasa senang dengan partisipasi dan antusias serta keseriusan mahasiswa dalam mengikuti seminar tersebut, dan mereka berharap supaya kami anggota seminar dapat menjalankan PLP pada bulan Januari 2020 dengan penuh semangat tanpa rasa cemas dan takut dimana pun nantinya akan ditempatkan, serta siap untuk menjadi pewarta Kristus di tengah-tengah umat. Dilanjutkan oleh Romo Ketua P. Fransiskus Sinaga yang mengucapkan limpah terimakasih kepada Tim atas kesediaannya untuk membekali mahasiswa/i semester lima calon PLP untuk memfasilitasi seminar “Hidup dalam Roh Kudus”. Kegiatan seminar lalu ditutup dengan doa dan makan siang bersama. Selamat melayani di tempat PLP!!!!..... [Monika Desrawanti Gulo]

Salah satu kegiatan tahunan yang dilakukan oleh Seminari Tinggi St. Petrus, Sinaksak adalah rekoleksi Pra-Unio. Kegiatan ini merupakan tradisi yang dilaksanakan pada setiap awal bulan Januari sebelum memasuki tahun akademik. Pada kesempatan ini para frater (calon imam Keuskupan Regio Sumatera) ini diberi waktu menimba dan memperdalam hidup rohani dengan suasana baru, selain itu juga untuk mempererat persaudaraan di tubuh pra-unio, mengenal karakter dan sekaligus menghilangkan rasa penat ‘refresing’ sejenak dari kegiatan formatio dan dunia akademik selama satu tahun yang telah berlalu.
Rekoleksi para frater pra-unio Keuskupan Sibolga tahun ini dilaksanakan pada tanggal 06 s/d 09 Januari 2020 di Silalahi. Kegiatan rekoleksi ini didampingi oleh P. Alfonsus Very Ara Pr, selaku moderator pra-unio. Dalam kegiatan rekoleksi kali ini, kami mengundang ibu Elivina Simanjuntak dari staf Musyawarah Pastoral (MUSPAS) Keuskupan Sibolga untuk memaparkan beberapa poin penting terkait arah pastoral yang ada di Keuskupan Sibolga bercermin dari hasil sinode I dan II, serta informasi sehubungan proses dan perkembangan Komunitas Basis Gereja (KBG) di Keuskupan saat ini.

Poin pertama, beliau mengatakan bahwa hasil dari sinode I dan II masih pada tahap rumusan ajaran iman dan aturan-aturan. Tetapi seharusnya yang paling fundamental dan menyentuh realitas kehidupan umat beriman di wilayah Keuskupan Sibolga, yaitu membangun kesadaran baru sebagai Gereja, arah baru dan misi menjawab kebutuhan umat beriman, model atau cara kerja baru sebagai Gereja dan proses menjadi GerejaYesus Kristus. Poin kedua, KBG sebagai Fokus & Lokus Pastoral: menggarap strategi yang apik, supaya misi dan visi dapat diimplementasikan kepada umat beriman. Salah satu bentuk yang sudah diimplementasikan adalah mengedepankan pemberdayaan petugas pastoral (PPP) dan pemberdayaan KBG supaya Keuskupan Sibolga menjadi komunitas yang Mandiri, Solider dan Membebaskan.

Kegiatan rekoleksi ini ditutup pada tanggal 08 Januari 2020 yang diawali dengan perayaan Ekaristi dan dilanjutkan pertemuan singkat yang dipimpin langsung oleh P. Alfonsus Very Ara, Pr. Dalam pengarahannya ia mengatakan hidup dan tinggal dalam waktu yang ditetapkan dalam pembinaan di Seminari. Lebih dalam ia menegaskan sebagai seorang frater hiduplah dalam proses pembinaan dan bersedia dituntun dan diarahkan sebagai calon imam. Pada malam hari dilanjukan dengan corectio fraterna dan rekreasi bersama. Akhirnya pada tanggal 09 Januari 2020 persiapan untuk pulang ke Seminari Tinggi dan kembali menjalani proses pembinaan seperti semula. [Fr. Thomas Edison Duha] 

Pendahuluan
Keluarga merupakan Gereja kecil. Sering kali kita mendengar ungkapan tersebut, namun tak jarang kita menyaksikan keluarga Katolik yang bermasalah bahkan berujung pada perpecahan. Mereka tidak menyadari makna sebuah keluarga sebagai Ecclesia Domestica (Gereja Rumah Tangga) di mana keluarga merupakan persekutuan pribadi-pribadi, satu tanda dan citra persekutuan Bapa, Putra, dan Roh kudus. Melalui kelahiran dan pendidikan anak anak kita, tercerminlah kembali karya penciptaan Bapa. Keluarga dipanggil untuk ambil bagian dalam doa dan kurban Kristus.
Keluarga Katolik adalah tempat pendidikan iman, di mana anak-anak kita pertama kali mengenal iman, mengenal Allah, dan mengenal  doa. Kesadaran ini seharusnya melekat pada pribadi masing-masing anggota keluarga. Dalam tulisan ini, penulis hendak mengulas tentang ajaran Gereja Katolik tentang Perkawinan.

1.   Arti, Hakikat, Tujuan, dan Sifat-sifat Perkawinan
1.1 Arti dan hakikat perkawinan secara umum
Tujuan hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan. Untuk mencapainya, manusia menempuh beberapa cara: pertama, dengan hidup selibat-membiara (sebagai biarawan-biarawati); kedua, memenuhi panggilan hidup sebagai awam yang menikah atau awam yang hidup selibat secara sukarela. Sebagai pilihan hidup, perkawinan dilindungi oleh hukum.
Dalam arti umum, perkawinan pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atau dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memiliki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan. Tujuan mereka membentuk persekutuan hidup ini adalah untuk mencapai kebahagiaan dan melanjutkan keturunan. Oleh karena itu, dalam agama atau kultur tertentu, apabila perkawinan tidak dapat mendatangkan keturunan, seorang suami dapat mengambil wanita lain dan menjadikan dia sebagai istri agar dapat memberi keturunan.

1.2 Tujuan dan sifat dasar perkawinan
1. Saling membahagiakan dan mencapai kesejahteraan suami-istri (segi kesatuan). Kedua pihak memiliki tanggung jawab dan memberi kontribusi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan suami-istri.
2. Terarah pada keturunan (segi prokreasi). Kesatuan sebagai pasangan sumai-istri (pasutri) dianugerahi rahmat kesuburan untuk memperoleh buah cinta berupa keturunan manusia-manusia baru yang akan menjadi mahkota perkawinan. Anak yang dipercayakan Tuhan harus dicintai, dirawat, dipelihara, dilindungi, dididik secara Katolik. Ini semua merupakan tugas dan kewajiban pasutri yang secara kodrati keluar dari hakikat perkawinan.
3. Menghindari perzinahan dan penyimpangan seksual. Perkawinan dimaksudkan juga sebagai sarana mengekspresikan cinta kasih dan hasrat seksual kodrati manusia. Dengan perkawinan, dapat dicegah kedosaan karena perzinaan atau penyimpangan hidup seksual. Dengan perkawinan, setiap manusia diarahkan pada pasangan sah yang dipilih dan dicintai dengan bebas sebagai teman hidup. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Paulus, ”Tetapi, kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin daripada hangus karena nafsu” (1Kor 7:9).

Catatan penting: Dalam Perkawinan Katolik, kemandulan, baik salah satu maupun kedua pasangan, hal itu tidak membatalkan perkawinan, dan tidak menjadi alasan untuk meninggalkan pasangan kemudian mencari wanita lain sebagai penggantinya. Anak adalah buah kasih dan rahmat Allah melulu.

2. Kekhasan Perkawinan Katolik
Dalam Kitab Hukum Kanonik 1983, Kanon 1055, dapat dilihat pengertian dasar mengenai perkawinan Katolik. ”Dengan perjanjian, pria dan wanita membentuk kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya, perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami-istri serta kelahiran anak; oleh Kristus Tuhan, perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen.”
Cinta Kristus menjadi dasar perkawinan Katolik (bdk. Yoh 15:9-17; Ef 5:22-33). Yang menjadi dasar dalam membangun hidup berkeluarga adalah cinta Yesus Kristus kepada Gereja-Nya. Suami-istri dipanggil untuk saling mencintai secara timbal balik, total dan menyeluruh, saling memberi dan menerima yang diungkapkan dalam persetubuhan. Persetubuhan dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kondisi dan situasi pasangannya, penuh pengertian, dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan. Persetubuhan bukan hanya menunjukkan kesatuan fisik biologis, tetapi juga kesatuan hati, kehendak, perasaan, dan visi, yakni mengusahakan kebahagaiaan dan kesejahteraan bersama. Dengan persetubuhan, sebuah perkawinan  disempurnakan.

3. Sifat-sifat perkawinan Katolik
1. Unitas, artinya kesatuan antara seorang pria dan seorang wanita menurut relasi cinta yang eksklusif. Dengan kata lain, tidak ada hubungan khusus di luar pasutri. Sifat unitas mengecualikan relasi di luar perkawinan, poligami, pria idaman lain (PIL), dan wanita idaman lain (WIL).
2. Indissolubilitas (tak terceraikan) artinya ikatan perkawinan hanya diputuskan oleh kematian salah satu pasangan atau keduanya. ”Apa yang sudah disatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (bdk. Mat 19:6; Mrk 10:9). Untuk itu, dituntut adanya kesetiaan dalam untung dan malang, dalam suka dan duka. Dalam hal inilah saling pengertian, pengampunan sangat dituntut.
3. Sakramental, artinya sakramentalitas perkawinan dimulai sejak terjadinya konsensus/perjanjian antara dua orang dibaptis yang melangsungkan perkawinan. Perkawinan disebut sakramental, artinya menjadi tanda kehadiran Allah yang menyelamatkan. Untuk itu, dari pasangan suami-istri dituntut adanya cinta yang utuh, total, radikal, tak terbagi sebagaimana cinta Yesus kepada Gereja-Nya (bdk. Ef 5:22-33).

4. Sakramentalitas Perkawinan
Sakramentalitas perkawinan hanya terjadi pada perkawinan orang-orang yang dibaptis (keduanya dibaptis). Kanon 1055 §1 dan §2 menyebutkan bahwa Kristus telah mengangkat perkawinan menjadi sakramen sehingga sifat perkawinan antara orang-orang yang telah dibaptis adalah sakramen. Kanon ini menandaskan adanya identitas antara perjanjian perkawinan orang-orang dibaptis dengan sakramen. Identifikasi ini membawa konsekuensi berikut:
Semua perkawinan sah yang diselenggarakan antara orang-orang yang dibaptis, dengan sendirinya merupakan sakramen (§2). Dalam hal ini, tidak dituntut maksud khusus dari mempelai untuk menerimanya sebagai sakramen. Artinya, perkawinan dua orang dibaptis non-Katolik, misalnya, Protestan, dianggap sebagai sakramen meskipun mereka tidak menganggapnya demikian.
Pelayan sakramen perkawinan adalah kedua mempelai yang berjanji. Pastor menjadi saksi dan peneguh janji kedua mempelai. Orang-orang yang dibaptis tidak bisa menikah dengan sah jika dengan maksud positif dan jelas mengecualikan sakramentalitas perkawinan. Perkawinan antara orang yang dibaptis, dengan sendirinya akan diangkat ke dalam martabat sakramen jika keduanya dipermandikan. Mereka tidak dituntut untuk mengadakan perjanjian nikah baru, namun dapat meminta berkat pastor. Perkawinan sakramental ini disempurnakan melalui persetubuhan yang dilakukan secara manusiawi. Dengan demikian, perkawinan disebut ratum, sacramentum et consummatum. Perkawinan demikian bersifat tidak dapat diceraikan secara absolut (indissolubilitas absolut).

5. Spiritualitas Perkawinan
Dalam membangun hidup berkeluarga, pasutri harus bersungguh-sungguh memberi kesaksian hidup, menjadi sakramen, tanda keselamatan dan menghadirkan Kerajaan Allah. Dalam keluarga diciptakan damai, sukacita, pengampunan, cinta kasih, kerelaan berkurban. ”Sakramen Perkawinan menyalurkan kepada pasangan-pasangan Kristen kemampuan serta kesanggupan untuk menghayati panggilan mereka sebagai awam dan karena itu, untuk mencari Kerajaan Allah dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah (Familiaris Consortio no. 47). Berkat sakramen perkawinan, suami-istri menunaikan kewajiban-kewajiban mereka sebagai suami-istri dalam keluarga, mereka diresapi oleh Roh Kristus yang memenuhi mereka dengan iman, harapan, dan cinta kasih. Demikianlah mereka semakin maju menuju kesempurnaan mereka sendiri dan saling menguduskan dan karena itu bersama-sama berperan serta demi kemuliaan Allah Bapa (lih. FC 56; GS 48).

6. Syarat-Syarat dan Halangan Perkawinan
6.1 Syarat-syarat perkawinan
Orang yang diperbolehkan oleh hukum untuk menikah. Setiap orang yang tidak dilarang oleh hukum dapat menikah (Kanon 1058). Menikah adalah hak asasi dan fundamental manusia. Hak ini meliputi juga hak untuk melangsungkan pernikahan dan memilih calon pasangan (partner) hidupnya secara bebas. Jadi, hanya orang yang bebas dan tidak dilarang oleh hukum saja yang dapat menikah dalam Gereja Katolik.
Kesepakatan perkawinan sebagai unsur esensial dan mutlak. ”Kesepakatan antara orang-orang yang menurut hukum mampu dan yang dinyatakan secara legitim, membuat perkawinan; kesepakatan itu tidak dapat diganti oleh kuasa manusiawi manapun” (Kanon 1057 §1). ”Kesepakatan ini menjadi syarat mutlak diadakannya suatu perkawinan yang sah. Kesepakatan perkawinan adalah perbuatan kemauan dengan mana pria dan wanita saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali” (Kanon 1057 §2).
Kesepakatan tersebut harus dibuat secara bebas, artinya tidak ada paksaan atau desakan dari luar dan atas kemauan sendiri, tidak ada paksaan dari pihak manapun (lih. kanon 1103). Kesepakatan ini dilakukan secara sadar, artinya tahu apa yang ia sepakati; perkawinan adalah suatu persekutuan tetap antara seorang pria dengan seorang wanita, terarah pada kelahiran anak, dengan suatu kerja sama seksual (lih. kanon 1096).
Kesepakatan nikah harus dinyatakan secara lisan, atau jika mereka tidak dapat berbicara, dinyatakan dengan isyarat-isyarat yang senilai. Dan, kedua mempelai harus hadir pada saat upacara pernikahan dilangsungkan (lih. kanon 1104). Dalam keadaan khusus, kesepakatan ini juga dapat didelegasikan kepada orang lain.

6.2 Halangan-halangan perkawinan
Halangan-halangan yang berkaitan dengan hukum Gereja dapat diberi dispensasi, sedangkan halangan yang berkaitan dengan hukum ilahi tidak dapat diberi dispensasi oleh Ordinaris Wilayah.
1. Halangan nikah dari hukum ilahi
Halangan nikah dikatakan berasal dari hukum ilahi jika halangan itu bersumber dari hukum kodrat yang dibuat dan diatur oleh Allah sendiri dalam tata ciptaan, khususnya dalam hakikat dan martabat manusia (hukum ilahi-kodrati), atau ditetapkan oleh Allah melalui pewahyuan (hukum ilahi positif). Meskipun halangan ini bersumber dari hukum ilahi, namun yang mendeklarasikan secara eksplisit dan memasukkannya ke dalam KHK adalah kuasa legislatif tertinggi Gereja (bdk. kanon 1075). Menurut doktrin umum, halangan ini adalah:
impotensi seksual yang bersifat tetap (kanon 1084)
ikatan perkawinan sebelumnya (kanon 1085)
hubungan darah dalam garis lurus, baik ke atas maupun ke bawah (kanon 1091 §1).
2. Halangan nikah dari hukum gerejawi
Halangan nikah dikatakan bersifat gerejawi karena diciptakan oleh otoritas Gereja. Gereja yang tampil di dunia ini dengan struktur dan ciri masyarakat yang kelihatan memiliki undang-undangnya sendiri yang dibuat oleh otoritas gerejawi yang berwenang untuk mencapai tujuan-tujuan khasnya secara lebih efektif, yakni menegakkan dan mempromosikan kesejahteraan umum komunitas gerejawi yang bersangkutan. Kesejahteraan umum ini harus sesuai dengan misi yang diterimanya sendiri dari Kristus, misi yang mengatasi dan melampaui kesejahteraan masing-masing anggota (kanon 114 §1). Selain kesejahteraan umum, hukum Gereja dibuat untuk membantu setiap orang mencapai keselamatan jiwanya karena keselamatan jiwa-jiwa adalah norma hukum tertinggi (kanon 1752).
Menurut Kitab Hukum Kanonik, halangan-halangan itu adalah:
Halangan umur (kanon 1083)
Halangan beda agama (kanon 1086)
Halangan tahbisan suci (kanon 1087)
Halangan kaul kemurnian yang bersifat publik dan kekal dalam tarekat religius (kanon 1088)
Halangan penculikan (kanon 1089)
Halangan kriminal (kanon 1090)
Halangan hubungan darah garis menyamping (kanon 1091 §2)
Halangan hubungan semenda (kanon 1092)
Halangan kelayakan publik (kanon 1093)
Halangan pertalian hukum (kanon 1094)

Pembedaan kedua jenis halangan ini membawa konsekuensi hukum yang sangat besar. Halangan-halangan yang bersifat ilahi mengikat semua orang, baik yang dibaptis maupun yang tidak dibaptis, sedangkan halangan yang bersumber dari hukum gerejawi mengikat mereka yang dibaptis dalam Gereja Katolik atau yang diterima di dalamnya (kanon 1059). Halangan yang bersumber dari hukum ilahi tidak bisa didispensasi, sedangkan dari hukum gerejawi dapat didispensasi oleh otoritas Gereja yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.

7. Panggilan Dasar Keluarga Katolik
7.1 Menyambut dan mencintai kehidupan
Berdasarkan kodratnya, perkawinan terarah pada kelahiran anak. Anak yang telah dikonsepsi harus dipelihara dan dirawat dengan penuh cinta sehingga anak yang merupakan mahkota perkawinan dan buah cinta sungguh dapat tumbuh menjadi manusia yang utuh. Melalui hal ini, suami-istri menjadi mitra Allah dalam menurunkan kehidupan baru.
Dalam konteks inilah keluarga menjadi tempat persemaian dan perlindungan hidup manusia. Di tengah situasi dunia yang ditandai oleh kultur kematian, keluarga kristiani dipanggil untuk menjadi pencinta, perawat, penjaga, dan pembela kehidupan, mulai dari konsepsi sampai pada kematian alamiah. Keluarga dipanggil untuk menjadi pewarta Injil kehidupan, siap menerima kehadiran manusia baru dalam kondisi apapun. Hal ini penting direnungkan sebab dalam masyarakat yang ditandai oleh kultur kematian, hidup manusia diukur dan dinilai berdasarkan kualitas dan prestasi, sementara hidup orang-orang yang menderita cacat bawaan, penderita sakit tak tersembuhkan, usia lanjut, dianggap hanya sebagai beban keluarga dan layak diakhiri. Maka, keluarga Katolik dipanggil untuk menjadi pendukung Injil kehidupan (Evangelium Vitae) dengan gerakan Pro Life.
Berkaitan dengan tugas dan misi keluarga untuk menjadi pembela kehidupan sejak dini, pasangan suami-istri dalam mengusahakan kesejahteraan hidup bersama harus tetap memperhatikan nilai-nilai moral sebagaimana diajarkan oleh Gereja selaku guru iman dan moral sejati. Dalam hal ini, segala macam paksaan dan intimidasi yang diarahkan kepada pasangan suami-istri Katolik untuk menggunakan alat-alat kontrasepsi artifisial, baik yang sifatnya kontra-konsepsi maupun yang bersifat abortif, dinilai melanggar kebebasan suara hati dan melanggar nilai-nilai moral.
Panggilan pada kebapaan dan keibuan yang bertanggung jawab menuntut pasangan suami-istri Katolik untuk mengikuti ajaran moral yang benar. Hal ini semakin relevan untuk dunia saat ini, tempat kita hidup dalam dunia yang ditandai oleh mentalitas hedonis sehingga seksualitas dan hubungan mesra suami-istri (persetubuhan) dipisahkan dari dimensi spiritual dan makna yang sesungguhnya, yakni sebagai ungkapan saling pemberian diri secara timbal balik. Dunia saat ini juga ditandai oleh adanya pemisahan antara, kebebasan dengan kebenaran dan tanggung jawab. Orang sekarang menuntut kebebasan mutlak: bebas untuk melakukan apa saja, bebas dari norma moral, dan bebas dari tanggung jawab. Hal ini sudah meresap dalam mentalitas sebagian besar orang, termasuk orang Katolik. Hubungan seksual semata-mata hanya dilakukan untuk mencari kenikmatan, tanpa memahami hakikat dan maknanya. Dalam situasi demikian, tidak jarang orang menganggap pasangan hidupnya tidak lebih hanya sebagai objek pemuas nafsu seksnya. Dengan demikian, manusia dijadikan sebagai objek dan tidak diperlakukan sebagai subjek yang bermartabat.

7.2 Menjadi pendidik utama dan pertama
Orangtua memiliki tugas dan tanggung jawab pertama dan utama dalam mendidik anak, dalam bidang keagamaan, kesusilaan, seksualitas, kemurnian, budaya, dan kemasyarakatan. Pendidikan meliputi dimensi kognitif (intelektual), afektif (emosi dan perasaan), etika (nilai-nilai moral), dan estetika (nilai-nilai keindahan).
Dalam rangka memenuhi tugas mendidik anak dalam bidang hidup keimanan, orangtua pertama-tama dituntut memiliki pengalaman iman yang baik, menampilkan perilaku hidup yang baik, sebab anak akan lebih mudah mencontoh apa yang diperbuat orangtua. Alangkah baiknya, setiap keluarga Katolik membiasakan diri untuk mengadakan doa bersama, membaca, dan merenungkan Sabda Tuhan bersama. Dengan demikian, keluarga menjadi Gereja mini. Keluarga menjadi kesatuan yang melambangkan kesatuan dari ketiga Pribadi Ilahi: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Keluarga adalah Gereja kecil, tempat kesatuan bapak-ibu-anak-anak menjadi komunitas iman: ”Di mana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20). Di dalam keluargalah, seorang anak sungguh dapat mengenal dan mengalami Allah. Oleh karena itu, dalam keluarga kristiani, orangtua harus membiasakan diri mengadakan doa bersama, ikut dalam perayaan ekaristi, menerima sakramen tobat secara teratur, dan kegiatan rohani lainnya.
Untuk menjaga kekudusan keluarga Katolik, rahmat sakramen perkawinan memberikan kekuatan kepada pasangan suami-istri untuk saling menguduskan dan menyempurnakan. Di samping itu, pasangan suami-istri Katolik dalam hidup sehari-hari hendaknya menanamkan kesadaran dalam diri mereka dan dalam diri anak-anak untuk merindukan dan secara teratur menyambut Sakramen Pengampunan Dosa. Dengan demikian, kita tidak akan membiarkan kelemahan-kelemahan manusiawi menjadikan kita budak dosa, tetapi dengan kerendahan hati, mau mendekatkan diri kepada Allah Yang Maharahim. Kerahiman Allah ini mengatasi kedegilan dan ketidaksetiaan manusia pada perjanjian yang telah dibuat dengan Allah.
Dalam keluarga, seorang anak seharusnya juga mendapat pendidikan mengenai nilai-nilai moral. Orangtua mempunyai tugas sangat berat untuk membentuk anak-anak yang sungguh memiliki integritas moral. Untuk itu dalam keluaga, anak-anak dibiasakan belajar membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hal ini tentunya dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan pemikiran dan pemahaman anak. Lowrence Kohlberg mengelompokkan tingkat-tingkat perkembangan moral anak antara lain: tingkat prakonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat pasca konvensional. Berkaitan dengan pendidikan moral dan kesusilaan, orangtua harus menanamkan nilai-nilai luhur, penghormatan terhadap nilai-nilai kehidupan, penghargaan terhadap sesama manusia yang dimulai dalam lingkup keluarga.
Keluarga juga menjadi tempat pertama dan utama dalam pendidikan kesetiakawanan dan semangat sosial anak. Bagaimana orangtua menciptakan iklim yang kondusif yang memungkinkan anak dapat saling berbagi dengan sesamanya, mau memperhatikan kebutuhan orang lain, menumbuhkan semangat mau saling membantu dan melayani, semangat rela berkorban, dan mau saling menghargai.
Orangtua juga memiliki tugas dan tanggung jawab utama dan pertama dalam menyelengarakan pendidikan seksualitas, cinta, dan kemurnian. Pendidikan seksualitas tentunya harus diberikan secara bertahap dan proporsional. Sekarang, bukan zamannya lagi menganggap seks sebagai barang tabu. Pendidikan seksualitas ini sangat penting untuk membantu pertumbuhan anak. Bagaimana orangtua memberi penjelasan tentang perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang dialami oleh putra-putrinya.

7.3 Terlibat dalam misi perwartaan
Keluarga Katolik juga mempunyai tugas untuk berpartisipasi dalam misi pewartaan Gereja yang diterima dari Yesus Kristus, yaitu misi kenabian, keimanan, dan rajawi, melalui penghayatan cinta kasih dalam seluruh perjalanan hidup mereka membangun keluarga yang dijiwai oleh semangat pelayanan, pengor¬banan, kesetiaan, pengabdian, membagikan kekayaan rohani yang telah mereka terima dalam Sakramen Perkawinan sebagai cerminan dari cinta Yesus Kristus kepada Gereja-Nya (FC 50).

7.4 Terlibat aktif dalam hidup bermasyarakat
Dalam bidang kemasyarakatan, otangtua mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kepada anak-anak dimensi sosial manusia. Anak dididik untuk memiliki jiwa dan semangat solider, setia kawan, semangat berkorban, dan sehati sejiwa dengan mereka yang berkekurangan. Pendidikan dimulai dalam keluar¬ga. Anak dididik dan dilatih untuk mau membagi apa yang dimiliki. Keluarga Katolik dipanggil untuk terlibat aktif dalam membangun persaudaraan sejati (koinonia) yang didasari cinta, keadilan, dan kebenaran.

8. Hak dan kewajiban suami-istri dan orangtua
Suami-istri memiliki kewajiban dan hak yang sarna mengenai hal-hal yang menyangkut persekutuan hidup pernikahan (Kanon 1135). Sebagai orangtua, mereka memiliki kewajiban besar, dengan sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial, kultural, moral, maupun religius (Kanon 1136).

Hak-hak Dasar Keluarga:
Keluarga sebagai sel dasar masyarakat dan menjadi prasyarat adanya masyarakat. Oleh karena itu, keluarga memiliki hak dasar untuk dilindungi keberadaannya oleh masyarakat/negara. Setiap keluarga memiliki hak untuk mengembangkan diri dan memajukan kesejahteraannya tanpa harus dihalangi oleh negara. Dalam hal-hal tertentu, keluarga memiliki hak pribadi.
Keluarga memiliki hak untuk hidup dan berkembang sebagai keluarga. Artinya setiap orang betapa pun miskinnya, berhak untuk membantu keluarga serta memiliki upaya-upaya yang memadai untuk menggunakannya.
Keluarga memiliki hak untuk melaksanakan tanggung jawabnya berkenaan dengan penyaluran kehidupan dan pendidikan anak-anak.
Keluarga memiliki hak untuk mendidik anak-anak sesuai dengan tradisi-tradisi keluarga sendiri, dengan nilai-nilai religius dan budayanya, dengan perlengkapan upaya-upaya serta lembaga-lembaga yang dibutuhkan.
Setiap keluarga yang miskin dan menderita memiliki hak untuk mendapat jaminan fisik, sosial, politik, dan ekonomi.
Di samping itu, orangtua juga berkewajiban memperhatikan dan menghormati martabat dan hak-hak anak. Sebenarnya sudah dengan sendirinya, martabat pribadi manusia dikenakan pada anak yang adalah manusia. Tetapi dalam kenyataan, sering kali martabat anak kurang diperhatikan, misalnya dalam sikap orangtua yang memperalat anak untuk tujuan, impian, dan obsesinya sendiri. Contohnya, memaksakan anak untuk berprestasi demi gengsi orangtua, sehingga anak merasa tertekan. Menghormati martabat anak dapat dikonkretkan dengan menghormati hak-hak asasi anak.

9. Tantangan Hidup Berkeluarga dan Solusinya
9.1 Tantangan
Tantangan dalam membangun keluarga pada zaman sekarang dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis tantangan, yakni: tantangan internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan tantangan internal adalah apa yang berkaitan dengan pribadi-pribadi pasutri, yakni menyangkut kedewasaan pasangan, baik secara intelektual, psikologis, emosional, spiritual, maupun moral. Yang termasuk tantangan eksternal dapat berupa keadaan masyarakat dunia dan intervensi pihak ketiga: mertua, saudara, PIL, dan WIL. Konkretnya, tantangan tersebut berupa:
Mentalitas materialistis: kehausan dan kerinduan untuk menumpuk kekayaan, uang, mengukur segalanya dengan materi, bahkan anak pun dianggap sebagai investasi, bukan sebagai buah kasih sayang. Relasi antar pasutri pun terpengaruh. ”Ada uang abang kusayang, tidak ada uang abang kutendang!”
Hedonisme: menjadikan kenikmatan sebagai tujuan segalanya. Hubungan seksual pun hanya dipahami sebatas pemuas nafsu seks, menjadikan pasangan (suami istri) sebagai objek pemuas insting dan dorongan seksual.
Konsumerisme: keinginan untuk mengonsumsi dipicu oleh kecanggihan teknologi periklanan yang begitu persuasif. Hal ini menjadi faktor pemicu masalah dalam hubungan keluarga.
Utilitarianisme: menilai sesuatu hanya berdasarkan segi kegunaannya, bahayanya kalau memperlakukan istri-suami hanya karena kegunaan dan fungsi.
Individualisme: mementingkan kepentingan dan kesenangannya sendiri, tidak peduli orang lain, tidak ada kerelaan untuk mengalah dan menyisihkan kepentingannya sendiri, untuk mendahulukan kepentingan bersama. Akibatnya, setiap unsur dalam keluarga diabaikan.
Relativisme moral: tidak ada nilai yang dianut dan diterima secara universal, semuanya serba relative, mengarah pada sikap permisif, semua serba boleh.
Kesibukan mengejar karier. Tugas dan tanggung jawab utama dalam keluarga diabaikan, rumah hanya dijadikan losmen. Dalam hal ini, pandangan tradisional tentang tugas dan panggilan luhur yang dimiliki setiap wanita sebagai ibu dan istri, tetap relevan, tanpa mengecualikan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan keagamaan.
Kesibukan antara suami-istri membawa dampak negatif dalam kehidupan keluarga. Komunikasi antara pasutri renggang. Komunikasi antara orang tua-anak renggang sehingga anak berbuat sesuatu yang aneh-aneh di luar rumah, sekolah, lingkungan. Misalnya, anak menjadi pecandu narkoba.
Ketidaksetiaan - penyelewengan - perselingkuhan baik itu dilakukan oleh pihak suami maupun oleh pihak istri (PIL dan WIL). Bagaimana sikap Anda dihadapkan pada ketidaksetiaan dan pengkhianatan pasangan Anda?

9.2 Solusi
Dalam usaha memelihara hidup bersama dalam keluarga, lebih-lebih dalam situasi sulit, mereka dianjurkan terus-menerus membangun sikap saling mengampuni, bukan sebaliknya. Usaha pemulihan hidup bersama harus terus diperjuangkan terlebih untuk mengatasi bahaya perceraian dalam hidup perkawinan, kasus perpisa¬han dalam pernikahan (lih. kanon 1151-1153).

Penutup
Untuk membangun satu kebersamaan hidup yang saling membahagiakan, perlu diperhatikan adanya kejujuran dan keterbukaan satu sama lain, menciptakan komunikasi yang mendalam, komunikasi sampai ke tingkat perasaan, saling mempercayai, semangat berkorban, kesediaan untuk mendengarkan satu sarna lain, pengosongan diri (bdk. Flp 2:5-11), kerendahan hati, kesetiaan, saling mengam¬puni, saling melayani (lihat perbuatan simbolik Yesus mencuci kaki para rasul), saling meneguhkan, dan saling menjaga nama baik.
Diusahakan adanya correctio fraterna (saling. memberi masukan dalam suasana persaudaraan) antara suami-istri dan anak-anak, lalu ditutup doa bersama sebagai sarana untuk membina hubungan antar pribadi dalam keluarga (bdk. Mat 18:15-¬20). Segala macam persoalan yang menyangkut kebijakan suami-istri dan keluarga harus dibicarakan bersama. Ada perencanaan bersama dan risiko atau keberhasilan ditanggung bersama. [P. Alfonsus Very Ara, Pr]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget