P. Bonifasius Simanullang, OFMCap

MINGGU BIASA A14: 
SEGALA KUASA DALAM NAMA YESUS
Za 9:9-10; Rm 8:9.11-13; Mt 11:25-30

Ulasan Bacaan:
Nabi Zakaria menubuatkan masa pemulihan bagi Yerusalem yang sempat dihukum Allah dengan pembuangan Babel. Masa pemulihan itu ditandai dengan munculnya seorang raja yang adil dan berbelas kasih kepada rakyatnya. Dalam permenungan orang-orang Kristen, nubuat Zakaria itu telah terpenuhi dalam diri Yesus, Mesias yang telah diutus Allah menjadi penguasa atas seluruh ciptaan. Yesus itu bukan seperti penguasa dan raja-raja yang muncul selama ini. Siapa saja yang datang kepada-Nya akan merasa terbebaskan dari segala beban dan kesesakan. Karena itu dengan murah hati Dia mengundang semua orang datang kepada-Nya. Yesus memiliki segala kuasa itu karena Allah Bapa sendiri telah menganugerahkannya kepada-Nya. Dan dalam bacaan kedua, ditegaskan oleh rasul Paulus melalui suratnya kepada Jemaat di Roma, segala yang dianugerahkan Allah Bapa kepada Yesus, Putera-Nya, akan dikaruniakan-Nya juga kepada orang yang percaya kepada Yesus itu. Semua itu dilaksanakan Allah melalui Roh-Nya, yang juga telah melaksanakan segalanya itu dalam diri Yesus. Maka di atas segalanya, setiap orang yang percaya kepada Yesus harus membiarkan dirinya dituntun oleh Roh Allah yang telah dianugerahkan ke dalam dirinya.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Setiap masa dan setiap daerah mempunyai kesulitannya sendiri. Dalam masa sekarang ini, di saat seluruh dunia dilanda oleh virus corona yang amat menakutkan itu, tidak gampang memaknai nubuat Zakaria dan undangan penuh kasih dari Injil Matius tadi. Bagaimana bisa merasakan enak dan ringannya ajakan Yesus itu di saat virus yang amat menakutkan itu sudah secara nyata hadir di tengah-tengah kita. Kita sungguh tidak diberi waktu untuk bersiap dan lari dari situasi ini. Kita tidak bisa menghindar. Segala relasi dan perangai kita mesti diobah sama sekali atas cara yang tak bisa kita prediksi sebelumnya. Justru di sinilah kita dituntut berani keluar dari zona aman yang telah kita ciptakan selama ini. Kita dipaksa bersandar kepada tindakan eksperimental, yang dengan maksud baik dicoba dianjurkan entah oleh pemimpin Gereja maupun oleh pemimpin pemerintahan dan lainnya. Di sinilah kesanggupan kita berharap dalam situasi yang paling buruk sekali pun diuji. Di sinilah kemampuan kita beriman di tantang. Masihkah kita berani mengandalkan Allh sementara situasi konkrit kita berada di ambang maut? Mampukah kita mengakui-Nya: Penyayang? Semoga!

MINGGU BIASA A15: 
MENJADI LAHAN SUBUR
Yes 55:10-11; Rm 8:18-23; Mt 13:1-23

Ulasan Bacaan:
Salah satu metode mengajar Yesus yang amat populer dalam Injil adalah perumpamaan. Dalam bacaan Injil hari ini diperdengarkan kepada kita perumpamaan Yesus tentang benih yang ditabur orang di ladangnya. Tentu saja tidak akan semua benih itu bertumbuh dengan baik; itu akan sangat tergantung pada keadaan tanah di mana benih itu ditanam. Yesus sendiri menerangkan makna perumpamaan itu. Benih itu melambangkan firman sedangkan tanah tempat menabur benih itu adalah setiap orang yang mendengar pewartaan tentang firman itu. Maka, sebagaimana dalam perumpamaan itu, ada benih yang gagal tetapi juga ada yang berhasil, demikian juga dalam pewartaan firman ada yang berhasil dan ada juga yang percuma begitu saja. Orang yang membuka hati untuk memelihara dengan mengamalkan firman yang didengarnya itu tentu saja akan menghasilkan buah. Tetapi orang yang mengabaikan firman itu tentu saja tidak akan menghasilkan buah apa-apa. Namun, sebagaimana telah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya, tak mungkinlah warta tentang firman itu akan sia-sia begitu saja. Allah sendiri yang membuatnya demikian. Memang tak mungkinlah Allah menciptakan kesia-siaan begitu saja di dunia ini.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Pewartaan tentang firman Allah tidak mungkin sia-sia begitu saja. Oleh karena itu, kita yang mendengar pewartaan itu harus berusaha agar firman itu berbuah dalam diri kita. Karena tentu saja hanya jika pewartaan itu berhasil dalam diri kita, kita akan ikut menikmati buahnya yang lezat dan menyelamatkan kita. Kita menjadi orang yang malang, jika sebenarnya kita ikut meneriam warta tentang Kerajaan Allah itu, tetapi kita sendiri tersingkir dan tak ikut di dalamnya. Betapa malang nasib kita jika kita hanya bisa menjadi penonton dalam kerajaan yang amat membahagiakan itu. Oleh karena itu, kita mesti mengusahakan agar kita bisa ikut menikmati bahagia yang tersedia di Kerajaan Allah yang diwartakan dalam firman yang disampaikan kepada kita itu. Memang dari usaha diri sendiri kita tidak akan mampu membuat diri kita berhasil, tetapi kita harus membiarkan diri dituntun oleh Roh Allah, sebagaimana disampaikan Rasul Paulus dalam bacaan kedua. Maka usaha yang paling baik ialah membuka hati bagi bisikan Roh Tuhan yang dicurahkan dalam diri kita masing-masing karena Roh itulah yang akan menuntun kita kepada kehendak Allah. Semoga!

MINGGU BIASA A16: 
KUASA YANG MEMELIHARA
Keb 12:13.16-19; Rm 8:26-27; Mt 13:24-43

Ulasan Bacaan:
Sifat Allah yang disebut dalam bacaan pertama ini luar biasa dan amat berbeda dengan sifat manusia yang biasanya makin berkuasa makin berbuat sewenang-wenang. Sifat Allah justru amat berbeda dari itu: justru karena Allah berkuasa untuk berbuat semau-Nya, Dia amat menyayangi umat manusia. Tujuan Allah ialah untuk memberi pelajaran berharga ini kepada manusia, yakni: orang benar harus sayang akan manusia. Dan justru dalam sikap seperti itulah pengharapan bertumbuh dalam diri manusia. Pengajaran kitab Kebijaksanaan ini menghantar tiga perumpamaan yang disampaikan dalam bacaan Injil: tentang lalang di antara gandum, tentang biji sesawi dan tentang ragi. Ketiganya menggambarkan kasih Allah yang memberikan pertumbuhan kepada manusia sampai dapat menghasilkan buah. Kebaikan Allah itu begitu mencolok, bahkan kepada lalang saja pun diberi pertumbuhan juga. Sedangkan biji sesawi menggambarkan betapa pun seseorang itu kelihatan kecil dan tanpa arti tetapi mampu juga menghasilkan buah yang besar, hal yang sama ditunjukkan oleh ragi: meskipun amat kecil tetapi dapat mengkhamiri seluruh adonan. Demikianlah juga Allah mampu menumbuhkan hal yang besar dari seorang hamba yang amat kecil dan hina.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Firman hari Minggu ini mengajak kita untuk percaya kepada Allah sekaligus mengikuti jalan-Nya dalam bersikap kepada kita, umat ciptaan-Nya. Kuasa yang Dia miliki justru dipakai bukan untuk menindas atau menekan manusia tetapi justru untuk memeliharanya. Kita cenderung memakai kuasa kita untuk menguasai dan berbuat semau gue terhadap yang lain. Kuasa kita cenderung dipakai untuk menundukkan orang lain kepada kita. Tetapi bukan demikian cara dan sikap Allah terhadap kita. Kuasanya justru dipakai untuk menghidupkan kita, memelihara serta menganyomi kita. Itulah kuasa yang sejati. Orang yang benar-benar hebat bukanlah yang mampu berbuat semau gue dan menindas orang lain. Untuk merusak tak perlu orang yang kuat dan berkuasa cukuplah orang bodoh. Sifat itu berlaku sampai sekarang dan selama-lamanya. Dan sifat seperti itulah yang mesti kita pelajari dan kita biasakan. Siapa pun yang bertemu dengan kita harus menjadi punya pengharapan hidup di dalam dirinya. Sebaliknya, jika dengan kehadiran kita orang menjadi kerdil dan tak mampu menghasilkan apa-apa berarti kita masih amat jauh dari maksud bacaan hari ini.

MINGGU BIASA A17: HIKMAT DI ATAS SEGALA-GALANYA
1Raj 3:5.7-12; Rm 8:28-30; Mt 13:44-52
Ulasan Bacaan:
Berdasarkan petunjuk dari bacaan pertama, tentang permintaan Salomo kepada Allah, kita boleh mengerti makna harta terpendam yang disebut Yesus dalam perumpamaan-Nya dalam bacaan Injil. Salomo dibenarkan oleh Allah atas permohonannya meminta hikmat menimbang perkara. Salomo tidak mementingkan harta kekayaan, nyawa musuhnya, tidak! Justru yang dia minta adalah hikmat menimbang perkara agar dia dapat menyejahterakan rakyat yang dipercayakan kepadanya. Dan ternyata Allah sangat senang atas permintaannya itu. Tuhan langsung mengabulkan permohonan yang sangat baik itu. Atas dasar itu, kita dapat mengerti apa kiranya yang dimaksud Yesus dengan harta terpendam dan mutiara yang amat berharga dalam perumpamaannya, yaitu kebijaksanaan hidup yang sangat dikehendaki oleh Allah. Orang berhikmat adalah orang yang senantiasa mengutamakan kehendak Allah. Dan tiada hal yang paling utama dari itu. Sebab satu-satunya yang membawa keselamatan dan kebahagiaan bagi manusia adalah kehendak Allah itu. Semua yang lain hanya membahagiakan manusia secara semu. Harta, popularitas dan sukses hanya secara semu membawa kegembiraan bagi manusia karena hal-hal itu akan sirna dan berlalu sebentar saja.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Takut akan Allah adalah permulaan dan sumber kebijaksanaan. Karena itu, dalam hidup harian, tidak ada yang paling utama dari takut akan Allah. Takut akan manusia hanya menimbulkan hikmat yang palsu karena tidak bertahan di saat tidak ada lagi orang yang mengawasi. Orang yang takut akan manusia hanya berbuat baik jika dilihat oleh manusia; selekas tidak ada orang yang melihat, segala perbuatan baiknya akan menghilang karena yang dipentingkan orang itu hanyalah penilaian manusia. Sebaliknya orang yang takut akan Allah akan tetap berbuat baik sebab Allah yang mengetahui segala-galanya tak mungkin dianggap tak melihat apa yang dibuat seseorang. Dengan kata lain, orang yang takut akan Tuhan akan selalu berbuat baik sebab Allah tak pernah tidak melihat apa yang dibuat oleh orang itu.  Dan karena itu, takut akan Allah itulah hikmat yang sejati. Tidak ada orang yang takut akan Allah yang berani berbuat jahat kepada sesamanya bahkan kepada segenap ciptaan sebab jika seorang mengasihi Allah pastilah dia juga mengasihi segala sesuatu yang diciptakan manusia, khususnya manusia yang adalah citra Allah sendiri. Semoga!