Juni 2020

P. Bonifasius Simanullang, OFMCap
MINGGU HR TRITUNGGAL MAHAKUDUS: KONSEKUENSI ALLAH PENCINTA
Kel 34:4b-6.8-9; 2Kor 13:11-13; Yoh 3:16-18

Ulasan Bacaan:
Yahweh adalah Allah yang penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Demikian penegasan Tuhan sendiri kepada Musa, yang memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Sifat “penyayang dan pengasih” serta “panjang sabar dan berlimpah kasih setia” merupakan sifat dasar dari Yahweh, Allah Israel. Akibat dari sifat itulah sehingga Allah mesti mengutus Putera-Nya ke dunia ini, demi menyelamatkan dunia yang telah jatuh dalam dosa. Dalam nama Yesus, Sang Putera, segenap ciptaan dikembalikan secara layak kepada Allah. Dan demi ciptaan yang telah dibarui itulah Allah mencurahkan Roh-Nya untuk melanjutkan karya yang telah dimulai oleh Sang Putera. Demikianlah, meskipun nama “tritunggal” belum muncul dalam PB, namun unsurnya sudah eksplisit disebut, sebagaimana kita dengar tadi dalam bacaan kedua, kutipan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus. Allah yang memberi diri demi keselamatan segenap ciptaan mewujud dalam diri Yesus Kristus, sang Putera Allah. Sedangkan kasih setia Allah yang berlimpah itu secara konkrit dianugerahkan kepada kita melalui Roh Kudus yang berkarya menuntun setiap orang percaya dalam peziarahannya menuju Allah.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Melalui Roh-Nya Allah tetap membimbing perjalanan setiap manusia menuju Allah di kehidupan abadi di surga. Karya Roh Allah itu paling nyata dalam pelayanan Gereja, tubuh mistik Putera Allah, yakni Yesus Kristus. Maka untuk mengalami pendampingan Roh Kudus itu secara nyata, orang mesti mempersatukan diri ke dalam persekutuan Jemaat Kristen. Hal itu terutama terwujud dalam pelayanan sakramental Gereja. Memang di luar pelayanan sakramental Gereja itu pun karya Roh Kudus bisa juga dialami, tetapi lebih bahkan hanya bersifat rohani saja, tidak bisa dirasakan secara konkrit sebagaimana kita alami dalam penerimaan sakramen-sakramen Gereja. Begitulah misteri Allah Tritunggal lebih-lebih dapat kita alami dalam perjalanan sebagai anggota Gereja dari pada kita mengerti secara akali melalui katekese dan khotbah. Memang hakekat Allah yang diwartakan Alkitab bukan untuk didiskusikan tetapi lebih-lebih untuk dirasakan dan dialami dalam perjalanan hidup. Tak seorang pun mampu menerangkan rahasia itu secara memadai selain dari berusaha merasakan dan mengalami-Nya dalam perjalan hidup yang konkrit. Semoga!


MINGGU HR TUBUH DAN DARAH KRISTUS: EKARISTI MANNA BARU
Ul 8:2-3.14b-16a; 1Kor 10:16-17; Yoh 6:51-59

Ulasan Bacaan:
Bacaan-bacaan pada hari raya ini menyadarkan kita akan satu hal: Allah berkuasa memelihara umat pilihan-Nya dalam pelbagai cara. Dalam bacaan pertama ditunjukkan bagaimana Allah memelihara bangsa Israel selama empat puluh tahun mengembara di padang gurun dengan makan manna. Manna itu, yang dalam pemberontakan mereka terhadap Musa dinamai bangsa Israel sebagai makanan hambar yang tak punya rasa, adalah wujud pemeliharaan Allah terhadap umat-Nya. Entah hambar atau tidak, mereka tidak akan tiba di tanah terjanji jika tidak bersedia makan manna itu. Pada bacaan kedua disebut “manna” baru, yakni Tubuh Yesus Kristus sendiri, yang diserahkan kepada para rasul dan segenap orang percaya, sebagai makanan yang bukan saja mengenyangkan melainkan juga menyatukan. Semua yang ikut serta dalam perjamuan Tuhan dipersatukan oleh satu Roti yang mereka sambut, yakni Tubuh Tuhan sendiri. Dalam bacaan Injil ditegaskan bahwa makanan sejati adalah tubuh Tuhan sendiri. Para pendengar terkejut atas kata-kata Tuhan itu. Namun Yesus makin kuat menegaskan: “Jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darahNya, kamu tidak mempunyai hidup dalam dirimu.”

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Sebagaimana bangsa Israel harus makan manna agar bisa tiba di tanah Terjanji, demikian pun semua orang yang dalam nama Yesus ada dalam peziarahan menuju Allah Bapa harus bersedia makan Tubuh dan minum Darah Tuhan. Karena itu, kita warga Gereja (Katolik) tidak boleh melalaikan penyambutan roti Ekaristi ini, sebagaimana kita tidak boleh melalaikan santap sekurang-kurangnya tiga kali sehari: sarapan – siang – malam; tentu saja, tanpa mengabaikan makna dan tuntutan Ekaristi itu, yakni bersatu dengan Yesus dalam perjalanan hidup sehari-hari. Sambut Ekaristi kita tidak bermakna jika perilaku hidup kita tidak sesuai dengan persatuan kita dengan Yesus. Yesus tidak pernah mengarahkan orang kepada suatu kesalehan palsu, yakni membangun kesalehan tanpa disertai dengan kepedulian terhadap dunia sekitar dalam bentuk perbuatan-perbuatan baik demi pembangunan hidup bersama. Itu berarti, sembah bakti yang benar kepada Allah terwujud dalam perbuatan-perbuatan baik kepada sesama. Allah yang tak dilihat harus dikasihi dan dihormati dalam diri orang lain bahkan dalam diri segenap ciptaan.


MINGGU BIASA A12: TAKUT AKAN ALLAH
Yer 20:10-13; Rm 5:12-15; Mt 10:26-33

Ulasan Bacaan:
Nabi Yeremia mengungkapkan pergumulan batinnya berhadapan dengan orang-orang fasik. Di satu pihak orang-orang fasik itu seolah-olah tidak terganggu sedikit pun dengan kefasikan mereka karena itu mereka senang saja berada dalam kefasikan mereka bahkan dengan itu memperolok-olokkan orang-orang benar sebagai bodoh dan tanpa arti memelihara hidup benar di hadapan Allah. Dengan itu tentu saja orang-orang benar bisa terbawa arus perbuatan mereka dan tergoda mengikuti jalan hidup orang-orang fasik itu dan meninggalkan jalan yang benar. Di pihak lain, Yeremia sangat yakin bahwa sukacita dan kegembiraan orang-orang fasik itu sungguh semu belaka. Sejatinya mereka tidak bahagia dan senang dalam keadaan itu sebab sesungguhnya mereka tinggal menunggu waktu pembinasaan mereka. Karena itu sungguh benarlah penegasan Injil bahwa orang-orang fasik itu tak perlu ditakuti. Meskipun nampaknya mereka seolah-olah berkuasa, karena tak tersentuh oleh hukuman dari Allah, tetapi sejatinya mereka tinggal menanti saat pembinasaannya saja. Allahlah yang sungguh berkuasa, baik atas manusia secara pribadi-pribadi pun atas segenap ciptaan. Karena itu, Dia dan hanya Dia sajalah yang perlu ditakuti.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Orang zaman ini lebih takut kepada manusia dari pada kepada Allah. Akibatnya kejahatan dan keburukan tetap merajalela meskipun orang saleh dan religius. Sejauh tak ketahuan kepada publik orang tak segan-segan melaksanakan dosa, baik dosa moral yang lebih kena kepada aspek privacy maupun dosa kriminal yang merugikan banyak orang secara fisik dan ekonomis. Seharusnya orang membangun rasa takut kepada Allah sehingga Allah yang tak kelihatan itu benar-benar mengontrol sikap dan perangai orang. Allah hadir di mana-mana walaupun tak bisa dilihat mata. Atas keyakinan itu orang merasa diawasi Allah terus-menerus sebab tak sepotong tempat pun di dunia ini yang luput dari kehadiran dan pantauan Allah. Dengan demikian orang akan enggan berbuat sesuatu yang melawan hukum. Sebaliknya jika orang hanya takut kepada manusia, sejauh dilihat orang, dia akan berbuar baik-baik saja. Tetapi begitu luput dari perhatian orang lain, orang itu tak peduli lagi atas tindakan apa saja yang hendak dibuatnya. Itu sebabnya seorang nabi lebih sulit diterima di tempatnya sendiri dari pada di tempat lain. Amin.


MINGGU BIASA A13: IDENTIFIKASI DIRI ILAHI
2Raj 4:8-11.14-16a; Rm 6:3-4.8-11; Mt 10:37-42

Ulasan Bacaan:
Dalam ketiga bacaan hari Minggu ini kita dapat melihat identifikasi diri ilahi dalam diri para utusan-Nya, bahkan dalam diri orang-orang kecil dan terpinggirkan. Dalam kisah nabi Elisa pada bacaan pertama ditunjukkan bahwa sang nabi bertindak layaknya seperti Allah yang penuh kuasa menjanjikan sesuatu di masa depan. Dan memang apa yang dikatakannya itu terjadi. Ternyata dalam diri Elisa terjadi identifikasi diri Allah. Dalam bacaan kedua dinyatakan kesatuan orang-orang terbaptis dengan Yesus. Baptis itu dimengerti sebagai mati bersama Kristus dan kemudian bangkit juga bersama Dia. Demikianlah hidup orang-orang terbaptis diidentikkan dengan hidup Kristus sesudah kebangkitan. Dengan kata lain, hidup seorang terbaptis tidak begitu saja lagi sama dengan hidup orang kebanyakan. Hidup orang terbaptis harus mempunyai kualitas hidup Yesus sesudah kebangkitan. Dalam Injil, Yesus mengidentifikasi diri dengan orang-orang kecil dan menderita, tetapi sekaligus juga sebagai yang pantas dikasihi di atas segala-galanya. Maka untuk melayani Yesus, orang harus mewujudkannya dengan melayani orang-orang kecil dan menderita itu. Dan kasih kepada Dia harus melebihi kasih kita kepada orangtua sekalipun.

Pengenaan Untuk Hidup Sekarang:
Mencintai Allah tidak bisa teoretis. Cinta kepada Allah harus terwujud secara konkrit dengan mencintai orang-orang kecil dan terpinggirkan. Rupanya relasi dengan Allah tidak terutama dipelihara dengan kesalehan dan kultus melainkan dengan perbuatan baik dan pelayanan kepada sesama. Bahkan kalau orang mau mencintai Allah secara penuh, dia harus berani menyangkal diri dan menceburkan diri dalam pelayanan kepada sesama, khususnya orang-orang yang kecil dan tak berdaya. Oleh karena itu, cinta kepada Allah tak pernah bertentangan dengan kesejahteraan umat manusia. Kerukunan hidup bersama tidak pernah boleh dirusak atas dasar cinta kepada Allah. Kekerasan dan penindasan terhadap yang lain tak pernah boleh dibenarkan atas dasar cinta kepada Allah. Sembah dan taqwa yang benar kepada Allah tak pernah merugikan kerukunan hidup bersama, karena Allah sendiri menghendaki manusia hidup rukun dengan sesamanya dalam persaudaraan yang harmonis. Karena itu amat kelirulah menyerang dan merusak orang atau kelompok lain atas dasar “berjuang di jalan Allah”. Mohon buang pikiran jahat itu. Semoga!


MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget