|
Kaum berjubah dari Paroki St. Fransiskus Asisi Pangaribuan berfoto bersama seusai Perayaan Ekaristi |
Berjalan bersama Kaum Berjubah Paroki St. Fransiskus Asisi Pangaribuan merupakan perjalanan yang sungguh mendatangkan sukacita dalam panggilan.
Dalam suratnya kepada para seminaris dan novis, Paus Fransiskus mengajak kaum berjubah untuk menyadari betapa indahnya panggilan Tuhan. “Kita orang yang terpanggil secara khusus, dengan cara hidup yang khusus, hendaknya mengikuti Yesus dengan bangga sembari membagikan kegembiraan, karena menerima anugerah panggilan khusus dalam tugas pengabdian, sambil mengajak orang lain mengikuti panggilan-Nya”.
Kaum berjubah adalah orang-orang terberkati karena Allah mengaruniakan Roh-Nya kepada mereka, sehingga mereka disebut sebagai rohaniawan/ti.
Sebagai seorang rohaniawan/ti, mereka hendaknya selalu sadar bahwa “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh karena Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin… (Luk 4:18).
Foto bersama Kaum berjubah dari Paroki St Fransiskus Asisi di depan Aula St. Albertus Pangaribuan
Jubah sebagai busana Rohani adalah pakaian atau busana khas orang-orang yang Roh Tuhan ada pada mereka. Busana Rohani yang sekaligus menjadi simbol penghiburan Allah atas perjalanan dan perjuangan panjang hidup mereka. Kegembiraan ini adalah kekuatan yang membantu kaum berjubah untuk tetap setia dalam menapaki panggilan sesuai dengan semangat atau spiritualitasnya masing-masing.
Kegembiraan di sini adalah kegembiraan salib. Kaum berjubah dipanggil oleh Yesus untuk secara lebih dekat, tinggal bersama dengan Dia (manete in me) tinggallah pada-Ku. Tinggallah bersama Aku, berarti sebuah ajakan atau bahkan perintah untuk menjaga kesadaran sebagai anak Allah, selain mengacu pada situasi bahwa seseorang sudah menemukan tempat yang paling tepat baginya, yaitu bersama dengan Yesus. Dengan demikian Kaum Berjubah adalah orang-orang yang juga telah menemukan tempat yang permanen dalam hidupnya, telah selesai dalam masa pencarian identitas diri, yaitu tinggal bersama dengan Yesus. Asumsinya adalah mencintai Yesus sampai sehabis-habisnya, sebab kegembiraan yang ditawarkan oleh Yesus adalah kegembiraan salib, tinggal bersama dengan Yesus yang tersalib. Salib inilah yang akan mendampingi perjalanan kehidupan kaum berjubah dalam menyelesaikan segala tugas dan tanggungjawab serta menghadapi berbagi konflik yang mungkin terjadi. Kesadaran akan salib dan kerelaan untuk memikulnya adalah hakekat perjuangan seorang kaum berjubah. Kaum berjubah yang hidup tanpa perjuangan salib dengan demikian bukanlah rohaniawan/ti sejati.
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada bulan September 2024 mengingatkan seluruh kaum berjubah dan umat beriman untuk hidup dalam sukacita iman, sukacita dalam persaudaraan dan berbelarasa (faith, fraternity, and compassion), semua itu digeluti dalam spiritualitas kesederhanaan. Kardinal Suharyo mengatakan bahwa inti iman yang sejati adalah persaudaraan dan makna bersaudara adalah bisa berbela rasa, yaitu sikap untuk mau berpihak dan merasakan penderitaan yang sama. Khusus untuk kaum berjubah, diingatkan untuk senantiasa memelihara nilai-nilai persaudaraan yang oleh karena perkembangan teknologi mulai memudar. Perlu disadari secara khusus dalam komunitas-komunitas kaum berjubah akan pentingnya persaudaraan yang nyata, bukan persaudaraan yang maya. Sebab dalam persaudaraan yang nyata, ada sukacita yang nyata pula. Oleh karena itu, hendaknya perjumpaan di dunia maya tidak mengalahkan perjumpaan kaum berjubah dalam dunia nyata. Adalah sangat baik apabila kaum berjubah mengambil waktu yang tampan untuk memberi diri dalam acara-acara kebersamaa, saling berbagi pengalaman iman, bercanda-gurau, sharing panggilan, saling menopang dan menguatkan satu sama lain, sehingga dinamika kehidupannya menjadi lebih indah.
Sinode III Keuskupan Sibolga, mengajak seluruh umat beriman termasuk kaum berjubah untuk “berakar dalam iman, bertumbuh dalam Persekutuan, dan berbuah dalam kesaksian.” Terlepas dari tujuan umum sinode III Keuskupan Sibolga tersebut, adalah baik jika secara khusus kaum berjubah mengambil makna tersendiri atas motto itu. Kaum berjubah perlu mengaktualisasikan cara hidup mereka dengan membuka diri terhadap perkembangan zaman (mengkontekstualisasikan cara hidup kaum berjubah), dengan tetap memperhatikan ciri khasnya yaitu persekutuan dalam persaudaraan. Merawat persaudaraan itu sebaik mungkin, sehingga berbuah melimpah dalam perbuatan baik. Kaum berjubah bertumbuh dan berbuah di tengah arus dan tantangan jaman, menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.
Tidak dipungkiri bahwa ada banyak tantangan, cobaan dan godaan baik dari dalam maupun dari luar, yang mencoba merongrong dan mendiskreditkan kehidupan kaum berjubah, bahkan ada yang mengalami kegersangan hidup bagaikan di padang gurun dan kehilangan orientasi hingga memutuskan untuk memilih jalan lain. Merasa sepi sendirian dalam keramaian, dikucilkan, difitnah, dicemooh, sampai merasa tidak ada pegangan hidup, merasa dunia hampa dan kosong. Itulah adalah jalan salib, di mana setiap orang diajak untuk menikmati derita salib dalam panggilan dengan pasrah kepada Allah. Adalah keprihatinan bersama jika ada kaum berjubah yang mangalami pergulatan batin seperti ini sebagaimana diajarkan oleh cara hidup jemaat perdana di mana “mereka bertekun dalam pengajaran para rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (Kis. 2:42).
|
Kaum berjubah dari Paroki St Fransiskus Asisi Pangaribuan sedang mengadakan pengukuhan pengurus di Pantai Kapusin |
Kaum berjubah Paroki St. Fransiskus Asisi Pangaribuan merupakan salah satu wadah di mana anugerah penggilan khusus dihadirkan dalam semangat persaudaraan antar putra/i paroki. Lewat wadah ini kaum berjubah merawat persaudaraan dalam sukacita Injil antar ordo dan atau kongregasi, saling mengenal dan menguatkan, solider, dan bersama-sama mensyukuri rahmat panggilan khusus sebagai kaum berjubah. Selain itu, dalam kasih persaudaraan kaum berjubah membagi sukacita bersama umat beriman dalam aksi panggilan, serta memberi apresiasi kepada orangtua dan keluarga. Berjalan bersama Kaum Berjubah Paroki St. Fransiskus Asisi Pangaribuan dalam Persaudaraan yang Nyata dan bukan Maya.
(Ditulis oleh RD. Rohendi S.M. Marpaung)