Mengenang Mgr. Ludovicus Simanullang OFM Cap

(P. Charles Sebastian Sihombing OFM Cap)

Banyak orang, secara khusus umat Keuskupan Sibolga merasa tersentak mendengar berita berpulangnya bapak uskup tecinta Mgr. Ludovicus Simanullang OFM Cap, pada dinihari pukul 04.30 WIB, hari kamis tanggal 20 September 2018 yang lalu. Penggembalaan Gereja Katolik yang dimulainya dari tahun 2007 di Keuskupan Sibolga (KS) terasa sangat singkat.  Namun rentang waktu 11 tahun itu telah berisi banyak perobahan dan pembaharuan dalam cara hidup menggereja dan berpastoral di KS. Dua Sinode yang terselenggara pada tahun 2009 dan 2015 merupakan langkah besar yang diprakarsai oleh bapak uskup kita ini.

USKUP PENDAMAI ITU TELAH PERGI.

Lucius Pardame Simanullang adalah nama yang melekat dalam diri Mgr. Ludovicus sejak kelahirannya. Pardame berarti pendamai: orang yang suka damai, orang yang memiliki damai, orang yang membawa dan mengusahakan perdamaian. Muatan damai sungguh nampak sepanjang kehidupan bapak uskup kita  ini. Beliau jauh dari sifat kasar; sifat yang lebih menonjol dalam pembawaan diri sehari-hari adalah sifat lemah-lembut, halus, penuh hormat dan damai. Hingga di akhir hidupnya, juga sebagai pemegang tampuk penggembalaan di keuskupan, sifat pendamai itu tetap sangat kental.

CRUX SPES UNICA.

Salib Harapan Satu-satunya. Motto pelayanan episkopal yang dipilih oleh bapak uskup ini juga menunjukkan nuansa sifat penggembalaannya. Jalan untuk menggembalakan umat KS tidak selalu mulus dan lancar. Keuskupan yang dipisahkan dalam dua wilayah besar: Tapanuli dan Kepulauan Nias tidak hanya menunjuk pada penyeberangan samudera yang terkadang mempunyai tingkat kesulitan tersendiri, tetapi juga menyangkut bahasa, budaya dan bahkan pencapaian stasi-stasi yang membutuhkan kesiapan fisik dan mental khusus,  seperti saat harus berjalan kaki turun-naik gunung dan lembah di tengah hujan dan panas atau naik kapal yang terkadang diterpa badai, gelombang dan dihempas di antara kekuatiran dan kepasrahan.

Salib itu melekat dalam diri dan kehidupan bapak uskup kita, baik berupa beban psikologis dalam perjuangan mengembangkan hidup keagamaan umat, hingga kepada derita fisik  yang kadang dan bahkan sampai akhirnya membawa beliau menghadap kepada Bapa di surga. Tetapi salib tetap dia panggul setiap hari dalam kesetiaan mengikuti tapak Sang Gembala Utama. Dalam salib itu terugkap kasih yang terbesar; berkorban demi sahabat-sahabatnya. Dengan cara itu pula sebagai gembala dia menuntun kawanannya ke padang rumput yang hijau, kepada kehidupan.

HIDUP INI ADALAH KESEMPATAN. HIDUP INI HARUS JADI BERKAT. 

Seiring dengan viralnya lagu pop rohani ini, bapak uskup memilih menyanyikannya dalam banyak kesempatan di akhir tahun hidupnya. Lagu ini pula yang dipilih oleh paling banyak rombongan yang datang melayat selama jenazah beliau disemayamkan di gereja Katedral Sibolga. Umur 63 tahun, penggembalaan sebagai uskup selama 11 tahun, bukanlah jumlah waktu yang terlalu lama, bahkan terkesan singkat; namun sudah beliau isi dengan pelayanan yang sangat berharga dan sudah menjadi berkat.

Gereja Katolik secara khusus Gereja KS memasrahkan seorang putera terbaiknya mengakhiri peziarahan hidup dan pelayanannya di dunia ini. Kita dipanggil melanjutkan  karya dan pelayanannya. Tanda kasih yang dapat kita nyatakan terhadap uskup kita tercinta adalah komitmen tetap menghidupkan dia di hati kita, dengan segala teladan, harapan serta cita-citanya demi pengembangan Gereja katolik di keuskupan ini.  RIP.

***
21:23

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget