Renungan Minggu Biasa XXVIII, 12 Oktober 2025 Orang Asing mampu Menangkap Misteri Allah dalam Diri Yesus (Romo Very Ara) 2 Raja 5:14-17 Mazmur 98:1.2-3b.3c;4 2 Tomoteus 2:8-13 Lukas 17,11-17
Minggu Biasa XXVIII, 12 Oktober 2025
Orang Asing mampu Menangkap Misteri Allah
dalam Diri Yesus
2 Raja 5:14-17
Mazmur 98:1.2-3b.3c;4
2 Tomoteus 2:8-13
Lukas 17,11-17
Adalah
Brigid, seorang Nyonya mudah berkebangsaan Irlandia. Dia merasa hidupnya tidak
bermakna; dia merana, merasa hampa karena tidak pernah menemukan dan merasakan
kehadiran Allah di sepanjang hidupnya. Padahal, dia memiliki seorang suami dan
tiga orang anak yang sangat membanggakan serta hidup berkelimpahan harta, cinta
dan kasih saying.
Pada
suatu hari, dia berbagi cerita dengan sahabatnya, seorang nyoya tua yang
kebetulan datang untuk mengujunginya. Setelah mendengar kisahnya, nyonya tua
itu berkata, “Brigid, berdoalah kepada Allah. Panjatkan permohonan kepada-Nya
agar Dia datang dan menjamahmu. Yakinlah, Dia akan menumpangkan tangan-Nya atas
dirimu”.
Brigid
menutup matanya dan berdoa. Beberapa saat kemudian, dia merasakan adanya
sentuhan tangan nan lembut dan hangat di bahunya. Dia pun berkata kegirangan,
“Allah sedang menyentuh bahu saya. Saya sungguh merasakan kehadiran-Nya saat
ini”. Dia semakin memecamkan mata dan dalam keheningan dia merasakan sentuhan
itu. Seketika itu juga, dia merasakan keanehan dan berkata, “Rasanya seperti
tanganmu yang menyentuh pundak saya!
Nyonya
tua itu berkata kepadanya, “Pasti .... ini adalah tangan saya. Menurutmu,
apakah yang seharusnya dilakukan Allah untuk memenuhi impian dan harapanmu? Apakah
engkau berpikir bahwa Allah akan mengulurkan sebuah tangan yang panjang dari
Surga untuk menyentuhmu? Allah hanya memanfaatkan tangan sesama yang terdekat
denganmu: tangan suamimu, tangan anak-anakmu dan tangan siapa pun saja yang
berada bersamamu. Allah menggunakan tangan itu untuk menjamahmu”.
*****************************
Allah selalu hadir dan bertindak dengan cara-Nya dalam kehidupan kita.
Allah hadir untuk menyelenggarakan kehidupan kita: Allah menghibur, meneguhkan,
menguatkan, menyembuhkan, membahagiakan dan menyelamatkan kita. Namun, kita
kerap buta untuk menangkap tanda kehadiran-Nya melalui sapaan sesama yang
menguatkan, melalui tangan-tangan yang tulus untuk memberikan pertolongan;
melalui tatapan hangat yang menyembuhkan serta melalui teguran, senyuman dan
tawa yang menghibur serta melalui sentuhan tangan sesama sebagaimana sentuhan
tangan ibu tua ke pundak Brigid.
********************************
Allah menyentuh Brigid melalui tangan seorang Nyonya Tua, sahabatnya.
Namun, tangan yang terulur penuh kasih dan menyembuhkan kesepuluh orang kusta
adalah tangan Allah sendiri, bukan tangan pengantara yang diutus-Nya.
Sayangnya, terhadap uluran tangan kasih Allah yang menyembuhkan ini terdapat
perbedaan sikap antara kesembilan orang kusta berkebangsaan Yahudi dan seorang
kusta yang berkebangsaan asing/Samaria.
Orang Kusta Yahudi
Setelah disembuhkan oleh Yesus, kesembilan orang kusta yang berkebangsaan
Yahudi bergerak menuju Yerusalem untuk menjumpai para imam dan memuliakan Allah
di Bait Kudus sesuai dengan Hukum Yahudi. Sikap kesembilan orang kusta
berkebangsaan Yahudi yang menyembah dan mengucapkan syukur kepada Allah atas
kesembuhan mereka di Bait Kudus tidaklah salah. Namun, dengan bergerak ke Bait
Kudus Allah di Yesusalem terungkap sikap dasar mereka yang sesungguhnya,
seperti sikap kaum sebangsanya sendiri, yaitu mereka tidak menangkap dan tidak
menerima misteri kehadiran Allah dalam diri Yesus.
o
Mereka percaya bahwa Yesus memiliki daya Ilahi yang
mampu menyembuhkan mereka.
o
Mereka percaya bahwa Yesus hanyanya seorang nabi,
utusan Allah, seperti para nabi lainnya.
o
Dan seperti orang Yahudi lainnya, mereka tidak
percaya bahwa Yesus adalah Allah, Sang Mesias-Pembebas/Penyelamat yang mereka
nantikan.
o
Mereka tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah yang
menjelma menjadi manusia, hadir dan tinggal bersama manusia.
Apabila mereka menerima dan mengakui bahwa Allah hadir dalam diri Yesus,
maka mereka tidak seharusnya bergerak menuju Yerusalem untuk memuliakan Allah,
tetapi datang dan menjumpai Yesus, bersujud dan beryukur kepada-Nya sebab Bait
Allah yang hidup dan Allah yang hidup adalah Yesus sendiri. Allah hadir dalam
diri Yesus, Putera-Nya yang menjelma menjadi manusia demi keselamatan dan
kebahagiaan manusia sendiri.
Orang Kusta Samaria
Berbeda dengan sikap kesembilan orang kusta Yahudi, orang kusta yang
berasal dari Samaria, yaitu orang asing/kafir/orang yang tidak masuk dalam
jalur keselamatan justru menangkap misteri kehadiran Allah dalam diri Yesus.
Karena itu, dia tersungkur, bersujud-menyembah di hadapan Yesus, memuliakan
Allah di hadapan-Nya serta bersyukur kepada-Nya. Sikap sujud sembah yang
dilakukan orang kusta Samaria ini mengungkapkan kedalaman isi imannya kepada
Yesus: dia memandang Yesus sebagai Pribadi Ilahi. Yesus adalah Allah yang hadir
dan bertindak di dalam kehidupannya dan kehidupan semua umat manusia.
Kita pasti bertanya, “Mengapa justru orang kusta yang berkebangsaan
Samaria: orang asing, orang kafir dan tidak beriman inilah yang mampu
menangkap, memahami dan mengakui bahwa Yesus adalah utusan Allah dan Allah
sendiri yang hidup di bumi fana ini?
Jawabannya jelas:
Orang kusta Samaria sangat yakin bahwa manusia biasa tidak akan pernah
mampu menyembuhkan penyakit mematikan ini, selain Allah sendiri. Karena itu,
dia percaya bahwa Yesus yang menyembuhkannya bukanlah manusia biasa, melainkan
Allah. Alasan inilah yang menggerakan pikiran dan hatinya untuk datang bersujud
menyembah serta mengucapkan syukur kepada Yesus. Dia bersyukur karena sentuhan
kasih Yesus yang menyembuhkan. Akibatnya, setelah mengalami penyembuhan,
imannya berkembang menjadi lebih mendalam daripada imannya sebelum disembuhkan.
Berkat imannya, dia tidak hanya disembuhkan, tetapi juga diselamatkan. Inilah
inti dari ajaran kisah ini: Manusia diselamatkan oleh iman dan perbuatannya,
tanpa membedakan rasnya.
Sebaliknya, kesembilan orang kusta yang berkebangsaan Yahudi tidak mampu
menangkap misteri Allah dalam diri Yesus dan tidak mengakui kehadiran-Nya
sebagai Mesias, Sang Penyelamat karena mereka terkungkung dalam alam pikiran,
keyakinan dan kepastian mereka sendiri. Mereka menjadi pribadi yang picik,
kerdil karena lebih percaya pada kepastian-kepastian yang lahir dari isi otak
mereka sendiri. Akibatnya, setelah mengalami penyembuhan, iman mereka justru
tidak berkembang karena iman mereka terkungkung pemikiran, kepastian dan
pelaksanaan hukum yang mereka yakini. Mereka yakin bahwa mereka akan mengalami
keselamatan dengan kekuatan mereka sendiri, yaitu berkat kesetiaan mereka
menjalankan hukum Allah, tanpa membiarkan Allah hidup dan bertindak di dalam
diri mereka. Mereka tidak menerima bahwa sesungguhnya Allah hadir dalam diri
Yesus. Akibatnya, mereka tidak bersyukur dan menyerahkan diri kepada-Nya.
Di mata Yesus, orang asing, orang kafir justru jauh lebih bernilai, lebih
beriman daripada ratusan ribu orang Yahudi yang mengenal Firman Allah, namun
tidak mampu menangkap dan menanggapi Firman Allah dalam kehidupan mereka.
Yesus lemah lembut dan murah
hati kepada semua orang. Namun, Dia lebih lemah lembut dan murah hati kepada
siapa pun saja yang mengakui kekuatan Allah di dalam diri-Nya. Beriman
kepada-Nya tidak berkembang otomatis hanya dengan melihat mukjizat, tetapi
terbuka untuk berjumpa, membuka hati dan pikiran serta menerima kehadiran-Nya
sebagai Allah yang hidup. Apabila kita terkungkung pada pikiran, keyakinan dan
kepastian-kepastian pribadi kita…kita tidak akan pernah mampu menangkap,
memahami dan menerima kehadiran-Nya dalam kehidupan kita, terutama dalam cinta
dan perhatian sesama. Kita tidak akan pernah yakin bahwa Wajah dan Tangan Allah
Yang Mahakudus nyata dalam wajah dan tangan sesama yang selalu mengulurkan
tangan cinta, perhatian dan kasih sayang kepada kita melalui teguran yang penuh
cinta dan tindakan yang penuh kasih. Kita akan menjadi pribadi yang picik dan
kerdil dalam kehidupan.
Buona Domenica..
Selamat Bermenung...
Salam Kasih...
Dio Ti Benedica...
Alfonsus Very Ara, Pr