2025

 

 

Pengenangan Arwah Semua Orang Beriman, 2 November 2025

Hidup Dalam Kasih dan Dunia Kebangkitan

2 Makabe 12:43-46

Mazmur 143:1-2,5-6,7ab,8ab,10

1 Korintus 15:20-24a, 25-28

Yohanes 6:37-40

**************************

Dokter W.S. Mitchell adalah seorang ahli penyakit syaraf. Dia baru menyelesaikan pekerjaan yang melelahkan sepanjang hari di kantornya, di pinggiran Philadelphia. Dia pulang ke rumahnya dan langsung tertidur lelap. Di tengah malam, tiba-tiba, dia dibangunkan oleh bunyi ketukan di pintunya.

Dia bangun dan segera menuruni anak tangga. Dia membuka pintu rumahnya dan menemukan seorang gadis kecil berpakaian dekil dan sangat menderita berdiri di depan pintu. Gadis kecil ini memohon dengan sangat kepada Dr. Mistchell untuk datang bersamanya ke rumah ibunya yang sedang dalam keadaan sekarat. Walaupun salju turun dengan lebatnya, Dr. Mitchell mengikuti gadis kecil itu ke rumahnya.

Setibanya di rumah gadis kecil itu, Dr. Mitchell menemukan ibu dari gadis kecil itu terbaring lemah karena menderita sakit bhroncithis pneumonia yang akut. Dr. Mitchell merawat ibu ini. Dia memberikan obat kepadanya sambil memuji kebesaran cinta dari putrinya yang masih kecil.

Ibu dari gadis kecil itu memandang Dr. Michell penuh keheranan dan berkata, “Putri kecilku baru meninggal sebulan yang lalu. Sepatu dan pakaiannya masih ada di lemari pakaian itu”.

Dr. Mitchell terperanjat dan kebingungan. Dia bergerak menuju lemari pakaian dan membukanya. Dia menemukan pakaian yang dikenakan gadis kecil yang mengetuk pintu rumahnya dan menemani perjalanannya menuju rumah ibunya. Pakaiannya kering dan masih  hangat, padahal sudah dibasahi oleh butir-butir salju.

Dr. Mitchell bertanya dalam hatinya, “Siapakah sesungguhnya yang datang kepadanya sebagai utusan yang berbelas kasih itu? Apakah dia seorang Malaikat? Seorang ahli tidak mampu memberikan jawaban ilmiah. Namun, setelah Dr. Mitchell melihat foto gadis kecil itu di dinding kamar ibunya yang berbaring sakit, dia yakin bahwa jiwa gadis kecil itulah yang mengetuk dan menuntunnya untuk merawat ibunya.

*******************

Kisah gadis kecil ini memperlihatkan bahwa setelah tubuh kita mati, jiwa yang adalah diri manusia yang sesungguhnya tetap hidup. Jiwa itu hidup dan tinggal di tempat dia menjalani hidup di dunia ini. Jiwa orang mati hidup dan akan kembali kepada kehidupan yang sesungguhnya jika saatnya, Allah, Sang Pencipta datang dalam kemuliaan-Nya yang sesungguhnya.

Kisah gadis kecil ini menegaskan bahwa hidup kita tidak berujung di titik kematian sebab ada kebangkitan dan kehidupan sesudah sesudah kematian. Keyakinan akan kebangkitan (kehidupan sesudah kematian) dinyatakan oleh Yudas Makabe. Keyakinan iman ini menggerakan dia untuk mengumpulkan uang di tengah-tengah pasukan (dua ribu dirham perak), dikirim ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapusan dosa. Tindakan ini dilakukan karena Yudas Makabe memikirkan dan menaruh harapan akan kebangkitan, sebab jika dia tidak menaruh harapan akan kebangkitan, maka sia-sialah berdoa bagi demi keselamatan jiwa-jiwa. Yudas Makabe percaya akan adanya kebangkitan badan setelah kehidupan di bumi ini berakhir. Dia percaya bahwa hidup di akhirat merupakan kelanjutan dari kehidupan di bumi ini.

Dalam surat pertamanya kepada Jemaat di Korintus, Rasul Paulus menyatakan bahwa kebangkitan itu nyata dan menjadi dasar iman kita. Yesus Kristus, Dia yang Sulung, Yang Pertama, Yang Bangkit dari antara Orang-Orang Mati adalah Jaminan Kebangkitan, Keselamatan dan Kehidupan bagi semua orang yang percaya kepada-Nya. Inilah dasar iman kita: Jika Kristus Tidak Bangkit, maka Sia-sialah Iman Kita.

Dalam Dia, ada kebangkitan dan kehidupan kekal. Akan tetapi, kebangkitan dan kehidupan kekal dialami, bukan sesudah kematian fisik di bumi fana ini, melainkan saat ini, di saat kita membangun relasi kasih dengan Allah dalam diri-Nya dan relasi kasih dengan sesama. Relasi tersebut bukanlah relasi antara Tuan Besar dengan budaknya, melainkan relasi kasih persahabatan, pemberian diri yang total, yang melampaui semua pemahaman manusia.

Kebangkitan dan kehidupan kekal adalah hidup Allah dan hidup manusia dalam persekutuan kasih yang total. Kebangkitan dan kehidupan kekal diperoleh di saat kita setia melakukan pekerjaan kasih Allah kepada sesama dalam kehidupan saat ini: saling mencintai, saling melayani, saling berbagi, saling menerima kekurangan dan keterbatasan dan saling mengampuni.

Allah adalah kasih. Pekerjaan Allah adalah kasih dan berbuat baik kepada sesama karena kasih. Kasih dan tindakan kasih adalah kunci untuk memperoleh kebangkitan dan persekutuan kekal bersama Allah.

Kasih adalah hakekat Allah dan pribadi manusia yang diciptakan Allah. Kasih kepada Allah harus dinyatakan dalam tindakan kasih kepada sesama. Tindakan kasih itu harus dinyatakan kepada orang-orang yang tidak berdaya, orang-orang yang tidak bisa apa-apa, kecuali diberikan pertolongan. Orang-orang demikian tidak memiliki kemampuan apa pun, selain mengetuk, menggerakan dan membuka hati kita untuk bertindak.

Hati yang penuh kasih akan memandang sesama sebagai saudara. Hati yang penuh kasih adalah hati orang-orang yang lemah jantungnya, mudah terketuk dan tergerak melihat kemalangan sesama.

Hati Yesus adalah Sumber Kasih. Setiap saat, hati-Nya selalu tergerak oleh kasih dan belas kasih; Hati-Nya selalu terbuka untuk menerima siapa pun saja yang merindukan kasih. Dia mencintai dan melindungi semua orang yang merindukan kasih-Nya dan selalu tergerak untuk melakukan pekerjaan kasih-Nya. Namun, Dia tidak pernah memaksa kita untuk senantiasa tinggal bersama-Nya sebab Dia datang untuk memberikan keselamatan, bukan untuk memaksakan kebebasan manusia agar taat dan tunduk kepada-Nya.

Karena alasan inilah, maka di antara kita, manusia, ciptaan-Nya terpecah menjadi dua. Ada yang datang dan menerima Dia, Sang Kasih, namun ada juga yang menolak-Nya dengan hati penuh kebencian. Orang-orang yang menerima-Nya dan hidup dalam kasih-Nya akan memperoleh kebangkitan dan kehidupan kekal; sebaliknya, orang-orang yang menolak-Nya hingga di saat terakhir hidupnya akan mengalami kebinasaan.

 

Melalui Bacaan Sabda hari ini, kita bisa memetik tiga pesan yang menjadi dasar iman kita akan kebangkitan-kehidupan kekal:

Pertama, untuk memperoleh kebangkitan dan kehidupan kekal, pintunya hanya satu, yaitu percaya dengan sepenuh hati kepada, Yesus Kristus, Putra Allah. Dia, Yang Pertama, Yang Sulung, Yang Bangkit dari antara orang-orang mati adalah Jaminan Kebangkitan bagi semua orang yang percaya kepada-Nya. Dia adalah Jalan Tunggal menuju persekutuan kekal dengan Allah dan sesama.

Kedua, kehidupan di dunia, saat ini, merupakan dasar dan jaminan kehidupan di alam kebangkitan. Mutu hidup kita saat ini, yaitu mutu kasih dan perbuatan baik, dalam dan karena kasih, merupakan dasar bagi kehidupan kita di alam kebangkitan.

Namun mutu hidup yang berkenan dalam dunia kebangkitan, dunia Allah tidak terletak bagaimana kita menata hidup supaya aman dan tenteram, melainkan menjadikan hidup sebagai ajang untuk berbakti dan memberi. Mutu hidup kita tidak terletak pada perhitungan ekonomis, tetapi pada perbuatan kasih, yaitu pengabdian tanpa pamrih kepada Allah dan sesama.

Ingatlah: hidup yang dihayati dengan baik dan dinyatakan dalam sikap berbakti, memberi karena kasih, tidak akan pernah berhenti di titik kematian. “Siapa yang berusaha memelihara hidupnya, dia akan kehilangan hidupnya; dan barangsiapa mengorbankan hidupnya, dia tidak akan kehilangan hidupnya...tetapi menemukan hidupnya di saat kebangkitan.”

Ketiga, berinspirasikan pada tindakan Yudas Makabe, kita dituntut untuk tidak pernah berhenti berdoa bagi keselamatan jiwa dan raga semua orang yang sudah meninggal. Doa-doa kita adalah api cinta kita, Gereja yang Hidup, untuk memohonkan api cinta, kerahiman dan belas kasih Allah untuk membakar, membersihkan dan menguduskan jiwa dan raga semua orang yang sudah meninggal dari semua kesalahan dan dosa yang masih membelenggu mereka agar mereka tidak terhalang untuk memandang wajah Allah (bersatu dengan Allah).

Marilah kita mempersiapkan saat kematian kita dengan menata hidup yang bermutu di hadapan Allah dan sesama: saling mengasihi, saling melayani, saling mengabdi, memberi dan berbuat baik serta tidak pernah berhenti berdoa bagi keselamatan jiwa dan raga semua orang yang sudah meninggal...

 

Buona Domenica..

Selamat Bermenung...

Salam Kasih...

Dio Ti Benedica...

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

 


Minggu Biasa XXX, 26 Oktober 2025

Dia Hanya Mengatakan Kebenaran tentang Dirinya

Sirakh 35:12-14.16-18

Mazmur 24:1-2.3-4b.5-6

2 Timoteus 4:6-8.16-18

Lukas 18,9-14

***************************

 

Pada suatu ketika, anak-anak katak bermain di sisi sebuah kolam. Mereka berlompat-lompat riang di sekitar bunga-bunga yang tumbuh di seputar kolam itu.

Tidak beberapa lama berselang, kawanan ternak sapi merumput di sisi kolam yang sama. Seekor sapi besar bergerak menuju kolam untuk meminum air. Kakinya yang besar masuk ke dalam lumpur, menginjak dan menewaskan puluhan anak katak.

Melihat kenyataan tragis situ, beberapa anak katak yang masih hidup berlari dan melaporkan peristiwa naas yang menimpah saudaranya itu kepada ibunya. Mendengar berita itu, tubuh ibunya gemetaran karena marah, “Binatang semacam apakah itu yang leluasa mamasuki wilayah kita dan membunuh anak-anak saya?

Anak katak itu menjelaskan, “Bu, binatang itu sangat besar”.

Ibunya dengan angkuh berkata, “Sebesar apa pun binatang itu, saya akan membuat diri saya lebih besar darinya! Dan saya akan membunuhnya!

Tanpa berpikir panjang, ibu katak itu mulai mengisi perutnya dengan udara. Dia menghirup udara sebanyak-banyaknya sehingga perut dan tubuhnya tampak membesar. Sambil menahat napasnya, ibu katak itu bertanya kepada anak-anaknya, “Apakah makhluk itu sebesar ini?

Anak-anaknya berkata, “Oh ibu, dia lebih besar lagi, sebesar gunung. Apabila ibu menghirup udara lebih banyak lagi, perut ibu akan meledak!

Tetapi, ibu katak itu tidak peduli dengan peringatan anak-anaknya, dia menutup matanya dan berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya ke dalam perutnya. Akibatnya, rupanya mulai tampak mengerikan dan seketika itu juga perutnya meledak.

Suku bangsa katak berduka cita atas kematian ibu mereka. Melihat kenyataan itu, ibu katak yang lain menggelengkan kepala dan berkata, “Apa gunanya memasukan udara hingga perut meledak. Kalaupun dia bisa menjadi besar seperti sapi, musuhnya, ternyata yang ada di dalam perutnya hanyalah angin ambisi, angin, persaingan, angin kesombongan, angin kebohongan dan kemunafikan justru yang membawa maut bagi diri sendiri. Dengan memasukan angin-angin itu, dia tidak menerima diri bahwa dirinya kecil, oke dan hebat sehingga mampu melawan yang besar. Kenyataannya, kesombongan, kebohongan, kemunafikan dan ambisi justru merenggut nyawanya sendiri.”

*****************************

 

Satu hikmah berarti yang bisa dipetik dari kisah nyata ini adalah kenyataan diri kita sendiri yang merasa diri oke, hebat di hadapan siapa pun, termasuk di hadapan Allah, apabila diracuni oleh ambisi, kesombongan, keangkuhan dan tipu daya. Patut diakui bahwa kita semua diciptakan untuk oke, sehingga tidak pernah merasa krasan dengan ketidak-oke-annya. Reaksi yang muncul kala merasa dirinya tidak berada dalam keadaan oke adalah mengubah keadaan diri menjadi: Saya Oke dan Anda Tidak. Manusia berdalih sampai pada keputusan untuk memutar sebuah sakelar mental untuk meyakinkan bahwa dirinya berada dalam status oke. Dengan berbuat demikian, seorang manusia terpaksa menempatkan sesama dalam keadaan tidak oke. Akibatnya, seluruh hidup manusia diwarnai oleh permusuhan demi mempertahankan harga dirinya sehingga tetap berada dalam situasi oke. Dengan mengembangkan mental-sikap, Saya Oke, Anda Tidak, manusia menjadi egois, angkuh, meninggikan diri dan menganggap remeh dan rendah orang lain. Akibatnya, manusia terus bersaing dan berupaya semampu mungkin untuk mencapai rasa okenya sendiri dengan mengambil sikap yang sangat radikal: saling meniadakan; membunuh.

 

o   Kalau saya tidak oke, Anda juga tidak oke…segala-galanya menjadi tidak oke. Kalau yang satu punya mobil Mercedes, saya harus double Mercedes.

o   Kalau yang satu pakai parfum dari Paris, saya pakai parfum…?

 

Sikap radikal ini menghancurkan hubungan antar pribadi dalam kehidupan manusia sendiri. Tingginya rasa ego manusia menyebabkan manusia tidak mau menyesuaikan dirinya dengan situasi, bahkan mendorongnya untuk menghancurkan sesamanya.

Cerita mengenai orang Farisi dan Pemungut Cukai merupakan cerminan kehidupan kita sendiri. Orang Farisi berdiri di hadapan Allah sambil memuji, mengakui dan membenarkan dirinya di hadapan Allah: Saya tidak seperti Pemungut Cukai itu: Saya Oke, Dia Tidak Oke. Orang Farisi berhubungan dengan Allah ibarat orangtua berhubungan dengan anaknya. Orang Farisi mengatakan kepada Allah segala sesuatu yang baik tentang dirinya: berpuasa, memberikan derma, berdoa dan lainnya. Orang, dalam nada tertentu, hampir menuntut Allah untuk memuji dirinya. Dengan memperbandingkan dirinya dengan Pemungut Cukai, orang Farisi mengakui, “Saya Oke, Pemungut Cukai Tidak.” Dengan ini, orang Farisi menunjukkan dirinya sebagai seorang anak manusia yang sungguh saleh.

Sedangkan Pemungut Cukai sangat lain penampilannya. Dia berdiri di hadapan Allah dengan perasaan malu. Dia hanya mengatakan kebenaran tentang dirinya sendiri. Saya  tahu bahwa saya adalah seorang pendosa. Saya Tidak Oke. Pemungut Cukai berdiri di hadapan Allah ibarat seorang anak berhadapan dengan orangtuanya. Dengan rendah hati dia mengakui bahwa diatelah berbuat dosa, melakukan tindakan penyelewengan  terhadap tugas dan karyanya sebagai seorang pegawai kecil pemerintah, seorang pemungut pajak. Dia jujur terhadap dirinya sendiri, karena percaya seutuhnya akan cinta dan belaskasih Allah.

Seandainya Yesus hadir dan bertanya kepada kita, “siapakah dalam pandangan kita yang kembali ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah? Barangkali, ada yang denga spontan menjwab, “orang Farisi”. Dengan nada lantang, Yesus akan menjawab, “Anda keliru!. Pemungut Cukai adalah orang yang kembali ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah. Kita tentu  protes, bagaimana itu mungkin?Yesus akan memberikan jawaban yang meyakinkan, “Setiap orang yang meninggikan diri akan direndahkan, akan tetapi setiap orang yang merendahkan dirinya akan ditinggikan.”

Kita tentu bertanya, “Salahkah kita berterim kasih kepada Allah karena kita sudah berbuat baik? Apakah yang salah dalam doa orang Farisi? Ada dua hal yng perlu dicatat:

Pertama: orang Farisi berpura-pura memuji Allah karena kebajikannya. “Saya berterima kasih kepada Allah…Dia menyatakan dirinya di hadapan Allah bahwa dia adalah orang hebat; dia meninggikan dirinya di hadapan Allah. Ini nyata dalam sikapnya yang membandingkan dirinya dengan Pemungut Cukai, “Saya tidak seperti orang lain itu…”

Kedua: Dengan membanding-bandingkan dirinya dengan Pemungut Cukai, sesungguhnya orang Farisi itu sudah menghukum Pemungut Cukai itu sendiri. Inilah adalah cacat besar yang terungkap dalam doanya.

Kesombongan meracuni orang Farisi dan justru berakar pada inti pribadinya sendiri, yaitu hatinya sehingga menular dalam perkataan dan perbuatan baiknya. Hatinya sudah membengkak dan mengeras akibat penyakit kesombongan dan keangkuhannya.

Pemungut Cukai mengakui kebenaran dirinya dengan jujur dan rendah hati, “Tuhan Kasihanilah Aku. Aku tahu bahwa aku ini orang berdosa.” Pemungut Cukai sangt realistis, jujur terhadap dirinya sendiri, Tuhan dan sesamanya. Dia mengakui dan menerima diri apa adanya.

Belajar dari dua sikap-mental ini, kita diajak oleh penginjil untuk menumbuhkan sikap rendah hati. Sikap ini menjadi lahan subur untuk menumbuhkan benih-benih kebajikan dalam diri kita. Tanpa sikap rendah hati, ambisi, kesombongan dan keangkuhan akan senantiasa menyusup masuk ke dalam diri kita yang saleh sehingga bertumbuh menjadi penyakit kesombongan rohani: menganggap diri Oke, bersih dan selalu membandingkan diri dengan orang lain: Saya bersih, Anda kotor, dalam diri Anda sudah ada cacat, bekas luka; Saya terang, Anda Gelap. Dengan menguatnya sikap ini, maka tidak jarang kita selalu bertaru dan bersaing, saling memotong jalan, saling memangkas kesempatan, saling menghalangi, saling menarik kaki sehingga mereka tidak pernah keluar dari situasi keterbelakangan… tetap terbelenggu dalam kemiskinan, kebododhan dan kemelaratan. Mana mungkin kita berkembang apabila senantiasa menarik kaki sesama yang lain, hanya supaya dirinya yang maju; menjadi manusia nomor satu, lebih oke dari yang lain?

 

Buona Domenica..

Selamat Bermenung...

Salam Kasih...

Dio Ti Benedica...

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

 


 



Foto: Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC, Mgr. Pascalis Bruno Syukur OFM, Mgr. Frasiskus Tuaman Sasfo Sinaga dalam penutupan Konvenas XV BPN PKK Indonesia di Yogyakarta

Yogyakarta, Minggu (19/10), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC selaku Ketua KWI, Mgr. Pascalis Bruno Syukur OFM selaku Sekretaris Jendral KWI, dan Mgr. Frasiskus Tuaman Sasfo Sinaga selaku

Delegatus KWI sebagai Penasehat Episkopal BPN PKK Indonesia memimpin perayaan Ekaristi penutupan Konvensi Nasional (Konvenas) XV Badan Pelayanan Nasional Pembaruan Karismatik

Katolik Indonesia bertempat di The Rich Jogja Hotel dan diikuti 1.068 peserta dari 34 keuskupan, dan peserta dari Singapura, Malaysia dan Timor Leste. Dalam Kotbahnya, Mgr. Antonius menekankan pentingnya membangun hidup doa dalam Roh Kudus baik secara pribadi, maupun bersama komunitas dan Gereja, sehingga hidup ini semakin selaras dengan kehendak Allah.

Kegiatan Konvenas tersebut dirangkai dengan Temu Romo Moderator Nasional (Modernas) tanggal 14-17 Oktober 2025 yang diikuti 94 Romo dari 30 Keuskupan dan Pleno Besar Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia 14-16 Oktober 2025 yang diikuti 87 peserta. Modernas dibuka oleh Mgr. Frasiskus Tuaman Sasfo Sinaga selaku Delegatus KWI sebagai Penasehat Episkopal BPN PKK Indonesia dan didampingi Mgr. Valentinus Saeng CP selaku Uskup Keuskupan Sanggau. Para Romo Moderator diajak untuk mendalami tema “Gembala Yang Percaya, Bersahabat & Mengalirkan Arus Rahmat.”

Dalam Kotbahnya, Mgr. Fransiskus mengingatkan tentang pentingnya kemurnian hati seorang Gembala, agar dalam mengemban perutusan sebagai Romo Moderator tidak dilandasi oleh keinginan-keinginan pribadi tertentu, melainkan dengan kemurnian dan ketulusan hati, para “domba” dapat dihantarkan untuk mengalami hidup dalam Roh Kudus. Sementara itu, Mgr. Valentinus Saeng memberi gambaran tentang Gembala yang menggembalakan para domba di tengah padang belantara, di mana ia dihadapkan pada pengaruh ideologi-ideologi, paham-paham, ajaran-ajaran, “isme-isme”, seperti Kapitalisme, Liberalisme, Sosialisme, spiritualitas-spiritualitas, pandangan-pandangan, seperti Atheis, atau Agnostik, teologi-teologi, seperti teologi kemakmuran, teologi Feminis, serta aneka pendekatan lainnya terkait dengan sistem perekonomian yang sarat dengan tawaran untuk segera sukses dan kaya. Selain itu, Mgr. Valentinus juga berbagi pengalaman dalam menggembalakan domba lain (para pejabat pemerintahan, orang-orang yang beda pandangan hidup, beda spiritualitas, religiusitas, agama atau keyakinan, beda komunitas, beda peminatan, hingga beda pandangan atau falsafah hidup) yang membutuhkan penggembalaannya. Di akhir Modernas, Mgr. Yanuarius Teofilus Matopai You (Uskup Keuskupan Jayapura) mengetengahkan pengalaman dan kesaksian dengan tema “Aku bangga menjadi Gembala yang bersahabat.”

Pleno Besar BPN PKK Indonesia dilangsungkan dengan dilandasi tema “Sahabat Kristus dalam Ketaatan Kepada Bapa”. Dalam rapat pleno tersebut, diberikan pertanggungjawaban kepengurusan periode 2021-2025 dan pemilihan Koordinator BPN PKK Indonesia. Albertus Budi Sutedjo kembali terpilih sebagai koordinator untuk periode 2025-2028. Kepengurusan baru ini menyerap semangat sinodalitas yang digaungkan Paus Fransiskus sejak tahun 2021, ajakan Paus Leo XIV untuk bermisi dan berevangelisasi dengan membangun “jembatan”, serta semangat Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI), yaitu berjalan bersama sebagai peziarah pengharapan dan menjadi Gereja sinodal yang misioner. 

Kepengurusan baru menyadari bahwa Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia dipanggil dan diutus di tengah umat Katolik di berbagai keuskupan dan masyarakat Indonesia yang pluralis, sehingga sangat penting untuk merajut persahabatan, membangun “jembatan” dan berjalan bersama untuk menumbuhkan iman dan bermisi untuk mengalirkan rahmat bagi sekalian umat.

Sementara itu, dalam perayaan Ekaristi pembukaan Konvenas yang dipimpin oleh Mgr. Robertus Rubiyatmoko (Uskup Keuskupan Agung Semarang), didampingi oleh Mgr. Fransiskus Tuaman Sasfo Sinaga, Mgr. Valentinus Saeng CP, Mgr. Yanuarius Teofilus Matopai You dan Mgr. Adrianus Sunarko OFM (Uskup Keuskupan Pangkal Pinang), Mgr. Robertus telah mengingatkan agar seluruh peserta membentuk dan mempersiapkan diri menjadi “talang” (saluran) rahmat Allah. Saat perayaan Ekaristi pembukaan juga telah dilantik panitia perayaan 50 Tahun (Golden Jubile) Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia. Perayaan puncak Golden Jubile tersebut akan berlangsung pada tahun 2026 yang akan datang.

Dalam ceramah umum pertama, Mgr. Adrianus Sunarko telah menyampaikan dokumen akhir Sinode (Oktober 2024) kepada peserta, agar peserta dapat mendalami bersama tentang misi dan terlibat aktif bersama Gereja untuk bermisi. Pembekalan bagi para peserta juga diberikan oleh Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan O’ Carm (Uskup Keuskupan Malang) dengan mengetengahkan tema “Penginjil yang bersukacita dan berdayaubah”, serta Mgr. Pascalis Bruno Syukur OFM selaku Sekretaris Jendral KWI dan Uskup Keuskupan Bogor dalam ceramah umum ketiga mengajak seluruh peserta untuk meneladan Bunda Maria dalam menjadi Arus Rahmat yang menyegarkan Gereja dan alam ciptaan Allah. Selain para Uskup, sejumlah imam dan pembicara awam, khususnya para pembicara muda telah ikut serta berbagi wawasan, pandangan, pengalaman dan kesaksian hidup baik di Modernas, Pleno Besar dan Konvenas. Kebersamaan ini menumbuhkan iman, merajut persahabatan diantara para peziarah pengharapan untuk menjadi “talang” rahmat Allah bagi umat dan masyarakat.

Pada hari Sabtu (18/10) dilangsungkan Kebangunan Rohani Katolik (KRK) dengan tema “Sahabat yang menyembuhkan.” KRK tersebut dihadiri sekitar 1.500 peserta. KRK diawali dengan doa Rosario, dan perarakan Bunda Maria lalu dilanjutkan dengan puji-pujian dan penyembahan, serta pengajaran dari Rm. Adrianus Steve Winarto, Pr selaku Moderator BPN PKK Indonesia. Selanjutnya, prosesi doa penyembuhan diawali dengan Adorasi kepada Sakramen Mahakudus yang dipimpin oleh Mgr. Fransiskus Tuaman Sasfo Sinaga. Adapun layanan doa dengan ujub kesembuhan bagi seluruh peserta KRK dilakukan oleh para Romo peserta Modernas.

Saat penutupan Konvenas, telah diserahkan kumpulan lagu rohani Pembaruan Karismatik Katolik yang diciptakan oleh orang-orang muda Pembaruan Karismatik Katolik dari komunitas Youth Catholic Charismatic Renewal (YCCR) Keuskupan Agung Jakarta, Bali Catholic Charismatic Renewal Worship (BCCR) Keuskupan Denpasar, Heman Salvation Ministry (HSM) Keuskupan Surabaya, Jeduthun Salvation Ministry (JSM) Keuskupan Agung Makassar, serta orang-orang muda Pembaruan Karismatik Katolik sebagai pencipta-pencipta lagu dari Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Malang, dan Keuskupan Purwokerto. Adapun lirik lagu-lagu yang diciptakan itu sebelumnya telah diperiksa oleh para Romo Moderator agar lirik lagu benar-benar sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Lagu-lagu hasil ciptaan para musisi muda Katolik itu dinyanyikan dalam penyelenggaraan Modernas dan Konvenas tersebut. [BSDO]

 







Foto: Mgr. Frasiskus Tuaman Sasfo Sinaga, Mgr. Valentinus Saeng CP, Rm. Steve Winarto Pr, Rm. FX Sukendar Pr, Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr dalam pembukaan Modernas PKK Indonesia di Yogyakarta



Foto: Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Mgr. Frasiskus Tuaman Sasfo Sinaga, Mgr. Valentinus Saeng CP, Mgr. Adrianus Sunarko dan Mgr. Yanuarius Teofilus Matopai You dalam pembukaan Konvenas XV dan pelaksanaan Modernas PKK Indonesia di Yogyakarta

 

 

 

Foto: Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Mgr. Frasiskus Tuaman Sasfo Sinaga, Mgr. Valentinus Saeng CP, Mgr. Adrianus Sunarko dan Mgr. Yanuarius Teofilus Matopai You bersama dengan pengurus Badan Pelayanan Nasional Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia 2025-2028 yang baru dilantik.


 




Minggu Biasa XXIX

Berkanjang dan Bertekun Dalam Doa

Keluaran 17:8-13

Mazmur 121:1-2.2-4.5-6.6-8

2 Timoteus 3:14 – 4:2

Lukas 18:1-8

*************************************

 

Ketika sibuk bekerja di tempat kerjanya, seorang wanita menerima telpon dari pembantunya yang mengabarkan bahwa anaknya sakit demam; suhu badanya meninggi. Wanita itu segera meninggalkan tempat kerjanya dan bergegas pulang. Dalam perjalanan pulang, wanita itu mampir di sebuah apotik untuk membeli obat penurun panas.  Saat kembali ke mobilnya, dia tidak bisa masuk karena kunci tertinggal di dalam mobilnya. Karena bingung; tidak tahu apa yang harus dilakukannya, wanita itu menelpon ke rumah dan menanyakan kondisi anaknya kepada baby sitter. Baby sitter justru menyarankan agar wanita itu mencari sesuatu yang dapat digunakan untuk membuka pintu mobil itu.

Wanita itu melihat di sekelilingnya dan menemukan sebuah penggaris usang yang sudah dibuang. Walaupun dia pernah melihat ada beberapa sahabatnya yang pernah menggunakan penggaris itu untuk membuka pintu mobil, wanita itu sangat kebingungan karena tidak bagaimana cara mempergunakannya.

Wanita itu menunduk dan berdoa agar Tuhan mengirimkan kepadanya seorang penolong. Lima menit kemudian, tampak sebuah mobil tua yang dikemudikan seorang pria berjenggot dan berwajah kotor. Wanita itu berpikir di dalam hatinya, ”Apakah Tuhan yang mengirim orang ini untuk menolong saya?

Wanita itu memberikan isyarat dan pria itu keluar dari mobil tuanya. Pria tua itu bertanya kepada wanita itu, “Apa yang bisa dilakukannya”! Wanita itu menjawab, “Anak saya sakit keras. Saya mampir ke toko ini untuk membeli obat, namun kunci mobil saya tertinggal di dalam, padahal saya harus segera pulang.” Dapatkah Anda menolong saya untuk membuka pintu mobil ini?

Pria itu menjawab, ”Tentu! Pria itu mendekati mobil. Berkat kepandaiannya, dalam kurun waktu kurang dari lima menit, pintu mobil itu sudah terbuka. Dengan serta merta, perempuan itu memeluk pria berjanggut itu dan sambil berlinang air mata bahagia, wanita itu berkata, “Terima kasih, Anda sungguh baik.”

Pria itu menjawab, ”Nyonya, saya bukanlah pria yang baik. Saya adalah seorang pencuri mobil dan baru saja dibebaskan dari tahanan di penjara beberapa menit yang lalu.”

Sambil terisak wanita itu berseru dengan keyakinannya, ”Oh Tuhan, terima kasih berlimpah saya haturkan kepada-Mu. Engkau telah mengirimkan seseorang yang sungguh profesional untuk menolong saya.”

 

*************************************

Dalam situasi apapun, entah situasi yang menakutkan, mencemaskan, situasi dikejar dan dianiaya, kita dituntut untuk senantiasa sadar dalam keyakinan iman kita bahwa Allah tidak akan pernah mengecewakan dan membiarkan kita berjuang sendirian. Allah akan senantiasa menolong kita di setiap kesulitan hidup yang kita alami, walaupun terkadang Dia mempergunakan (hadir dalam diri) orang-orang jahat yang tidak percaya kepada-Nya. Pengalaman ini dialami oleh si janda dalam kisah Injil Minggu ini.

Sadar akan situasi genting yang akan dialaminya, seorang janda yang tidak memiliki apa-apa dengan tekun, setia dan telaten menemui sang hakim untuk membela hak-haknya. Berkat ketekunan, kesetiaan dan ketelatenanya, sang hakim meluluskan permintaannya. Jika sang hakim yang lalim dan jahat tahu memberikan yang terbaik bagi sesamanya, apalagi Allah. “Bukankah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya.” Allah akan selalu setia pada janjinya untuk menyertai, menolong dan membenarkan setiap orang pilihan-Nya. Allah akan membela dan membimbing orang-orang pilihan yang bersandar dan berseru kepada-Nya di saat kehilangan arah dan pegangan hidup; Allah akan menjadi Juru Bicara di kala orang-orang pilihan-Nya diperhadapkan pada kekuatan hukum dunia dan membela iman; dan menjadi Pendamping ketika orang-orang pilihan-Nya di saat kalut, takut dan merasa sendirian.

Allah tidak akan pernah menolak, meninggalkan dan mengecewakan orang-orang pilihan-Nya yang senantiasa dekat, berseru dan bergaul akrab dengan-Nya. Allah yang Mahasabar secara perlahan, namun pasti, dan dengan caranya yang bijaksana akan meluluskan semua permohonan kita. Asal, sebagai pendoa yang baik, kita dituntut untuk bersikap seperti janda miskin: bertekun, bersabar dan berkanjang dalam situasi doa dan dalam situasi apa pun; menyesuaikan kehendak kita dengan kehendak Allah serta setia untuk (turut) memperjuangkannya. Di sini saya memberikan dua catatan penting mengenai sikap yang harus dibangun dalam doa.

Pertama, berkanjang dan bertekun dalam doa. Sikap ini harus dipupuk sebab sangat membantu kita untuk menyingkirkan keinginan kita yang maunya serba instant. Artinya, jika kita memanjatkan doa kepada Allah, jangan pernah kita berpikir, atau bahkan menuntut Allah bahwa hasilnya akan diperoleh langsung seperti di saat mengambil uang dengan menggunakan kartu ATM, memasukan air panas ke dalam pop mie.

Mentalitas instan menyebabkan manusia zaman ini lebih mengutamakan proses cepat jadi, cepat saji, cepat melihat dan menerima hasil. Mentalitas ini menyebabkan manusia zaman ini mengabaikan nilai ketekunan dan ketelatenan dalam doa dan dalam urusan apa saja serta memaksa manusia jaman ini untuk menempuh jalan pintas. Di kalangan pemerintah, banyak orang yang tidak suka bekerja keras sebab mereka bisa mendapatkan uang dengan cara yang tidak halal. Di kalangan orangtua, tumbuh keinginan agar anaknya cepat matang dengan cara mengkarbitkan sang anak melalui kursus dan studi yang melampaui daya tampung otak mereka. Hasilnya sangat luar biasa: di luar tampaknya matang, namun di dalam rasanya masam. Di kalangan pelajar, akhirnya tercetak pelajar dan mahasiswa instan: tidak perlu sekolah… pokoknya saya bisa mendapatkan sepucuk ijazah, bahkan pekerjaan hanya dengan mengandalkan uang. Di dalam hidup keagamaan, juga tercetak orang-orang Katolik instan yang diperoleh lewat jalan pintas. Tunggu mau mati, baru saya menjadi Katolik, tunggu di saat sulit, mau kawin saya baru menjadi Katolik… Akibatnya, jika manusia zaman ini suka akan yang instan-instanan, maka akan terbentuk manusia instan yang berdaya menghancurkan. Doa janda miskin, yang tekun, telaten dan berkanjang dalam doa memberikan masukan berarti bagi kita bahwa dengan bertekun, telaten dan berkanjang dalam doa, Allah akan jatuh cinta kepada kita.

Kedua, sikap tekun, sabar dan kanjang dalam doa harus dibarengi dengan kekukuhan dan keteguhan dalam iman. Artinya, iman kita tidak boleh surut dalam memanjatkan doa. Tidak jarang, kita memanjatkan doa kepada Allah dengan penuh keraguan; apakah doa yang dipanjatkan itu dikabulkan atau tidak, sehingga terkesan kita tidak berpasrah diri seutuhnya kepada kehendak Allah. Bahkan, tidak jarang, ada yang setelah memanjatkan doa kepada Allah yang diimaninya, kita masih tetap mencari allah-allah yang lain. Praktek ini justru menghalangi terkabulnya permohonan kita.

Melalui kisah si janda miskin, kita menimbah satu hikmah yang sangat berarti: keteguhan dan kekukuhan imannya dalam mendekati sang hakim. Si janda miskin tahu bahwa di kala permintaannya ditolak, sesungguhnya di dalam lubuk sang hakim tersimpan sejuta rahasia. Sang hakin ingin menguji kesabaran, kebesaran, kedalalaman dan kekokohan iman si janda miskin. Yakinlah, lebih dari sang hakim yang lalim, Allah selalu mempunyai rencana untuk kita. Dengan kuat kuasa-Nya yang tinggi dan mulia, Allah akan selalu memberikan jawaban atas persoalan hidup kita. Walau terkadang jalan penyelesaiannya tidak mudah ditebak, namun yakinlah, Allah mengetahui apa yang terbaik untuk kita.

Saya kerap berdoa: Tuhan anugerahkanlah kekuatan kepada saya sehingga hidup saya berhasil; namun Tuhan justru memberikan kepada saya penyakit dan rasa sakit supaya saya belajar untuk taat. Ketika saya berdoa memohon kesehatan, supaya bisa melaksanakan tugas saya, perbuatan-perbuatan kasih, namun yang saya terima adalah penyakit supaya saya bisa menjalankan hal-hal yang lebih baik. Ketika saya memohon kekuasaan supaya dihormati, namun yang saya terima adalah ketidakberdayaan sehingga saya semakin rindu terhadap kuasa Tuhan. Akhirnya, saya menyimpulkan bahwa saya tidak pernah mendapatkan apa-apa sejauh saya memohon kepada-Nya; walaupun demikian yang saya peroleh justru semua yang selalu saya dambakan. Karena itu, bertekun dan berkanjanglah dalam doa yang dilandasi iman yang kukuh bahwa Allah tidak akan pernah mengecewakan kita…..

**********************

 

Pada suatu hari, seorang anak yatim-piatu mengirimkan sepucuk surat kepada Pastor Parokinya. Di dalam suratnya, anak itu menuliskan agar pastor segera datang ke rumahnya, karena salah seorang anggota keluarganya yang sakit.

Setelah menerima, membaca dan memahami isi surat itu, Pastor pun bergegas datang untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan umatnya. Setibanya di rumah, pastor bertanya kepada anak itu, “Siapahkah yang sakit dan mau didoakan? Dengan wajah sedih, anak itu menjawab, “Pastor, saya tidak punya siapa-siapa lagi; Hanya babi inilah milik saya. Dia sakit…sudah tiga hari, ia tidak makan”.

Amarah Pastor memuncak karena yang sakit bukanlah manusia, melainkan babi. Dengan sikap marah, pastor itu menumpangkan tangannya ke atas babi-babi, sambil mengucapkan kata-kata doa, “Baiklah, marilah kita berdoa! Hai babi, kalau kau ingin sembuh, …..sembuhlah; dan kalau kau ingin mati, ….matilah saat ini juga! Amin.

Kemudian pastor itu pulang dengan perasaan kecewa karena gara-gara babi ia harus membatalkan janjinya untuk mengikuti rapat penting di pemerintahan.  Anehnya, kebetulan babi-babi itu sembuh. Anak yatim ini sangat gembira dan ia membagikan kegembiraan itu dengan bersaksi kepada teman-temanya.

Pada suatu saat, anak itu mendengar berita bahwa Pastor Paroki yang mendoakan babinya itu jatuh sakit. Ia mengajak beberapa sahabatnya untuk mengunjungi Pastor Parokinya yang sedang berbaring di ranjang sakit. Sambil memberikan bunga, anak itu berkata, “Semoga cepat sembuh, Pastot!”

“Iya…iya…doakan saya….. ya, nak, biar pastor cepat sembuh” kata sang Pastor sambil lalu. Tanpa disadari Pastor, tiba-tiba anak itu menumpangkan tangan di atas kepala pastor dan mengucapkan kata-kata doa, “Hai Pastor! Kalau mau sembuh, ….Sembuhlah….Tetapi…kalau mau mati,….Matilah saat ini juga”. Amin. Dalam sekejap, Pastor itu turun dari tempat tidurnya dan berdiri untuk memarahi-dan menampar anak-anak itu. Anehnya, anak-anak yang melihat hal itu bersorak-sorai dan dengan suara nyaring mereka berteriak, “Pastor sembuh…Pastor sembuh….”

Secara manusiawi, imam itu pantas kecewa jika dilihat dari unsur babi yang akan didoakan; namun jika dilihat dari sudut iman, si yatim lebih beriman dari seorang imam; sebab babi itu sembuh bukan karena doa sang imam, melainkan karena keteguhan imam sang anak yatim itu sendiri.

 

Buona Domenica..

Selamat Bermenung...

Salam Kasih...

Dio Ti Benedica...

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

 

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget