Pesta Keluarga Kudus
28 Desember 2025
Sirakh 3:2-6
Mazmur 128:1.2.3.4.5
Kolose 3:12-21
Matius 2,13-15; 19-23
Tidak
Sepatah Kata pun
Ketika masih kecil, Roland Hayes,
seorang penyanyi tenor berkulit hitam yang termasyur mendengarkan sebuah kotbah
tentang Yesus Kristus ketika Dia berdiri di hadapkan Pilatus. Pengkobahnya
adalah seorang pria tua berkulit hitam yang buta huruf. Di dalam kotbahnya,
pria tua itu menjelaskan perihal dua kekuatan yang saling bertentangan, yaitu
“sikap marah yang menyalak dan sikap diam membisu”.
Pilatus jengkel terhadap Yesus yang
terus membisu. Dia berteriak, “Mengapa Engkau tidak menjawab aku? Apakah Engkau
tidak mengetahui bahwa aku mempunyai kuasa? Walaupun Pilatus dan orang banyak
marah kepada-Nya, Yesus Kristus tidak mengeluarkan sepatah kata pun”.
Ketika mencapai puncak kejayaannya,
Roland bersama istrinya berdiri di hadapan para penonton di ruangan pertunjukan
Beethoven, di kota Berlin. Penontonnya adalah kaum Nazi. Sikap yang mereka
tunjukan sangat tidak bersahabat, memancing amarah, permusuhan, bahkan
pertentangan dan korban.
1)
Mereka mencemoohkan seorang
penyanyi negro yang didampingi istrinya.
2)
Mereka mengejeknya karena
berani bernyanyi di tengah-tengah manusia yang berbudaya Aryan.
Suara ejekan, hinaan dan makian
menghujani dirinya dan istrinya. Bahkan tindakan yang terarah pada brutalitas
yang mematikan semakin diperlihatkan. Selama sepuluh menit, Roland dan istrinya
berdiri terpaku di samping piano yang kelak dimainkan. Mereka hening, ...
mereka diam ... mereka tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Di dalam hati
mereka, terutama Roland ada rasa ingin marah, ingin menangis, ingin meluapkan
perasaannya ibarat datangnya air pasang yang tidak terbendung. Namun pada saat
itu, dia ingat akan kotbah yang pernah didengarkan ketika masih kecil: Yesus
Kristus tidak mengeluarkan sepatah kata pun”.
Dia dan istrinya berdiri dengan sikap
tegar, karena dia tahu bahwa kuat-kuasa yang tertinggi berada di sisinya. Dia
berdiri sambil berhening dan berdoa dalam diam. Sikapnya yang penuh ketenangan
dan keberanian akhirnya menenangkan dirinya dari semua penonton yang hadir.
Para penonton terdiam; pada saat itu, Roland memainkan piano dengan penuh
kelembutan dan dengan suara emasnya yang penuh pesona, dia mulai bernyanyi.
Para penonton, kaum nazi yang awalnya menyambutnya dengan penuh dendam hanyut
dalam kelembutan irama piano dan merdu suaranya. Mereka menyambutnya dengan
tempik sorak. Roland menang ... Roland mengalahkan mereka karena dia menghadapi
kebringasan mereka dengan sikap diam, hening, tanpa mengeluarkan sepatah kata
pun...
Starr Daily,
seorang tokoh yang sangat berpengalaman dalam hal penyembuhan batin berkata,
“Berdasarkan pengalaman saya menangani sekian banyak pasien, hanya orang-orang
yang berani mengalami keheningan yang bisa sembuh dari sakit mereka”.
Keheningan
lebih menyembuhkan daripada obat-obatan. Blase Pascal, seorang ilmuwan besar
berkata, “Setelah mengalami kehidupan manusia dengan cukup lama, saya berkesimpulan
bahwa salah satu kesulitan manusia yang paling besar adalah ketidakmampuannya
untuk hening”.
****************
Keluarga Kudus
adalah sebuah keluarga yang dibentuk oleh Allah sendiri: Allah memilih Maria
dan Yosef untuk memelihara, membesarkan dan membimbing Yesus. Namun kekudusan
keluarga Nazaret tidak terbentuk dengan sendirinya, atau diperoleh begitu saja.
Injil tidak banyak berkisah tentang sepak terjang keluarga ini, namun dari
informasi penginjil, kita menemukan sebuah kenyataan bahwa kekudusan keluarga
Nazaret justru dibangun dì atas kesunyian dan keheningan yang syarat dengan
aneka bentuk pergumulan, tantangan dan cobaan.
Injil berkisah
bahwa:
o
Dalam
kesunyian dan keheningan malam, Malaikat Gabriel menyampaikan kehendak Allah,
memilih Maria menjadi Ibu Tuhan.
o
Dalam
kesunyian dan keheningan mimpi malam, Allah meneguhkan hati Yosef agar tidak
meninggalkan Maria secara diam-diam.
o
Dalam
kesunyian dan keheningan malam, Yesus lahir di kandang Betlehem.
o
Dalam
kesunyian dan keheningan mimpi malam, Allah memerintahkan Yosef untuk
menyelamatkan kanak-kanak Yesus bersama ibu-Nya dari ancaman pembunuhan Herodes
ke Mesir.
o
Dalam
kesunyian dan keheningan mimpi malam, Allah memerintahkan Yosef untuk membawa
kanak-kanak Yesus dan Maria kembali ke Nazaret.
o
Dalam
kesunyian dan keheningan tempat pengungsian, Yesus dibesarkan di tempat
pengungsian di Mesir dan di Nazaret, kampung-halaman-Nya.
o
Dalam
kesunyian dan keheningan senja, Yesus wafat di puncak Golgota.
o
Dalam
kesunyian dan keheningan perut bumi, Yesus menyelesaikan misi keselamatan-Nya
dan bangkit dengan mulia.
Walaupun
demikian, yang utama bukanlah kesunyian dan keheningan itu sebab kesunyian dan
keheningan hanyalah sebuah sarana. Yang utama adalah pergumulan, pergolakan,
perjuangan, keteguhan dan kesetiaan di balik kesunyian dan keheningan itu.
Dalam kesunyian dan keheningan kampung Nazaret, Maria dan Yosef mendengarkan
dan merenungkan, menghayati dan melaksanakan kehendak Allah. Perkara-perkara
Allah yang sulit dipahami, yang melahirkan keraguan dan kebekuan diolah dan
dicairkan menjadi sebuah kepastian melalui proses pembatinan dalam kesunyian.
Kesunyian dan
keheningan Nazaret menjadi kudus karena dikuduskan oleh kontak dan komunikasi
antara Maria, Yosef dan Yesus dengan Allah sendiri. Dalam kesunyian dan
keheningan Nazaret, benih keselamatan disemaikan, bertumbuh, berkembang menjadi
matang dan menghasilkan buah berlimpah, yaitu penebusan. Dalam kesunyian dan
keheningan keluarga Nazaret, Allah melaksanakan dan mewujudkan karya
keselamatan-Nya.
Fakta kehidupan
kita saat ini menunjukkan bahwa:
1)
Hidup
terasa berat, sulit, penuh tantangan dan cobaan. Tiada seorang pun dan tiada
sebuah keluarga, komunitas pun yang bisa menghindar.
2)
Kita
dituntut untuk bekerja keras, sibuk dengan aneka hal, bergumul dengan bunyi-bunyian
dunia.
3)
Walaupun
demikian, kita tidak boleh tenggelam, apalagi hanyut dan karam-hancur di
dalamnya.
4)
Bekerja
dan berdoa harus menjadi aturan iman dan kehidupan kita. Kita dituntun untuk
bekerja, seolah-olah kita akan jalani hidup seribu tahun ke depan; namun kita
harus berdoa, seakan-akan kematian menyongsong kita hari ini.
5)
Kita
dituntut untuk mengatur keseimbangan antara hal-hal yang bersifat jasmani dan
rohani; kita dituntut untuk mengatur keharmonisan dalam keluarga dan komunitas
kita.
Untuk itu, kita
membutuhkan keheningan dan ketenangan untuk duduk merenung dalam kesunyian ...
memeriksa debu dan kotoran yang mulai melengket pada tubuh, membersihkannya,
melihat dan menilai pekerjaan ... bertanya, apakah semuanya masih searah dengan
tujuan hidup dan tuntutan iman? Ada orang yang takut akan kesunyian, sehingga
dia senantiasa melebur diri dalam kesibukan dan tenggelam dalam kebisingan
sebab dalam kesunyian, dia melihat kelemahan dirinya, buah kejahatan dan
dosanya. Ini adalah sebuah pelarian, ambang dari sebuah kehancuran. Orang yang
suka akan kesunyian akan mampu membersihkan hidupnya dari segala debu dan
kotoran yang tidak perlu.
Keluarga
Nazaret menjadi model keluarga dan komunitas kita justru karena Maria dan Yosef
menunjukan bagaimana mereka mengatasi pelbagai kebekuan, keraguan, kesulitan
dan tantangan dengan selalu berkontak, berkomunikasi, berdialog baik di antara
mereka sendiri maupun dengan Allah dalam suasana sunyi, hening dan tenang.
Persoalannya,
mampukah kita berusaha menciptakan ketenangan dan kesunyian dalam kesibukan dan
kebisingan hidup supaya kita bisa berkontak, berkomunikasi dan berdialog dengan
sesama keluarga, komunitas dalam suasana penuh keterbukaan, pengertian dan
dalam kasih sayang, terutama dengan Allah sendiri? Bukankah di saat sibuk, kita
lupa untuk hening, berkontak dengan Allah? Bukanlah di saat mabuk dalam pesta
natal, doa dikorbankan?
Selamat Bermenung...
Salam Kasih...
Buona Natale...
Dio Tio Benedica...
Alfonsus Very Ara, Pr

Posting Komentar
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.