Minggu Biasa XXIII 7 September 2025 Syarat Menjadi Murid Yesus (Romo Very Ara) Kebijaksanaan 9:13-18 Mazmur 90:3.4.5.6.12.13.14+17 Filemon 9b-10.12.17 Lukas 14,25-35
Minggu Biasa XXIII 7 September 2025
Syarat Menjadi Murid Yesus
Kebijaksanaan
9:13-18
Mazmur
90:3.4.5.6.12.13.14+17
Filemon
9b-10.12.17
Lukas 14,25-35
Adalah kisah nyata dari seorang pelari tercepat
Inggris yang bernama Eric Lidel. Kisah ini kelak didokumentasikan dalam sebuah
film yang berjudul “Kereta-kereta Api” (Chariots of Fire).
Ketika Olympiade pada tahun 1924, Eric adalah pelari
tercepat yang sangat diandalkan untuk mempersembahkan Emas Olympiade untuk
Inggris. Sebagai seorang pelari yang sungguh-sungguh Katolik, Eric memiliki
aturan sendiri: Dia tidak akan pernah bertanding/berlari pada Hari Minggu.
Komitmen Eric ini justru berbenturan dengan jadwal yang ditetapkan oleh
panitian Olympiade: Panitia menetapkan bahwa jadwal final pertandingan lari
berjarak 100 meter akan diadakan pada Hari Minggu.
Keadaan ini sungguh menggeparkan dunia. Eric tetap
setia pada komitmennya: dia tidak akan pernah bertanding pada Hari Minggu.
Ketika mengetahui bahwa Eric menolak untuk bertanding pada Hari Minggu, Inggris
menekan dan memaksa Eric. Inggris menuduh Eric sebagai Pengkhianat Bangsa.
Tetapi, Eric pantang menyerah. Dia tetap bertahan pada keputusannya. Dia tidak bertanding
pada Hari Minggu.
Ketika muncul jadwal pertandingan perlombaan lari 400
meter, Eric memutuskan untuk berlomba walaupun dia tidak pernah mengikuti
pertandingan pada jarak tersebut. Ada hal menarik yang terjadi sebelum
pertandingan dimulai: Pelari Amerika Jackson Scholz memberikan sepotong kertas
kecil kepada Eric. Dalam kertas itu ada tulisan yang berbunyi: “Barangsiapa
melayani Aku, ia akan dihormati Bapa” (Yohanes 12:26). Beberapa menit kemudian,
pertandingan dimulai. Eric memenangkan kejuaran lari Olympiade berjarak 400
meter. Dalam tangannya tetap tergenggam kertas kecil pemberian Jackson. Kertas
itu tersimpan rapih dalam dokumen pribadinya.
****************************
Menolak untuk bertanding pada Hari Minggu atas nama
negara bukanlah persoalan yang gampang bagi Eric. Dia harus berhadapan dengan
negara dan seluruh rakyat di negaranya. Dia ditekan dan dicap pengkhianat oleh
negaranya dan oleh dunia karena tidak bersedia menyumbangkan medali emas bagi
negaranya. Namun bagi Eric, apalah artinya sekeping emas dan sanjungan
kehormatan yang diberikan negara daripada kehormatan yang diberikannya kepada
Allah, Pencipta dan Sumber kehidupan-Nya? Eric berkukuh pada pendirian hatinya:
dia memutuskan untuk berada di Gereja, mengikuti Misa Kudus dan menolak untuk
bertanding.
o Bagi Eric, Misa lebih utama daripada sekeping emas, nama
besar dan penghormatan negara. Dihormati Allah jauh lebih mulia daripada
dihormati negara dan dunia.
o Bagi Eric, Allah diatas segalanya, bukan manusia. Eric
pun menerima pahala dari Allah karena menomorsatukan Allah, bukan kehormatan
dirinya. “Bapa-Ku akan memberikan pahala kepada siapa pun yang melayani Aku ...
Barangsiapa melayani Aku, dia akan dihormati Bapa”.
**********************
Yesus dikagumi, dicintai dan dikelilingi oleh banyak
orang. Mereka berduyun-duyun mengikuti Dia di setiap perjalanan-Nya. Tiba-tiba
Yesus berpaling dan berbicara kepada mereka, “Jikalau seorang datang kepada-Ku
dan ia tidak membenci bapaknya, ibunya,
istrinya, anak-anaknya, saudaranya laki-laki dan perempuan, bahkan nyawanya
sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku”.
Kata-kata Yesus ini ibarat siraman air dingin di saat
tubuh gerah karena kepanasan. Namun, kata “membenci” dalam
konteks ini harus dimengerti dalam pemahaman bangsa Yahudi. Bagi orang Yahudi,
“membenci”, bukanlah perasaan benci, tidak suka, melawan, melainkan “tidak
menomorsatukan atau tidak mendewakan.” Perkataan Yesus ini harus dimengerti
demikian: “Jika seseorang datang kepada-Ku, namun tetap menomorsatukan
bapaknya, ibunya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, bahkan nyawanya sendiri,
dia tidak layak menjadi murid-Ku.” Apabila kita ingin mengikuti Yesus, kita
harus menomorsatukan Yesus.
Pernyataan Yesus ini diteguhkan oleh penegasan-Nya yang
kedua, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak dapat
menjadi murid-Ku”. Perkataan ini menunjukan bahwa apabila kita ingin menjadi
murid Yesus, kita bukan hanya menyangkal diri, melainkan bersedia mati di
salib. Kita harus bersedia memikul balok salib hingga ke tempat penyaliban. Namun
penegasan Yesus ini merupakan sebuah kiasan: maksud yang sesungguhnya adalah:
apabila kita ingin mengikuti Yesus, kita harus melekat dan menyatu dengan Yesus
hingga memandang perjalanan hidup di bumi ini bukan sebagai tujuan utama.
Tujuan perjalanan hidup di bumi terarah pada satu titik yaitu Allah sendiri.
Agar kita bisa melekat dan bersatu dengan Yesus, kita harus mati bagi diri kita
sendiri, mati terhadap keinginan untuk mengejar-ngejar hal yang duniawi dan
mati terhadap kepentingan-kepentingan duniawi.
Karena tuntutan untuk menjadi murid Yesus sangat berat,
maka kita harus mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang jelas/tegas.
Unsur utama yang harus dipertimbangkan dan diputuskan adalah:
o Menggeser kepentingan diri.
o Apabila kita mengikuti Yesus, namun tidak dengan niat
yang utuh, kita akan gagal: Jangan-jangan kalian nanti senasib dengan raja itu
... Ia berangkat untuk memang, tetapi akhirnya kalah”.
o Jika kita ingin menang, maka tentukan hanya satu pilihan,
yaitu memilih Yesus dengan hati yang utuh.
o Jaminan kemenangan kita adalah Yesus dan penyerahan diri kita
yang total kepada-Nya. Kita harus yakin bahwa Yesus yang diikuti adalah Raja
atas diri dan kehidupan kita.
Bagaimana dengan
kita, pengikut Kristus yang hidup zaman ini? Apakah kita hidup dengan
mengutamakan kepentingan manusiawi/duniawi yang bersifat sementara, menjadikan
diri dan kehidupan kita sebagai pusat atau memperjuangkan dan
mengutamakan kepentingan kita di hadapan Allah demi keselamatan kekal dengan
mematikan keinginan-keinginan manusiawi kita?
Selamat Bermenung...
Salam Kasih...
Buona Domenica!
Dio Ti Benedica!
Alfonsus Very Ara, Pr