Minggu Biasa XXV/C/II,
Cerdik dan Licik Menggunakan Uang
Amsal 8:4-7
Mazmur 113:1-2.4-6.7-8
1 Timoteus 2:1-8
Lukas 16:1-13
*********************
Pada
suatu hari, seorang pimpro jatuh sakit dan diantar ke Rumah Sakit Elisabet
Medan untuk berobat. Setelah hasil rotgen diperiksa secara teliti, dokter
bertanya kepada pimpro ini, ”Apakah bapak adalah pimpro jembatan yang baru-baru
ini ambruk ketika dilewati truk yang memuat kelapa sawit?
Dengan
polos pimpro itu menjawab, “Benar, dokter. Bagaimana dokter biasa tahu? Padahal
dokter ada di Medan, sedangkan saya ada di Tanah Jawa, Pematangsiantar?
Dokter
menjawab, ”Dalam surat kabar yang saya baca dijelaskan bahwa jembatan yang bapak
bangun itu tidak kokoh karena kurang batu penyangganya. Padahal dana yang
dipersiapkan miliaran. Hasil rotgen dengan jelas menunjukkan bahwa batu-batu
itu, saat ini ada di dalam tubuh bapak. Bapak menderita penyakit kencing batu.
Jelas terlihat di sini … ada beberapa batu di ginjal bagian kiri dan hati bapak
juga ternyata mengeras seperti batu, karena batu yang sesungguhnya digunakan
untuk membangun tiang penyangga dimasukan dalam hati bapak.
******************
Pimpro dalam
kisah ini sangat cerdik mengatur anggaran proyeknya. Dia lihai bertimbang dan
berhitung. Dia cerdik dan licik melakukan banyak cara, menerapkan aneka
strategi untuk meraup keuntungan pribadi. Kecerdikan dan kelicikannya adalah
kecerdikan anak-anak dunia yang dikuasai sepenuhnya oleh keserakahan dan
ketamakan. Karena nafsu serakah dan tamak sudah menutup hati dan hidupnya, maka
dia menjadi “manusia yang berhati batu”, mengeras seperti batu karena batu yang
sesungguhnya digunakan untuk menjadi tiang penyangga jembatan dimasukan ke dalam
hatinya.
**************
Yesus sangat
cemas jika “proses pembatuan hati” akibat ketamakan dan keserahakan juga
menimpah kita, para pengikut-Nya. Karena itu, Yesus menasihati kita agar tidak
tamak, tidak serakah, tidak menjadi budak uang, tetapi cerdik dan licik
menghadapi dan menggunakan uang. Agar isi nasihat-Nya dimengerti oleh para
pengikut-Nya, Yesus membentangkan kisah mengenai bendahara yang tidak jujur.
Bendahara itu
sungguh tidak jujur. Dia cerdik bertimbang sebelum bertindak. Ironisnya, Yesus
tidak mengeritik dan tidak mengutuk ketidakjujuran bendahara itu. Sikap Yesus
ini mengundang kita untuk bertanya, “Mengapa Yesus justru memuji tindakan
bendahara yang tidak jujur?
Agar kita
mengerti alasan, mengapa Yesus memuji ketidakjujuran bendahara dalam kisah ini,
kita harus mengerti apa artinya “tidak jujur” dan apa artinya “cerdik” yang ada
dalam pikiran Yesus:
Ungkapan “tidak jujur” dalam diri bendahara yang licik itu searti dengan
“tidak dapat dipercaya, tidak dapat diandalkan, tidak becus dalam menjalankan
tugasnya”. Apakah bendahara itu sungguh-sungguh tidak jujur selama menjalankan
tugasnya hingga diakhir masa tugasnya? Tidak diketahui.
Ungkapan “tidak jujur” bisa dimengerti dalam arti yang lebih lunak, yaitu
“bertindak sebagaimana lazimnya dilakukan oleh semua manusia di dunia ini”.
Seperti semua manusia, bendahara ini terbiasa memikirkan seluruh perjalanan dan
perjuangan hidupnya dari sisi materi. Ketidakjujurannya dan kecerdikannya
sungguh-sungguh duniawi dan merupakan ketidakjujuran dan kecerdikan anak-anak
dunia ini. Anak-anak dunia sangat tanggap dan cekatan membaca situasi dunia,
cerdik mencari akal agar tidak dirugikan atau tidak celaka.
Yesus berharap agar kecerdikan anak-anak dunia ini tidak diikuti oleh
“anak-anak terang”. Apabila anak-anak dunia cekatan membaca situasi dunia,
cerdik mencari akal dan strategi untuk mendatangkan keuntungan bagi dirinya,
anak-anak terang, orang-orang yang memiliki Kerajaan Allah harus lebih tanggap,
cerdik dan cekatan membaca situasi bahaya dalam terang iman, terutama bahaya
yang mengancam iman dan jiwa kita. Anak-anak terang harus selalu waspada, agar
iman, jiwa dan diri kita tidak terperangkap dalam ikatan yang mencelakakan,
menghancurkan dan membinasakan.
Ini berarti, yang dipuji Yesus dalam kisah bendahara yang licik bukanlah
kesalahan yang dilakukan bendahara itu, melainkan kepandaiannya, kecerdikan dan
kelicikannya dalam menghadapi bahaya.
Bendahara dipuji karena dengan memotong uang, di satu pihak dia merugikan majikannya,
namun dipihak lain, dia juga menguntungkan majikannya sebab nama majikannya
akan menjadi harum karena dipuja-puji oleh hamba-hamba yang kebetulan utangnya
diringankan.
Melalui kisah bendahara yang tidak jujur dan licik ini, Yesus memberikan
pesan praktis/sederhana kepada kita, anak-anak terang, pengikut-Nya sendiri:
Sebagai anak-anak terang, di satu pihak, kita seharusnya tidak mengikat
persahabatan dengan mamon, yaitu uang (mamon serati dengan deposito yang
dipercayakan dan diandalkan karena memberikan rasa aman). Namun, dipihak lain,
kita membutuhkan uang untuk hidup agar hidup kita tetap berlanjut. Karena
tuntuntan ini, maka Yesus berkata agar kita tetap mengikat persahabatan dengan
menggunakan uang.
Namun, Yesus mengingatkan kita bahwa uang adalah kekuatan maha dasyat
yang harus dihadapi dan disikapi oleh semua manusia, terutama oleh kita orang
berjubah. Kita harus cerdik dan licik dalam menghadapi dan menggunakan uang.
Artinya, kita harus bersikap luwes dan sedemikian luwes terhadap uang supaya
uang tidak menjadi kekuatan/diktator yang memperbudak kita, tetapi justru
menjadi sahabat.
Cara yang paling tepat dalam menghadapi kekuatan maha dasyat dari uang
ini adalah: kita harus menjadi tuan yang mengatur dan menggunakan uang, bukan
menjadi budak uang dan diatur sepenuhnya oleh uang. Uang dipergunakan untuk
kehidupan pribadi dan kehidupan bersama dengan memberikan sedekah. Namun,
sedekah bukanlah jaminan utama untuk mengalami surga. Sikap yang paling tepat
terhadap uang adalah memiliki kecerdikan khusus dalam menggunakan uang sehingga
uang bisa membawa keuntungan yang luar biasa bagi diri kita. Dengan bersikap
cerdik terhadap uang, kita tidak membiarkan diri dikuasai oleh uang, tetapi
justru dilindungi dari bahaya serakah/tamak yang membuat hati kita menjadi
keras, tidak lunak terhadap sesama. Jika sikap kita demikian, maka orang yang
beruang pun akan diterima dalam kemah abadi, di rumah Bapa.
o
Apabila kita cerdik menggunakan uang seperti yang
dikendaki Yesus, kita tidak akan terpancing, tergoda dan tergoncang apabila
surga itu direbut dan dimiliki orang-orang yang sederhana.
o
Apabila kita cerdik menggunakan uang, tidak tamak,
tidak serakah, kita akan bersahabat dengan semua orang, bukan seperti kaum
Farisi dan Anak Sulung yang menutup diri terhadap sesama, termasuk terhadap
bapak dan adiknya karena mata dan hati mereka ditutup oleh keserakahannya
terhadap harta.
Orang Farisi dan ahli Taurat adalah wakil pemuka Yahudi yang menjadi
hamba dan budah uang. Mereka serakah dan tamak terhadap uang, namun licik
menyembunyikan keserakahan dan ketamakan mereka di balik kedok kemurahan hati
dengan memberikan sedekah. Namun, Allah tidak bisa ditipu, tidak bisa
dibohongin. Allah sungguh-sungguh tahu motivasi mereka dan kita dalam melakukan
sesuatu. Apabila motivasi kita busuk, maka kesalehan kita akan membusuk. Allah
sangat membenci hati yang busuk,
walaupun ditutupi dengan kedok yang indah.
Buona
Domenica..
Selamat
Bermenung...
Salam
Kasih...
Dio Ti
Benedica...
Alfonsus
Very Ara, Pr
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.