Minggu Biasa XXV/C/II, 21 September 2025 ( Romo Very Ara ) Cerdik dan Licik Menggunakan Uang Amsal 8:4-7 Mazmur 113:1-2.4-6.7-8 1 Timoteus 2:1-8 Lukas 16:1-13

 




Minggu Biasa XXV/C/II, 

Cerdik dan Licik Menggunakan Uang

Amsal 8:4-7

Mazmur 113:1-2.4-6.7-8

1 Timoteus 2:1-8

Lukas 16:1-13



*********************

 

Pada suatu hari, seorang pimpro jatuh sakit dan diantar ke Rumah Sakit Elisabet Medan untuk berobat. Setelah hasil rotgen diperiksa secara teliti, dokter bertanya kepada pimpro ini, ”Apakah bapak adalah pimpro jembatan yang baru-baru ini ambruk ketika dilewati truk yang memuat kelapa sawit?

Dengan polos pimpro itu menjawab, “Benar, dokter. Bagaimana dokter biasa tahu? Padahal dokter ada di Medan, sedangkan saya ada di Tanah Jawa, Pematangsiantar?

Dokter menjawab, ”Dalam surat kabar yang saya baca dijelaskan bahwa jembatan yang bapak bangun itu tidak kokoh karena kurang batu penyangganya. Padahal dana yang dipersiapkan miliaran. Hasil rotgen dengan jelas menunjukkan bahwa batu-batu itu, saat ini ada di dalam tubuh bapak. Bapak menderita penyakit kencing batu. Jelas terlihat di sini … ada beberapa batu di ginjal bagian kiri dan hati bapak juga ternyata mengeras seperti batu, karena batu yang sesungguhnya digunakan untuk membangun tiang penyangga dimasukan dalam hati bapak.

******************

 

Pimpro dalam kisah ini sangat cerdik mengatur anggaran proyeknya. Dia lihai bertimbang dan berhitung. Dia cerdik dan licik melakukan banyak cara, menerapkan aneka strategi untuk meraup keuntungan pribadi. Kecerdikan dan kelicikannya adalah kecerdikan anak-anak dunia yang dikuasai sepenuhnya oleh keserakahan dan ketamakan. Karena nafsu serakah dan tamak sudah menutup hati dan hidupnya, maka dia menjadi “manusia yang berhati batu”, mengeras seperti batu karena batu yang sesungguhnya digunakan untuk menjadi tiang penyangga jembatan dimasukan ke dalam hatinya.

**************

Yesus sangat cemas jika “proses pembatuan hati” akibat ketamakan dan keserahakan juga menimpah kita, para pengikut-Nya. Karena itu, Yesus menasihati kita agar tidak tamak, tidak serakah, tidak menjadi budak uang, tetapi cerdik dan licik menghadapi dan menggunakan uang. Agar isi nasihat-Nya dimengerti oleh para pengikut-Nya, Yesus membentangkan kisah mengenai bendahara yang tidak jujur.

Bendahara itu sungguh tidak jujur. Dia cerdik bertimbang sebelum bertindak. Ironisnya, Yesus tidak mengeritik dan tidak mengutuk ketidakjujuran bendahara itu. Sikap Yesus ini mengundang kita untuk bertanya, “Mengapa Yesus justru memuji tindakan bendahara yang tidak jujur?

Agar kita mengerti alasan, mengapa Yesus memuji ketidakjujuran bendahara dalam kisah ini, kita harus mengerti apa artinya “tidak jujur” dan apa artinya “cerdik” yang ada dalam pikiran Yesus:

Ungkapan “tidak jujur” dalam diri bendahara yang licik itu searti dengan “tidak dapat dipercaya, tidak dapat diandalkan, tidak becus dalam menjalankan tugasnya”. Apakah bendahara itu sungguh-sungguh tidak jujur selama menjalankan tugasnya hingga diakhir masa tugasnya? Tidak diketahui.

Ungkapan “tidak jujur” bisa dimengerti dalam arti yang lebih lunak, yaitu “bertindak sebagaimana lazimnya dilakukan oleh semua manusia di dunia ini”. Seperti semua manusia, bendahara ini terbiasa memikirkan seluruh perjalanan dan perjuangan hidupnya dari sisi materi. Ketidakjujurannya dan kecerdikannya sungguh-sungguh duniawi dan merupakan ketidakjujuran dan kecerdikan anak-anak dunia ini. Anak-anak dunia sangat tanggap dan cekatan membaca situasi dunia, cerdik mencari akal agar tidak dirugikan atau tidak celaka.

Yesus berharap agar kecerdikan anak-anak dunia ini tidak diikuti oleh “anak-anak terang”. Apabila anak-anak dunia cekatan membaca situasi dunia, cerdik mencari akal dan strategi untuk mendatangkan keuntungan bagi dirinya, anak-anak terang, orang-orang yang memiliki Kerajaan Allah harus lebih tanggap, cerdik dan cekatan membaca situasi bahaya dalam terang iman, terutama bahaya yang mengancam iman dan jiwa kita. Anak-anak terang harus selalu waspada, agar iman, jiwa dan diri kita tidak terperangkap dalam ikatan yang mencelakakan, menghancurkan dan membinasakan.

Ini berarti, yang dipuji Yesus dalam kisah bendahara yang licik bukanlah kesalahan yang dilakukan bendahara itu, melainkan kepandaiannya, kecerdikan dan kelicikannya  dalam menghadapi bahaya. Bendahara dipuji karena dengan memotong uang, di satu pihak dia merugikan majikannya, namun dipihak lain, dia juga menguntungkan majikannya sebab nama majikannya akan menjadi harum karena dipuja-puji oleh hamba-hamba yang kebetulan utangnya diringankan.

Melalui kisah bendahara yang tidak jujur dan licik ini, Yesus memberikan pesan praktis/sederhana kepada kita, anak-anak terang, pengikut-Nya sendiri: Sebagai anak-anak terang, di satu pihak, kita seharusnya tidak mengikat persahabatan dengan mamon, yaitu uang (mamon serati dengan deposito yang dipercayakan dan diandalkan karena memberikan rasa aman). Namun, dipihak lain, kita membutuhkan uang untuk hidup agar hidup kita tetap berlanjut. Karena tuntuntan ini, maka Yesus berkata agar kita tetap mengikat persahabatan dengan menggunakan uang.

Namun, Yesus mengingatkan kita bahwa uang adalah kekuatan maha dasyat yang harus dihadapi dan disikapi oleh semua manusia, terutama oleh kita orang berjubah. Kita harus cerdik dan licik dalam menghadapi dan menggunakan uang. Artinya, kita harus bersikap luwes dan sedemikian luwes terhadap uang supaya uang tidak menjadi kekuatan/diktator yang memperbudak kita, tetapi justru menjadi sahabat.

Cara yang paling tepat dalam menghadapi kekuatan maha dasyat dari uang ini adalah: kita harus menjadi tuan yang mengatur dan menggunakan uang, bukan menjadi budak uang dan diatur sepenuhnya oleh uang. Uang dipergunakan untuk kehidupan pribadi dan kehidupan bersama dengan memberikan sedekah. Namun, sedekah bukanlah jaminan utama untuk mengalami surga. Sikap yang paling tepat terhadap uang adalah memiliki kecerdikan khusus dalam menggunakan uang sehingga uang bisa membawa keuntungan yang luar biasa bagi diri kita. Dengan bersikap cerdik terhadap uang, kita tidak membiarkan diri dikuasai oleh uang, tetapi justru dilindungi dari bahaya serakah/tamak yang membuat hati kita menjadi keras, tidak lunak terhadap sesama. Jika sikap kita demikian, maka orang yang beruang pun akan diterima dalam kemah abadi, di rumah Bapa.

 

o   Apabila kita cerdik menggunakan uang seperti yang dikendaki Yesus, kita tidak akan terpancing, tergoda dan tergoncang apabila surga itu direbut dan dimiliki orang-orang yang sederhana.

o   Apabila kita cerdik menggunakan uang, tidak tamak, tidak serakah, kita akan bersahabat dengan semua orang, bukan seperti kaum Farisi dan Anak Sulung yang menutup diri terhadap sesama, termasuk terhadap bapak dan adiknya karena mata dan hati mereka ditutup oleh keserakahannya terhadap harta.

 

Orang Farisi dan ahli Taurat adalah wakil pemuka Yahudi yang menjadi hamba dan budah uang. Mereka serakah dan tamak terhadap uang, namun licik menyembunyikan keserakahan dan ketamakan mereka di balik kedok kemurahan hati dengan memberikan sedekah. Namun, Allah tidak bisa ditipu, tidak bisa dibohongin. Allah sungguh-sungguh tahu motivasi mereka dan kita dalam melakukan sesuatu. Apabila motivasi kita busuk, maka kesalehan kita akan membusuk. Allah sangat membenci  hati yang busuk, walaupun ditutupi dengan kedok yang indah.

 

 

Buona Domenica..

Selamat Bermenung...

Salam Kasih...

Dio Ti Benedica...

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget