Minggu Biasa XXVI, 28 September 2025
Yang Kaya dan Yang Miskin
Amsal 6:1a.4-7
Mazmur 146: 7.8-9a.9b-10
1 Timoteus 6:11-16
Lukas 16:19-31
*****************************************
Adalah Bapak William,
seorang pengusaha Katolik yang kaya dan sangat dermawan. Dia selalu membantu
orang-orang yang berkekurangan dan membutuhkan. Kebiasaan tetap yang
dilakukannya adalah “setiap hari Sabtu Sore, dia selalu menyalurkan bantuannya
itu melalui paroki.” Namun dia tidak pernah mau identitasnya dikenal oleh siapa
pun, termasuk orang Katolik sendiri sebagai seorang penderma.
Pada suatu hari,
Pastor Paroki bertanya kepadanya, “Mengapa bapak tidak mau nama dan identitas
bapak dikenal? Bapak William menjawab, “Pastor, kalau orang sudah mengetahui
bahwa saya banyak memberikan bantuan, maka banyak orang akan berpura-pura
mencari bantuan. Kehadiran mereka akan membuat saya tidak bisa lagi mempercayai
orang-orang yang datang kepada saya.”
Jika demikian, maka bisa
terjadi: “apabila yang datang adalah orang-orang yang sungguh-sungguh
membutuhkan bantuan, saya tidak akan bisa menolong mereka karena curiga,
jangan-jangan mereka adalah penipu.”
Lebih baik saya
memberikan bantuan secara diam-diam, yaitu melalui paroki, agar orang-orang
yang dibantu itu bersyukur kepada Allah sebagai Bapa yang Mahakaya,
Mahamemberi, tanpa merasa berutang kepada saya. Saya sadar bahwa apa yang saya
miliki, bukan milik saya, melainkan milik Allah. Karena itu, sepantasnya,
mereka bersyukur kepada Allah, bukan kepada saya.”
**************************
Bapak William,
seorang pengusaha kaya raya adalah pribadi yang dermawan. Namun dia tidak ingin
dikenal sebagai orang kaya yang dermawan sebab baginya apa yang dimilikinya
adalah milik Allah. Dia kaya raya, namun tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh
kekayaannya. Dia menjadi pribadi yang dermawan. Hidupnya ibarat kapal:
o
Sebagaimana kapal
membutuhkan air laut supaya bisa berjalan, demikian pun dia membutuhkan harta
untuk bisa melanjutkan kehidupannya, namun tidak membiarkan dirinya dikuasai
oleh harta yang dimilikinya. Sebagaimana kapal tidak menghendaki air masuk
memenuhi badannya, supaya tidak tenggelam, demikian juga dia tidak menghendaki
hartanya mengusai dirinya, supaya hidupnya bermakna dan perjalanan menuju Allah
tidak terhalang.
o
Dia tidak ingin menjadi
seperti semut ketika melihat madu: tidak suka menikmati manisnya madu dari
pinggirnya, tetapi nyemplung ke dalam madu sehingga harus mengorbankan
hidupnya. Dia hanya ingin menikmati hartanya demi hidup sebagai pengikut
Kristus, yaitu hidup yang berbagi dan memberi.
*********************
Kedermawan hati
bapak William yang kaya raya ini sangat kontras dengan kelobaan kaum Farisi
ketika berhadapan dengan harta duniawi. Perumpamaan mengenai orang kaya dan
Lazarus ini merupakan sebuah peringatan keras dari Yesus kepada kaum Farisi
sebab mereka “hamba harta/uang”. Mereka suka “membenarkan diri di hadapan
orang” bahwa harta yang mereka miliki adalah bukti kebenaran yang mereka
lakukan dan Allah pun memberikan kekayaan kepada orang-orang benar. Usaha
mereka untuk membenarkan diri ini dikritik oleh Yesus dalam perumpamaan ini.
Yesus tidak
menyebut nama orang kaya itu. Yang benar, si kaya itu sungguh-sungguh menikmati
kekayaannya. Dia tenggelam dalam kekayaannya. Dia berpakaian indah ibarat raja
dan setiap hari bersukaria dalam kemewahan (Dia makan sekenyang-kenyangnya).
Berbeda dengan
Lazarus. Dia hanyalah seorang pengemis karena kemiskinannya. Lazarus berarti
Allah membantu. Sebagai seorang pengemis profesional, dia mengharapkan bantuan
Allah. Tubuh si kaya ditutup dengan pakaian yang halus. Tubuh Lazarus ditutup
dengan borok luka yang bernanah. Lazarus berbaring dekat pintu rumah si kaya:
setiap pagi dia membaringkan dirinya di dekap pintu sebab dirinya
sungguh-sungguh lumpuh. Dia tidak berdaya sehingga terpaksa membiarkan anjing
menjilat boroknya. Si kaya menikmati makanannya dengan tenang dan bersih
menurut hukum Yahudi. Lazarus, setiap kali makan, kena kenajisan sebab selalu
dijilat oleh anjing.
Perumpamaan ini
tidak mengatakan apakah si kaya itu kikir/pelitan atau dermawan. Diduga bahwa
si kaya bukanlah orang kikir sebab dia memperkenankan Lazarus berbaring dekat
pintu rumahnya. Namun dalam kenyataannya, Lazarus selalu kelaparan...dia tidak
mampu mengisi perutnya dengan sisa makanan yang jatuh dari meja di kaya. Si
kaya selalu berpesta, sedangkan Lazarus selalu menderita. Ada satu hal yang
dilupakannya yang membawanya ke dasar api neraka, yaitu meniadakan kesempatan
berahmat untuk berbuat baik, berdermawan. Keadaan ini justru berubah setelah di
kaya dan Lazarus meninggal dunia.
Tokoh utama dalam
perumpamaan ini adalah si kaya bukan Lazarus. Lazarus bungkam dalam kisah ini.
Di pangkuan Abraham pun, dia tidak membuka mulutnya.
Unsur utama yang
disoroti Yesus adalah si kaya bersama saudara-saudaranya. Keenam bersaudara ini
tenggelam dalam kekayaan dan kemewahan duniawi yang mereka miliki. Yesus
memberikan peringatan keras terhadap keenam saudara ini: “Kalian tidak dapat
mengabdi Allah dan mamon sekaligus! Berbahagialah kamu yang sekarang ini lapar,
karena kamu akan dipuaskan.”
Kata-kata ini
bukanlah kecaman terhadap si kaya, melainkan kepada semua orang yang
mempergunakan hartanya secara egois dan terhadap semua orang yang karena
memiliki kekayaan tidak mampu melihat sesamanya yang menderita. Orang-orang
seperti ini membuat diri mereka tumpul dalam iman sehingga tidak mampu menilai
hidup di bumi ini dengan tepat. Akibat yang paling fatal adalah: mereka
memisahkan diri dari Allah dan sesama.
Keadaan ini
dialami Yesus sendiri dalam karya-Nya. Dia selalu berhadapan dengan kaum Farisi,
kaum Saduki dan juga Ahli Taurat yang lebih mengagungkan kejayaan Israel secara
duniawi dengan melupakan pentingnya pertobatan pribadi. Bahaya yang sama pasti
akan dialami oleh kita, pengikut-Nya zaman ini: kita tidak perlu mengagungkan
kejayaan dan kemuliaan martabat kita sebagai pengikut Yesus secara duniawi,
tetapi sebaliknya bangga karena memiliki kepenuhan rohani: hati yang rela
berbagi dan rela mengabdi serta tidak pernah melupakan atau mengabaikan
kesempatan berahmat dalam karya kerasulan kita untuk berbuat baik.
Buona Domenica..
Selamat Bermenung...
Salam Kasih...
Dio Ti Benedica...
Alfonsus Very Ara, Pr
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.