Mei 2025

 



Menjadi Satu dalam Allah dan Sesama

Yohanes 17,20-26

***

Homili Minggu Paskah VII


01 Juni 2025

***

 

Putri adalah seorang mahasiswi dan anak tunggal dalam keluarganya berkisah demikian: Setiap hari, mama selalu menyediakan bagi kami sarapan dan makan malam. Pada suatu malam, mama menghidangkan masakan sayur lodeh dan telur dadar gosong di depan meja papa. Saat itu, saya menunggu apa reaksi papa terhadap mama.

Ternyata yang dilakukan ayah adalah menyantap makanan yang disajikan sambil tersenyum pada mama. Sambil menyantap nasi, sayur lodeh dan telur dadar yang gosong itu, papa bertanya mengenai kegiatan saya di sekolah.

Saya tidak ingat apa yang dikatakan papa malam itu, tetapi saya melihat papa sungguh menikmati telur dadar yang gosong itu. Ketika saya beranjak dari meja makan malam itu, saya mendengar ibu meminta maaf kepada papa karena telur dadar yang gosong itu.

Satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang papa katakan: “Ma, jangan cemas, jangan takut, papa suka telur dadar yang gosong”.

Sebelum tidur, saya memberikan ucapan selamat kepada papa. Saya bertanya apakah papa sungguh-sungguh menyukai telur dadar gosong?

 

Papa memeluk saya erat dengan kedua lengannya yang kekar dan berkata:

o   Putri, mamamu sudah bekerja keras sepanjang hari ini. Dia sungguh-sungguh lelah. Jadi, dengan memakan telur dadar yang gosong itu, papa tidak menyalahkan dan menyakiti mamamu dan keluarga kita.

o   Putri, apakah kamu tahu bahwa yang menyakiti hati seseorang adalah kata-kata yang kasar? Putri tahu bahwa semua manusia yang hidup di bumi ini tidak sempurna. Papa juga bukanlah orang yang terbaik dalam segala hal sehingga papa selalu berusaha untuk menerima kesalahan yang lain dan memilih untuk merayakan perbedaan.

o   Ini adalah kunci utama untuk hubungan yang sehat dan harmonis, tetap satu, utuh dan rukun antara papa dan mama dan denganmu, anak papa dan mama satu-satunya.

o   Ingatlah Putri ... Hidup ini terlalu singkat untuk diisi dengan kebencian dan penyesalan. Cintailah semua orang yang memperlakukanmu dengan baik dan sayangilah yang menaruh benci dan dendam kepadamu.

o   Ingatlah pepatah ini: “Jika kamu tidak memiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa yang kamu miliki saat ini! Belajarlah menerima apa adanya dan berpikirlah positif. Jalani hidup ini dengan keinsafan rohani. Jangan terlalu berhitung. Jangan hanya menang sendiri. Belajarlah ... bahwa tiada hari tanpa kasih sayang. Belajarlah selalu untuk berlapang dada dan mengalah. Belajarlah untuk melepaskan beban hidup dengan ceria. Tidak ada sakit hati yang tidak bisa dimaafkan. Tiada dendam yang tidak bisa dikikis. Setiap detik kehidupan yang dilalui merupakan sebuah anugerah. Tuhan tidak pernah menganugerahkan hal yang buruk untuk kita. Apakah kita pernah bersyukur?

 

Tetaplah bersemangat, sabar dan tersenyum dalam menghadapi setiap perbedaan. Apabila keutamaan ini dipupuk, maka kita akan menjadi pribadi yang bermartabat: pribadi yang membawa persatuan, keharmonisan dan keakraban, bukan pertengkaran dan perpecahan. Apabila perbedaan dihargai, maka kita akan terbuka menerima kesalahan yang terjadi akibat perbedaan yang dimiliki. Hasilnya akan sangat membahagiakan: “Telur dadar yang gosong akan menjadi santapan lezat untuk dinikmati sebab tiada pertengkaran, benci dan dendam, melainkan saling memaafkan dan menyayangi antara papa dan mama!

*******************************

Inilah impian Yesus dalam doa-Nya bagi kita para pengikut-Nya. Kita semua, keluarga-Nya tetap satu dalam Tubuh-Nya yang kudus dan mulia, kendati kita berbeda pikiran, perasaan dan sikap. Yesus serentak berminpi dan berharap agar kita menjadi satu dan kudus sehingga layak memandang wajah Allah, bersatu dengan-Nya dan berkenan kepada sesama. Kepenuhan kemanusiaan kita, yaitu kesatuan dengan Allah dan sesama hanya mungkin dialami apabila:

 

o   Tembok kebencian dan konflik diruntuhkan sehingga tidak ada lagi perpecahan dan pemisahan dan kita pun akan bersatu dalam Allah dan satu dalam yang lain.

o   Kita meninggalkan semua bentuk permusuhan dan persaingan untuk saling mengasihi, saling melayani, saling membasuh kaki, saling mendukung untuk berkembang dalam kebenaran dan kasih hingga akhirnya sadar bahwa saling mencintai tidak hanya berarti saling melayani, melainkan memberikan hidup.

o   Kita maju dan berkembang dalam kasih satu dalam yang lain dan satu bagi yang lain.

 

Wujud kesatuan ini tidak mungkin terpupuk dan terwujud hanya dengan mengandalkan kekuatan manusiawi kita.

 

o   Kesatuan yang diidamkan Yesus ini adalah kesatuan cinta dan saling mencintai; dalam cinta ada keterbukaan dan kelembutan satu terhadap yang lain, buah transformasi/perubahan sikap hidup yang mendalam karena keterbukaan kita terhadap daya ilahi Allah yang kudus.

o   Kesatuan yang didambakan Yesus ini bukanlah peleburan dua pribadi yang tergantung satu dari yang lain tanpa mengenal batas keberadaan diri kita masing-masing.

o   Kesatuan yang didambakan Yesus bukanlah satu terbungkus dalam yang lain dan saling tertutup satu sama lain karena ketakutan akan kehilangan yang lain.

o   Kesatuan yang didambakan Yesus adalah persahabatan para pencinta, pesta dan perjamuan nikah kasih, ketika sang mempelai dan sosok yang dicintainya bersatu dalam persekutuan hidup, saling memberikan diri dan bersama-sama memberikan persembahan diri dan kehidupan mereka kepada Allah.

 

Dalam kesatuan itu, masing-masing saling menerima keunikan karena sama-sama berharga, masing-masing memiliki tempatnya sendiri, masing-masing menerima dan memberi, masing-masing memiliki hati yang penuh syukur. Dalam kesatuan itu tidak ada penghalang: yang satu mengagumi yang lain dan satu menjadi kekaguman bagi yang lain karena dalam setiap pribadi tampak wajah Allah sendiri.

Masing-masing kita berbeda, namun saling membutuhkan untuk melengkapi kemanusiaan kita. Kita bersama-sama diikat, rentan satu bagi yang lain, terbuka satu bagi yang lain. Dalam perbedaan itu, kita semua memancarkan keagungan Allah tanpa batas dan bersama menyerukan syukur kepada-Nya. Dalam kesatuan itu, kita tidak lagi melihat dan menilai diri kita dan sesama yang lain tidak layak, tetapi justru melihat dalam diri kita dan sesama terang kasih Allah sendiri. Dalam kesatuan itu, tidak ada kekosongan dan kecemasan atau kesepian yang mengerikan sebab yang kurang diisi dan dilengkapi sehingga yang ada hanyalah hidup baru, yaitu hidup Allah sendiri yang memancar dan menggerakan kehidupan kita.

Kesatuan yang mengagumkan ini akan terpenuhi apabila kita bersedia diubah dan dibaharui dalam Allah serta berjuang melawan semua bentuk kekacauan dalam batin kita; berjuang menerima yang lain, berjuang untuk mencintai orang-orang yang berbeda, pesaing-pesaing, musuh dan orang-orang selalu melukai kita serta berjuang untuk tidak mengadili serta tidak menghukum yang lain.

Cinta dan damai akan dialami apabila kita masuk ke dalam medan perjuangan ini: ketika kita tidak berjuang mati-matian untuk membuktikan bahwa hanya kita yang benar serta menghidupi daya pengampunan dan rekonsiliasi, menerima terang dan kehadiran Allah dalam diri kita dan sesama. Hanya dalam cinta dan saling mencintai, kita bersatu sebagai pengikut Yesus Kristus. Dan hanya dalam cinta dan saling mencintai, kita menjadi agen persatuan serta penerus cinta demi terciptanya kesatuan dan kedamaian bersama di alam ini.

Kita adalah pengikut Yesus Kristus dan cap khusus/istimewa kemuridan kita adalah cinta dan saling mencintai. Cap ini serentak menegaskan keunikan kita serta perutusan kita sebagai agen/duta kesatuan dan kedamaian dunia...

 

Selamat Bermenung

Salam kasih

Buona Domenica

Dio Ti Benedica

 

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 



Hari Raya Kenaikan Tuhan

**************************************

Terangkat, Sambil Memberi Berkat

Lukas 24:46-53

**************************************

Pada suatu hari, seorang Pastor Paroki yang berkarya di Kota Austerity memanjat menara Gereja agar semakin mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Dia ingin meneruskan Sabda Tuhan kepada umat di parokinya seperti yang dilakukan Musa.

Di atas menara ini, sang Pastor Paroki berusaha meyakinkan dirinya bahwa dia pasti mendengarkan sesuatu yang dikatakan Tuhan kepadanya. Karena keyakinan inilah dia terpancing untuk berteriak sekeras-kerasnya dari puncak menara Gereja: “Tuhan, di manakah Engkau. Saya sama sekali tidak mendengarkan suara-Mu”.

Dalam keheningan, Tuhan justru menjawabnya: Saya di sini...di bawah...di tengah-tengah umat-Ku sendiri. Di manakah Engkau?

***********************

Kedekatan dengan Tuhan tidak terikat, terpaku dan bersarang di sebuah tempat yang tetap. Tuhan hanya terasa dekat, dialami kehadiran-Nya dan tinggal di tengah-tengah kita, umat-Nya hanya jika kita rela memberikan tumpangan dan satu-satunya tumpangan yang paling layak baginya adalah hati dan hidup kita. Kita akan merasakan kedamaian dan kegembiraan, bila kita saling membuka hati dan saling memberikan tumpangan.

Yakinlah… disaat kedekatan dengan Tuhan dirasakan dan dialami, maka seluruh alam ciptaan akan bergembira, sukacita akan menjadi penuh. Di saat kedekatan dengan Allah ada, maka kehidupan kita akan teratur dan hidup akan sehat: Siapa yang mengalami kedekatan dengan Allah, mengalami surga; siapa yang mengalami surga; membawa surga. Siapa yang membawa surga, mewartakan surga; siapa yang mewartakan surga, serentak menciptakan satu tanah air surgawi! Atau, di mana terasa kedekatan dengan Tuhan, di sana ada surga. Dia mana ada surga, di sana ada tanah air. Di mana ada tanah air, di sana ada perasaan Surgawi!

“Dan sementara Dia memberkati mereka,

Ia meninggalkan mereka dan terangkat ke surga.”

Kalimat Injil ini tidak hanya menyingkapkan situasi yang terjadi di dalam Gereja Purba, tetapi juga situasi kaum Kristiani umumnya: situasi ditinggalkan! Dalam situasi ini, Tuhan dirasakan sangat jauh; Dia tidak berada di tengah kehidupan kita...

Bernhard Lang merumuskan kenyataan ini dalam beberapa syair puisi ini:

Aku mendengar kegaduhan jalanan

Aku mendengar desiran angin di pepohonan

Tetapi Tuhan, suaramu tak kudengar

Tegurlah aku

Dan tunjukkanlah jalan-Mu kepadaku

Supaya aku senantiasa mendengarkan suara-Mu

Sebagaimana kegaduhan jalanan

Dan jelas...

Seperti desiran angin di pepohonan

 

Banyak orang berpikir bahwa dengan kenaikan-Nya ke surga, Yesus meninggalkan panggung dunia; berpisah dari para rasul-Nya; dari orang kecintaan-Nya; dari kita dan akibat dari perpisahan itu, manusia gampang jatuh ke dalam suasana tanpa belaskasih, ke dalam situasi tanpa cinta dan tidak kenal kompromi.

Di saat Tuhan tidak hadir lagi secara fisik; di saat pikiran-Nya tidak lagi merajai budi kita dan karya keselamatan-Nya tidak lagi dilaksanakan-Nya, di saat itulah ada sikap pemerkosaan yang tidak mengenal batas. Di saat itulah Allah mati dalam hati dan kehidupan kita; kita menjadi serigala bagi manusia yang lain.

 

Sambil Memberi Berkat…

Namun, janganlah lupa bahwa“... sementara terangkat, Dia memberkati mereka.” Dari segi pendidikan dan pengetahuan, para murid bukanlah orang yang tepat untuk melanjutkan tugas perutusan-Nya di dunia ini. Dia tidak menolak dan juga tidak meragukan ketidakmampuan mereka. Justru dengan berkat dan daya ilahi-Nya, Dia akan memberdayakan mereka agar mampu menjalankan tugas yang ditanggungkan kepada mereka.

Di Betania, Yesus tidak menyampaikan wejangan atau ajaran apa pun. Yesus hanya mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka. Di sini Yesus bertindak sebagai Imam Agung yang memangku jabatan nabi, imam dan raja. Berkat-Nya di hari kenaikan ini serentak menciptakan jarak dan simbol yang mempersatukan. Melalui berkat-Nya, Yesus hadir; Dia menyertai para murid-Nya, bersatu dengan mereka, terutama dalam situasi kehidupan yang serba kritis dan menakutkan. Berkat Yesus justru membuat perpisahan terasa ringan, karena berkat-Nya merupakan perwujudan Sabda-Nya, “Aku senantiasa menyertai kamu hingga akhir zaman.” Karena itu, para rasul meninggalkan tempat pertemuan dengan Yesus dalam suasana hati gembira.

 

Makna Pesta Kenaikan

Kenaikan bukanlah akhir, melainkan awal. Dengan peristiwa Kenaikan ini, Yesus tidak berpulang ke tempat peristirahatan di masa tua, melainkan memasuki lingkup karya yang paling agung, paling tinggi dan efektif bersama Allah yang kekal. Berkat kenaikan-Nya ke surga, Yesus semakin intensif dan menyeluruh memperhatikan dunia dan kita semua. Karena itu, kenaikan-Nya menjadi awal dari karya-Nya yang menyeluruh.

 

Bukan Jauh, tetapi Dekat

Duduk di sebelah kanan tidak berarti menempati satu tugas atau jabatan yang jauh terpencil, tetapi justru sebaliknya. “Lihat, Aku menyertai kamu setiap saat, hingga akhir zaman.” Justru kenaikan ke surga memberikan arti yang umum, luas dan menyeluruh dari kuasa yang dimiliki Yesus. “Kepada-Ku diberi segala kuasa di surga maupun di bumi.” (Mat 28:18).

Secara praktis, bagi kita berarti: Bukan di mana ada surga, di sana ada Tuhan, melainkan di mana ada Tuhan, di sana ada surga.”

 

Berkat, Satu Gerakan Cinta

Kedekatan dan keakraban Yesus ini dirasakan oleh para Rasul melalui berkat-Nya.  Berkat-Nya serentak menjadi satu gerakan cinta yang berdaya perlindungan; pelimpahan kepercayaan melenyapkan rasa cemas dan tidak pasti. Berkat juga mengubah pengalaman hidup mereka: yang sedih menjadi gembira; yang ragu menjadi pasti; yang kecil hati menjadi besar hati; yang was-was menjadi berani.

************************

Paus Yohanes Paulus I, Pemimpin Gereja Semesta yang bertakhta hanya tiga puluh tiga hari berkisah tentang tiga orang Karninal yang terhormat. Ketiganya meninggal dan tiba bersamaan di gerbang Surga. Petrus menjumpai mereka; menyampaikan maafnya kepada karena kesibukannya sehingga tidak bisa mengurusi kepentingan mereka dan mempersilahkan mereka untuk menempati kursi-kursi yang ada. Mereka menunggu dan menunggu, tetapi tidak ada hal istimewa yang pantas mereka terima.

Dalam sekejap. Tibalah seorang Nyonya mudah bergaun indah dan Petrus segera mempersilahkannya masuk. Para Kardinal yang mulia keheranan. Salah seorang di antara mereka mengeluh, “Tampaknya pakaian kebesaran tidak mempu membuka pintu-pintu di sini!

Setelah menunggu dalam waktu yang lama, Petrus pun menjumpai ketiga Kardinal itu dan berkata kepada mereka: “Jika yang Mulia berkenan, saya akan menjelaskan duduk persoalan Nyonya mudah tadi. Dia adalah Putera seorang Milioner terkemuka. Dia berkeliling Eropa dengan sebuah Mercedes pemberian ayahnya. Dia mengalami kecelakaan naas dan meninggal di tempat kejadian. Jutaan manusia mendengar berita itu melalui media massa dan televisi. Mereka sangat terpukul dan menjerit: peristiwa kematian Nyona Muda ini justru mengingatkan mereka akan kematian mereka sendiri. Karena kejadian itu, semakin banyak orang yang bertobat dan kembali kepada Allah dibandingkan dengan pertobatan yang dihasilkan oleh buku-buku ataupun oleh kotbah-kotbah Anda yang sesungguhnya sudah menerima urapan rahmat dan berkat istimewa dari Allah sendiri.

Petrus berkata lebih lanjut: Itulah sebabnya...saat ini Anda menyaksikan sendiri bahwa Nyonya Muda menghantar lebih banyak jiwa untuk kembali kepada Tuhan di Surga, daripada yang Anda bertiga lakukan...

Kita adalah manusia istimewa sebab dipanggil, dipilih dan diberdayakan Tuhan dengan berkat dan rahmat-Nya yang melimpah...sesungguhnya...kita lebih berperan untuk mendekatkan manusia kepada Tuhan: menuntun yang sedih menjadi gembira; yang ragu menjadi pasti; yang kecil hati menjadi besar hati; yang was-was menjadi berani berkat pengalam kasih Tuhan dalam kehidupan kita dan akhirnya mereka dan kembali kepada Tuhan....

Selamat Bermenung

Salam kasih

Buona Domenica

Dio Ti Benedica

 

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 


Bapa Uskup Mgr. Fransiskus dan Moderator Pra-Unio Merayakan Ekaristi

*************************************

Minggu, Paskah VI, Tahun C

*************************************

“Jika Seseorang Mengasihi Aku...”

Yohanes 14:23-29

*******************************

“Jika seseorang mengasihi Aku, dia akan menuruti Firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi Dia dan Kami akan datang kepadanya dan tinggal bersama-sama dengan Dia.”

(Yohanes 14:23)

*****************************

Charles M. Schwab, seorang Industrialis yang kaya raya harus duduk di kursi pengadilan untuk diadili oleh Hakim. Namun Charles memenangkan gugatan yang sangat sulit ditujukan kepadanya di saat dia memasuki usia senja (berusia tujuh puluh tahun).

Setelah diberikan izin oleh Hakim untuk berbicara kepada para penonton, baik di ruangan pengadilan maupun di rumah-rumah pribadi melalui siaran televisi, Charles berkata demikian:

Saya ingin berbicara, di sini, di ruangan pengadilan ini. Saya berbicara sebagai Orang Tua yang berada di usia senja bahwa sembilan dari sepuluh persoalan yang digugat kepada saya bersumber dari perbuatan baik yang saya lakukan kepada orang lain, yaitu orang-orang yang berada dalam kesulitan. Hai Kaum Muda, Camkanlah: Jika Anda ingin menghindar dari persoalan dengan sesama, jadilah pribadi yang acu tak acu, tidak peduli kepada sesama, terutama orang-orang yang berada dalam kesulitam hidup. Jawablah “tidak” kepada semua orang dengan suara lantang dan tegas. Jika Anda mengukuti aturan yang saya gemakan ini, Anda tidak akan pernah diganggu dalam perjalanan hidup Anda. Namun akibatnya, Anda tidak akan memiliki sahabat; Anda akan sendirian dan kesepian dan Anda tidak akan pernah bergembira dalam perjalanan hidup Anda.

Ingatlah, di saat kita (Saya dan Anda) memiliki hati yang penuh cinta serta mencintai setiap pribadi yang berada dalam situasi batas (kesulitan) dengan melakukan kebaikan-kebaikan kepada mereka, kita akan menjadi pribadi yang rapuh karena kekuatan hidup kita, yaitu cinta kita akan dimiliki oleh setiap pribadi yang menerima cinta dan kebaikan kita. Namun, tidak jarang, kita akan dipersalahkan karena cinta dan kebaikan yang kita lakukan kepada mereka.

Saya bersaksi dan bertanya kepada Anda, “Manakah yang Anda pilih: tidak berbagi cinta dan kebaikan dan kelak tidak memiliki sahabat, sendirian dan kesepian dan tidak akan pernah bergembira dalam perjalanan hidup, atau rela dan tulus berbagi hati yang penuh cinta dengan melakukan kebaikan kepada sesama yang membutuhkan, walaupun resikonya, akan diadili dan dipersalahkan karena perbuatan-perbuatan cinta dalam kebaikan yang kita lakukan kepada sesama yang membutuhkan?

****************

Orang-orang Yahudi, termasuk para Rasul menunggu kejutan dari Yesus, Guru dan Tuhan yang mereka ikuti. Mereka berkata, “Nyatakanlah Diri-Mu kepada dunia! Lakukanlah sesuatu yang spektakuler/luar biasa, yang membuat dunia percaya bahwa Engkaulah Mesias, Allah yang menjadi Manusia!

Mereka mengharapkan agar Yesus memperlihatkan kuasa-Nya melebihi Daud, baik dalam kuasa, kehormatan maupun kekayaan duniawi. Mereka sangat yakin bahwa “Hanya dengan ber-Sabda, ber-Kata-Kata, para penjajah Romawi takluk dan terbelenggu di bawah kuasa Yesus, Guru yang berwibawa dan penuh kuasa.

Mereka berharap demikian, karena mereka tidak tahu dan tidak mengerti bahwa  keagungan/kemuliaan, kuasa, kehormatan dan kekayaan serta kebesaran dan keperkasaan Allah dalam diri Putra-Nya, Yesus dinyatakan dalam dan dengan Cinta Kasih, Kerendahan Hati dan Kesediaan-Nya untuk menjadi Pelayan Cinta Kasih (Puncak pelayanan Yesus: rela meng-Hambah-kan diri-Nya denga mencuci kaki para murid-Nya dan rela meng-Hambah-kan diri-Nya dalam wujud Santapan Kehidupan dan Keselamatan: memberikan Tubuh dan Darah-Nya demi keselamatan semua manusia). Mereka juga tidak tahu dan tidak mengerti bahwa Cinta Kasih serentak menjadi Kodrat dan Sumber Hidup Allah, Daya Allah yang menciptakan dan mempersatukan, bukan memecah-belah, menghancurkan dan membinasakan.  Mereka juga tidak tahu dan tidak mengerti bahwa hanya Cinta Kasih dan Kebaikan yang mampu mengalahkan hati yang diperbudak oleh hasrat untuk mengusai, menjajah dan menindas; hati yang dikuasai oleh kecurigaan, kebencian, persaingan dan balas dendam. Mereka tidak tahu dan tidak mengerti bahwa jalan untuk menjadi besar dan memperoleh keselamatan kekal adalah jalan cinta, jalan mengabdi dan jalan memberikan diri demi keselamatan dan kebahagiaan sesama, walaupun resikonya: akan dibenci, ditolak, dianiaya dan akhirnya diadili dan dihukum, justru oleh orang-orang yang menerima cinta dan kebaikan-Nya dan kebaikan kita.

Keagungan dan kemuliaan Putra Allah dalam Cinta Kasih, Kerendahan Hati dan Kesediaan-Nya untuk menjadi Pelayan Cinta Kasih ini hanya bisa ditangkap, dimengerti, diimani dan dihidupi oleh orang-orang yang memiliki hati yang penuh cinta; hati yang selalu tergerak untuk mencintai dan berbagi serta hati yang rela dan tulus melayani, mengabdi dan memberikan diri  demi kebahagiaan yang lain, sepert hati Charles M. Schwab, seorang Industrialis yang kaya raya. Hanya hati yang memiliki Cinta Kasih dan hati yang selalu Jatuh Cinta pada dan demi Kebaikan Sesama yang lain akan melihat serta mengalami keagungan dan kemuliaan Putra Allah ini. Cinta yang bersumber dan berakar di hati dan dibagikan dengan penuh ketulusan demi kebaikan orang lain menjadi kekayaan, kebahagiaan dan sukacita dalam kehidupan, saat ini dan kelak. Kekayaan yang dimilikinya, bukan hanya memiliki sahabat dan bersahabat dengan semua orang yang menerima cinta dan kebaikannya, tetapi juga memiliki Allah, Sang Cinta dalam diri Putra-Nya. Allah berdiam, tinggal dalam dirinya. Karena itu, Yesus bersabda, “Jikalau seseorang mengasihi Aku, dia akan menuruti Firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi Dia dan Kami akan datang kepadanya dan tinggal bersama-sama dengan Dia.”

 Kepada orang-orang yang tidak mengerti keagungan, kedalaman, kemuliaan  hidup Putra Allah ini, Yesus, Putra Allah menegaskan bahwa Mencintai dan melayani (melakukan kebaikan) searti dengan Hidup seperti Dia dan mengikuti Ajaran-Nya. Ajaran Yesus yang dinyatakan dalam kata dan tindakan-Nya hanya satu, yaitu Cinta, Saling Mencintai, Saling Mengabdi dan Memberikan Diri. Hanya orang yang mencintai Yesus dan sesama yang akan mengalami Cinta Bapa.

Setiap saat, Putra Allah datang dan tinggal dalam diri orang-orang demikian untuk menggerakan dan memberdayakan mereka agar tidak berhenti berbagi cinta dan kebaikan kepada sesama. Sebab Cinta, mungkin kita tidak menyadarinya, adalah Jalan Utama Bagi Kita untuk Mempersiapkan dan Kelak Memiliki Tempat Tinggal yang Kekal bagi-Nya, Sang Cinta, yaitu di hati dan kehidupan kita. Jika kita sudah mempersiapkan dan memiliki tempat di hati kita untuk Sang Cinta, berarti kita sudah memiliki Hidup yang Kekal atau Keselamatan. Kita berada dan bersatu dengan Allah, Sang Cinta serta berada dan bersatu dengan sesama yang menerima dan mengalami cinta dan kebaikan kita.

Akhirnya, kita diajak untuk merenungkan, mendalami dan menjawab pertanyaan Charles M. Schwab, Manakah yang Anda pilih: tidak berbagi cinta dan kebaikan dan kelak kita tidak memiliki sahabat, sendirian dan kesepian dan tidak akan pernah bergembira dalam perjalanan hidup kita, atau rela dan tulus berbagi hati kita yang penuh cinta dengan melakukan kebaikan kepada sesama yang membutuhkan, walaupun resikonya, kita akan diadili dan dipersalahkan karena perbuatan-perbuatan cinta dalam kebaikan yang kita lakukan kepada sesama yang membutuhkan?

 

Selamat Bermenung

Salam kasih

Buona Domenica

Dio Ti Benedica

 

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

(Foto: google)

Fombaso I     : Halowo ndra Rasul 15:1-2.6.22-29

Fombaso II    : Fama’ele’o 21:10-14.22-24

Injil                 : Yoh 14:23-29

 

Turia Somuso Dödö khö Yesu Keriso nisura Yohane.-

 Me luo da'ö, Imane Yesu khö ndra nifahaöNia: "I'o'ö goroisaGu niha sangomasi'ö Ya'o. Ba I'omasi'ö AmaGu niha andrö. MöiGa khöNia, ba toröi Ndra'aga khönia. Lö i'o'ö goroisaGu niha si lö mangomasi'ö Ya'o. Oroisa andrö nirongomi, tenga moroi khöGu. Oroisa NamaGu da'ö samatenge Ya'o. Fefu da'ö U'ombakha'ö khömi, fatua so Ndra'o ba gotaluami ba samahaö fefu hadia ia khömi, ya'ia Geheha Ni'amoni'ö. Ya'ia andrö zanolo nifatenge NamaGu dania ba döiGu. Sanolo andrö zamasugi ba dödömi fefu hadia ia zi no U'ombakha'ö khömi. Uröi khömi wa'ohahau dödö. Fa'ohahau dödö si otarai Ndra'o Ube'e khömi. Tenga simane lala wame'e fa'ohahau dödö ba gulidanö wame'eGu fa'ohahau dödö. Böi mibusi dödömi; böi ata'u ami ! No mirongo, me Uŵa'ö khömi: Mofanö Ndra'o ba hiza, mangawuli Ndra'o dania khömi. Na mi'omasi'ö Ndra'o, ba omuso dödömi ena'ö, me khö Nama möiDo, börö abölö ebua Nama moroi khöGu. U'ombakha'ö da'ö khömi iada'e, fatua lö salua, ena'ö faduhu dödömi, na alua dania."-

 Simanö duria somuso dödö khö Zo'aya ya'ita, Yesu Keriso.-

 FOLO’Ö OROISA

Samuza ma’ökhö, ifatenge nononia ama ba wangai eu galitö ba mbenua. I’anema’ö itehe ono sia’a wehede namania andrö, ba hiza ba zi lö i’ila amania, no arörö ia fawude ba nawönia iraono irege lö a’ozu ihalö geu galitö. Faehu ira nono siakhi andrö. Me irongo wehede namania andrö, abua sibai gölönia wemaoso, ba lö khönia fa’edöna ba wangai eu galitö andrö. Ba hiza, ba dalu wemörönia andrö mangera ia: “na lö uhalö geu andrö, ba lö fondrino göma ba tugu olofo dania ndra’o”. Andrö ifaoso ia moroi ba nahia wemörönia, ba möi ia wangai eu galitö ba mbenua.

Yesu zanguma’ö ba Duria Somuso Dödö: "I'o'ö goroisaGu niha sangomasi'ö Ya'o. Ba I'omasi'ö AmaGu niha andrö.” Folo’ö oroisa andrö tebörögö ia ba wa’edöna dödö börö wa’omasi. Fa’edöna dödö sino bua wa’omasi andrö, tenga ha me no ifalua wa’omasi andrö. Ba hiza fa’omasi andrö göi nibe’e, tobali göi dania börö wanema’önia fa’omasi andrö mangawuli. Faudu ba wehede Yesu andrö, fa’omasi si ha samuza andrö nibe’e niha khö Yesu, itema dania niha andrö mangawuli mendrua wenaita; tenga ha Yesu göi zangomasi’ö ya’ia ba hiza fao göi Nama andrö.

Asese sibai ba lala wa’auri si’ero ma’ökhö, ato niha sanguma’ö mangomasi’ö Lowalangi, ba hiza lö i’o’ö buabuara wamalua fa’omasi. Sasesenia, fa’omasi andrö ha ba mbewe ba ha ba ni’ila niha. Ba zi lö la’ilaniha dania, ba labe’e ba hulu nawöra wamalua fa’omasi andrö. Da’e zalua na ha folo’ö oroisa wa’aniha ba tenga soguna ba wa’aurinia. Da’ö dania zalua ba Gandriokhia me lamane “Na lö mitehegö wa laboto ami, molo’ö huku Moze, - tebai te’orifi ami”.

Sindruhunia, folo’ö oroisa andrö, tenga börö ena’ö lasuno ia niha. Ba hiza folo’ö oroisa andrö, siföfönania ena’ö tobali fa’auri. Bua wolo’ö oroisa andrö ya’ia ena’ö tasöndra wa’auri si lö aetu ba tarasoi göi wa’ohahuhau dödö ba gulidanö andre. Fa’ohauhau dödö andrö timba mbanua Lowalangi andrö si no te’anö ba sokhi sibai faudu ba nirongoda ba wombaso andrö moroi ba zura wama’ele’ö.

Ba gafuriata moguna göi manofu ita ba dödöda zamösana: hewisa ita wolo’ö oroisa andrö? Hadia folo’öda oroisa andrö ha ena’ö la’ila ita niha, ma ena’ö si’oroi dödö wamalua fa’omasi? Folo’öda oroisa Yesu andrö, ena’ö sifao famaluada fa’omasi. Folo’ö oroisa sifao fa’omasi andrö sindruhu i’ohe ita ba wa’ohauhau dödö, ba simöi göi fangorifida. Oroisa si no ifa’ema Yesu andrö khöda ya’ia wangomasi’ö Lowalangi moroi si’aikö ba dödö, ba fangomasi’ö awöda niha simane fangomasi’öda botoda samosa. Amen. (Ditulis oleh Kat. Ingatan Sihura, S.Ag)


Pemberian cinderamata atau souvenir, dari Bapa Uskup Keuskupan Sibolga beserta Kuria adalah sebuah tradisi yang sering dilakukan dengan memberikan bingkisan sebagai kenang-kenangan, tanda ingat, atau bentuk penghargaan atas suatu peristiwa atau hubungan.Umumnya Kalabubu, pakaian adat Nias (rompi) jika pertemuan di wilayah Dekanat Nias dan berupa Ulos apabila kegiatan di daerah Dekanat Tapanuli.

 Cinderamata ini memiliki nilai simbolis yang bertujuan untuk mengingatkan penerima tentang suatu peristiwa, tempat, atau hubungan. Kenangan atau Cinderamata berfungsi sebagai pengingat akan momen-momen penting atau perjalanan yang telah dilalui. Cinderamata dapat menjadi ekspresi rasa terima kasih atau penghargaan atas kontribusi seseorang. Cinderamata dapat digunakan sebagai media perkenalan untuk kekhasan budaya/daerah di Keuskupan Sibolga. 

“MO HUHUGO” dalam budaya Nias yang disampaikan oleh Vikjen menyampaikan kata sapaan dalam arti "salam sejahtera" atau "selamat datang". Kata ini juga sering digunakan untuk menyapa orang lain dengan sopan dan penuh hormat, menunjukkan persahabatan dan penerimaan. (Komsos Keuskupan Sibolga)


MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget