Homili Minggu Paskah VII, 01 Juni 2025, Menjadi Satu dalam Allah dan Sesama Yohanes 17,20-26 , Romo Very Ara
Menjadi Satu dalam Allah dan Sesama
Yohanes 17,20-26
***
Homili Minggu Paskah VII
01 Juni 2025
***
Putri adalah seorang mahasiswi dan anak tunggal
dalam keluarganya berkisah demikian: Setiap hari, mama selalu menyediakan bagi
kami sarapan dan makan malam. Pada suatu malam, mama menghidangkan masakan
sayur lodeh dan telur dadar gosong di depan meja papa. Saat itu, saya menunggu
apa reaksi papa terhadap mama.
Ternyata yang dilakukan ayah adalah menyantap
makanan yang disajikan sambil tersenyum pada mama. Sambil menyantap nasi, sayur
lodeh dan telur dadar yang gosong itu, papa bertanya mengenai kegiatan saya di
sekolah.
Saya tidak ingat apa yang dikatakan papa malam itu,
tetapi saya melihat papa sungguh menikmati telur dadar yang gosong itu. Ketika
saya beranjak dari meja makan malam itu, saya mendengar ibu meminta maaf kepada
papa karena telur dadar yang gosong itu.
Satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa
yang papa katakan: “Ma, jangan cemas, jangan takut, papa suka telur dadar yang
gosong”.
Sebelum tidur, saya memberikan ucapan selamat
kepada papa. Saya bertanya apakah papa sungguh-sungguh menyukai telur dadar
gosong?
Papa memeluk saya erat dengan kedua lengannya yang kekar
dan berkata:
o
Putri, mamamu sudah
bekerja keras sepanjang hari ini. Dia sungguh-sungguh lelah. Jadi, dengan
memakan telur dadar yang gosong itu, papa tidak menyalahkan dan menyakiti
mamamu dan keluarga kita.
o
Putri, apakah kamu
tahu bahwa yang menyakiti hati seseorang adalah kata-kata yang kasar? Putri
tahu bahwa semua manusia yang hidup di bumi ini tidak sempurna. Papa juga
bukanlah orang yang terbaik dalam segala hal sehingga papa selalu berusaha
untuk menerima kesalahan yang lain dan memilih untuk merayakan perbedaan.
o
Ini adalah kunci utama
untuk hubungan yang sehat dan harmonis, tetap satu, utuh dan rukun antara papa
dan mama dan denganmu, anak papa dan mama satu-satunya.
o
Ingatlah Putri ...
Hidup ini terlalu singkat untuk diisi dengan kebencian dan penyesalan.
Cintailah semua orang yang memperlakukanmu dengan baik dan sayangilah yang
menaruh benci dan dendam kepadamu.
o
Ingatlah pepatah ini: “Jika kamu tidak memiliki apa yang kamu
sukai, maka sukailah apa yang kamu miliki saat ini! Belajarlah menerima
apa adanya dan berpikirlah positif. Jalani hidup ini dengan keinsafan rohani.
Jangan terlalu berhitung. Jangan hanya menang sendiri. Belajarlah ... bahwa
tiada hari tanpa kasih sayang. Belajarlah selalu untuk berlapang dada dan
mengalah. Belajarlah untuk melepaskan beban hidup dengan ceria. Tidak ada sakit
hati yang tidak bisa dimaafkan. Tiada dendam yang tidak bisa dikikis. Setiap
detik kehidupan yang dilalui merupakan sebuah anugerah. Tuhan tidak pernah
menganugerahkan hal yang buruk untuk kita. Apakah kita pernah bersyukur?
Tetaplah bersemangat, sabar dan tersenyum dalam
menghadapi setiap perbedaan. Apabila keutamaan ini dipupuk, maka kita akan
menjadi pribadi yang bermartabat: pribadi yang membawa persatuan, keharmonisan
dan keakraban, bukan pertengkaran dan perpecahan. Apabila perbedaan dihargai,
maka kita akan terbuka menerima kesalahan yang terjadi akibat perbedaan yang
dimiliki. Hasilnya akan sangat membahagiakan: “Telur dadar yang gosong akan
menjadi santapan lezat untuk dinikmati sebab tiada pertengkaran, benci dan
dendam, melainkan saling memaafkan dan menyayangi antara papa dan mama!
*******************************
Inilah impian Yesus dalam doa-Nya bagi kita para
pengikut-Nya. Kita semua, keluarga-Nya tetap satu dalam Tubuh-Nya yang kudus
dan mulia, kendati kita berbeda pikiran, perasaan dan sikap. Yesus serentak
berminpi dan berharap agar kita menjadi satu dan kudus sehingga layak memandang
wajah Allah, bersatu dengan-Nya dan berkenan kepada sesama. Kepenuhan
kemanusiaan kita, yaitu kesatuan dengan Allah dan sesama hanya mungkin dialami
apabila:
o
Tembok
kebencian dan konflik diruntuhkan sehingga tidak ada lagi perpecahan dan
pemisahan dan kita pun akan bersatu dalam Allah dan satu dalam yang lain.
o
Kita
meninggalkan semua bentuk permusuhan dan persaingan untuk saling mengasihi,
saling melayani, saling membasuh kaki, saling mendukung untuk berkembang dalam
kebenaran dan kasih hingga akhirnya sadar bahwa saling mencintai tidak hanya
berarti saling melayani, melainkan memberikan hidup.
o
Kita
maju dan berkembang dalam kasih satu dalam yang lain dan satu bagi yang lain.
Wujud
kesatuan ini tidak mungkin terpupuk dan terwujud hanya dengan mengandalkan
kekuatan manusiawi kita.
o
Kesatuan
yang diidamkan Yesus ini adalah kesatuan cinta dan saling mencintai; dalam
cinta ada keterbukaan dan kelembutan satu terhadap yang lain, buah
transformasi/perubahan sikap hidup yang mendalam karena keterbukaan kita
terhadap daya ilahi Allah yang kudus.
o
Kesatuan
yang didambakan Yesus ini bukanlah peleburan dua pribadi yang tergantung satu
dari yang lain tanpa mengenal batas keberadaan diri kita masing-masing.
o
Kesatuan
yang didambakan Yesus bukanlah satu terbungkus dalam yang lain dan saling
tertutup satu sama lain karena ketakutan akan kehilangan yang lain.
o
Kesatuan
yang didambakan Yesus adalah persahabatan para pencinta, pesta dan perjamuan
nikah kasih, ketika sang mempelai dan sosok yang dicintainya bersatu dalam
persekutuan hidup, saling memberikan diri dan bersama-sama memberikan
persembahan diri dan kehidupan mereka kepada Allah.
Dalam kesatuan itu, masing-masing saling menerima
keunikan karena sama-sama berharga, masing-masing memiliki tempatnya sendiri,
masing-masing menerima dan memberi, masing-masing memiliki hati yang penuh
syukur. Dalam kesatuan itu tidak ada penghalang: yang satu mengagumi yang lain
dan satu menjadi kekaguman bagi yang lain karena dalam setiap pribadi tampak
wajah Allah sendiri.
Masing-masing
kita berbeda, namun saling membutuhkan untuk melengkapi kemanusiaan kita. Kita
bersama-sama diikat, rentan satu bagi yang lain, terbuka satu bagi yang lain.
Dalam perbedaan itu, kita semua memancarkan keagungan Allah tanpa batas dan
bersama menyerukan syukur kepada-Nya. Dalam kesatuan itu, kita tidak lagi
melihat dan menilai diri kita dan sesama yang lain tidak layak, tetapi justru
melihat dalam diri kita dan sesama terang kasih Allah sendiri. Dalam kesatuan
itu, tidak ada kekosongan dan kecemasan atau kesepian yang mengerikan sebab
yang kurang diisi dan dilengkapi sehingga yang ada hanyalah hidup baru, yaitu
hidup Allah sendiri yang memancar dan menggerakan kehidupan kita.
Kesatuan
yang mengagumkan ini akan terpenuhi apabila kita bersedia diubah dan dibaharui
dalam Allah serta berjuang melawan semua bentuk kekacauan dalam batin kita;
berjuang menerima yang lain, berjuang untuk mencintai orang-orang yang berbeda,
pesaing-pesaing, musuh dan orang-orang selalu melukai kita serta berjuang untuk
tidak mengadili serta tidak menghukum yang lain.
Cinta dan damai akan dialami apabila kita masuk ke dalam medan
perjuangan ini:
ketika kita tidak berjuang mati-matian untuk membuktikan bahwa hanya kita yang
benar serta menghidupi daya pengampunan dan rekonsiliasi, menerima terang dan
kehadiran Allah dalam diri kita dan sesama. Hanya dalam cinta dan
saling mencintai, kita bersatu sebagai pengikut Yesus Kristus. Dan hanya dalam
cinta dan saling mencintai, kita menjadi agen persatuan serta penerus cinta
demi terciptanya kesatuan dan kedamaian bersama di alam ini.
Kita adalah pengikut
Yesus Kristus dan cap khusus/istimewa kemuridan kita adalah cinta dan saling
mencintai. Cap ini serentak menegaskan keunikan kita serta perutusan kita
sebagai agen/duta kesatuan dan kedamaian dunia...
Selamat
Bermenung
Salam
kasih
Buona
Domenica
Dio Ti
Benedica
Alfonsus
Very Ara, Pr