Minggu Biasa XV
13 Juli 2025
Cinta Kasih, Jantung Hukum Kristus
Ulangan 30:10-14;
Mazmur 69:14.17.30.31.33.34.36ab.37
atau Mazmur 19.8.9.10.11
Kolose 1:15-20; Lukas 10,25-37
**************************************
Setelah Toyohiko Kagawa menemukan Yesus Kristus dalam
kehidupannya dan mengimani-Nya, Dia meninggalkan rumahnya yang nyaman dan hidup
di kawasan kumuh Kota Tokyo. Di tempat inilah dia memberikan dirinya dengan
membagibagikan kekayaannya kepada kaum papa-miskin, walaupun dia sendiri
menderita penyakit TBC.
Dalam bukunya yang berjudul Keputusan-Keputusan Terkenal
dalam Hidup, Cecil Northcott berkisah bahwa Kagawa adalah sesosok pribadi
yang berkeinginan kuat untuk menjadi pengikut Yesus Kristus. Setiap saat dia
berdoa demikian, “Ya Allah, jadikanlah aku seperti Yesus Kristus.”
Cecil berkisah bahwa pada malam pertama, seseorang yang
berpenyakit kulit menular tidur di sampingnya. Pagi hari, orang itu meminta
baju dan celananya. Kagawa pun memberikannya. Pada akhirnya, Kagawa tidak
memiliki apa-apa lagi, selainh kimono tua yang melekat di badannya.
Dengan mengenakan kimono tua, Kagawa tetap bekerja, menolong kaum
papa-miskin yang membutuhkan bantuannya, walaupun batuk selalu menyerangnya.
Pada suatu hari, Kagawa berkata kepada kaum papa-miskin yang ditolongnya, “Allah
adalah Cinta. Di mana ada Cinta, di sana ada Allah.”
Kaum papa-miskin yang berdiam di kawasan kumuh itu selalu acuh
tak acuh kepadanya. Mereka tidak pernah menghormati atau mengaguminya. Ketika
Kagawa tampak begitu letih, sahabat-sahabatnya memikulnya dan membawa dia ke
pondoknya. Kagawa menghabiskan seluruh hidupnya untuk membantu kaum papa-miskin
di kawasan pingiran Kota Tokyo.
Bagi Kagawa, sesama adalah orang-orang yang berugumul dengan
kemiskinan yang mematahkan harapan dan orang-orang yang membutuhkan bantuannya.
Mereka tidak memiliki rumah dan pekerjaan yang tetap. Mereka menggantungkan
kehidupan pada cinta dan belas kasih orang-orang di sekitarnya.
************************
Ada begitu banyak orang miskin-papa terkapar di pinggiran
kehidupan kita karena:
o
Dihimpit oleh tekanan
ekonomi, ketidakadilan dan perlakukan sewenang-wenang dari orang lain;
o
Ditipu dan dimanipulasi
sehingga tertekan dan frustrasi,
o
Mengalami penderitaan
lahir dan batin, bahkan karena kesalahan sendiri.
Apakah
kita rela berbesar hati seperti Toyohiko Kagawa yang rela meninggalkan tempat tinggalnya
yang nyaman dan bekerja untuk kaum papa-miskin di kawasan kumuh Kota Tokyo?
Apakah kita rela turun dari keledai kenyamanan hidup kita untuk menolong sesama
yang membutuhkan bantuan di pinggir jalan kehidupan kita? Apakah kita sadar
bahwa dengan bergerak ke pinggir jalan untuk membantu orang-orang yang
terkapar, kita sungguh-sungguh melakukan pekerjaan Kristus, menghidupi ajaran
kasih-Nya Yesus dan mencicipi hidup kekal bersama Allah?
Kisah
Yesus mengenai Orang Samaria yang Baik Hati ini hanya bermakna apabila
dihubungkan dengan konteksnya, yaitu keinginan seorang Ahli Taurat untuk
memperoleh hidup yang kekal. Dalam Injil Minggu ini dikisahkan mengenai seorang
Ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus mengenai apa yang seharusnya
dilakukannya untuk memperoleh kehidupan yang kekal. Ketika Yesus menjawab bahwa
dia harus mencintai Allah dan sesama seperti dia mencintai dirinya sendiri,
Ahli Taurat itu kembali bertanya, “Dan siapakah sesamaku manusia? Untuk menjawab
pertanyaannya, Yesus bercerita kepadanya mengenai Orang Samaria yang Baik Hati.
Dalam
cerita itu, Yesus berkisah mengenai seseorang yang dirampok dan dipukul hingga
sekarat. Seorang imam melihatnya, namun hatinya tidak tergerak untuk memberikan
pertolongan kepadanya. Dia berpikir bahwa orang itu sudah mati sehingga dia
tidak bersedia menyentuhnya. Bagi seorang imam, menyentuh jenazah akan membuat
dirinya najis dan dia tidak diperkenankan untuk mempersembahkan kurban di Bait
Allah selama tujuh hari (Bilangan 19:11). Baginya, melayani altar Tuhan lebih
penting karena dia akan mendapatkan upahnya daripada melakukan perbuatan cinta
kasih dan harus kehilangan penghasilannya.
Kemudian,
datanglah seorang Lewi. Hatinya juga tidak tergerak untuk menolong orang yang sekarat
itu karena dia lebih mementingkan keselamatan dirinya. Untuk itu, dia berusaha
mencari jalan lain. Akhirnya, datanglah seorang Samaria. Dia tidak peduli
dengan perbedaan sosio-politik dan sosio-religius dengan korban yang sedang
sekarat. Dia juga tidak mempedulikan keselamatan dirinya. Dia melihat sesosok
manusia sekarat yang sangat membutuhkan bantuannya. Karena itu, dengan segera,
dia turun dari keledai tunggangannya dan memberikan bantuan.
Di
mata orang Yahudi, orang Samaria dipandang kafir atau bidaah. Namun dari
perbuatannya, dia justru menunjukkan kedalaman hidupnya dengan melaksanakan
hukum Allah secara sempurna. Inti dan jantung hukum Allah adalah cinta kasih.
Kagawa berdoa supaya dia menjadi seperti Yesus Kristus. Di akhir
petualangannya di kawasan kumuh Kota Tokyo, dia menuliskan kata-kata ini:
o
Allah
berdiam dalam diri orang-orang yang paling rendah dan hina.
o
Allah
duduk di debu bersama para narapidana di penjara.
o
Allah
berdiri dengan anak-anak remaja yang nakal.
o
Allah
berada bersama pengemis, orang sakit dan orang-orang yang tidak memiliki
pekerjaan.
Oleh karena itu, siapa saja yang ingin berjumpa dengan Allah,
dia harus mengunjungi sel-sel penjara, rumah sakit sebelum pergi ke Gereja.
Sebelum membaca Kitab Suci, terlebih dahulu, dia harus menolong kaum
papa-miskin dan para pengemis.”
Pada
akhirnya, kita semua diadili oleh perbuatan cinta kasih yang kita lakukan
kepada Allah dalam diri sesama. Inti iman kita tidak terletak:
o Pada
kesemarakan liturgi yang dirayakan;
o Pada
kekusukkan kita berdoa di hadapan tabernakel hingga pingsan;
o Pada
koor yang dinyanyian dengan suara merdu dan musik yang mengalun senduh,..
Iman
kita justru tertetak pada perbuatan cinta kita kepada Allah dalam diri sesama,
baik yang berada di rumah kita maupun di sekitar lingkup kehidupan kita.
Melalui Kisah Orang Samaria yang Baik Hati, Yesus menegaskan bahwa kehidupan
kekal hanya diperoleh jika kita melakukan perbuatan cinta, seperti yang
dilakukan oleh Orang Samaria yang Baik Hati.
Buona
Domenica..
Selamat
Bermenung...
Salam
Kasih...
Dio
Ti Benedica...
Alfonsus
Very Ara, Pr
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.