Minggu Biasa XXVII/C/2-05 Oktober 2025
“Tuhan, Tambahkanlah Iman Kami”
Habakuk 1:2-3;2:2-4
Mazmur 95:1-2.6-7.8-9
2 Timoteus 1:6-8.13-14
Lukas 17:5-10
*****************************************
Pada
suatu hari seorang anak asyik bermain di tepi pantai. Dia mengerahkan segala
bakat dan kemampuannya untuk membuatkan rumah-rumahan kecil dari pasir di
pesisir pantai itu. Ternyata, buah kerjanya menghasilkan sebuah rumah yang
indah: ada kamar makan, kamar tidur, dapur, garasi dan menara.
Dalam
sekejap, rumah-rumahan yang dibangunnya berdiri dan tampak begitu indah. Dia
memandang penuh penuh rasa kagum atas karya tangan yang baru dibentuknya itu.
Baginya, rumah yang baru dibangunnya itu adalah rumah impiannya di masa depan.
Namun, tidak lama berselang, air pasang yang tampaknya mulai meninggi, dengan
sekali hempasan ombak, meruntuhkan (meratakan) rumah-rumahan indah yang baru
dibangunnya.
Dengan
penuh kekesalan dan rasa sesak di dada yang tidak terlukiskan, anak itu
menjerit sekuat-kuatnya sambil berlari (sekuat tenaga) menuju ke pangkuan
ibunya yang sedang duduk dan asyik merajut renda. Dia tidak tahu, apa dan siapa
yang harus dipersalahkan. Akhirnya, dalam pangkuan sang ibu, rasa sesak dan
kecewa karena segala impian di masa depan, rasa kagum dan kebanggaannya akan
hasil karya tangannya yang dihancurkan oleh hempasan ombak pantai mulai
terobati; dia tidak ingin beranjak dan tidak menjauh dari ibunya karena di dalam
diri ibunya, si bocah kecil menemukan segala-galanya.
Ombak
lautan yang menghancurkan mainannya; impian dan kebanggaannya sebagai seorang
anak, menghantarnya untuk menemukan dan merasakan kehangatan dalam dekapan dan
pelukan kasih Sang Ibu. Kita tentu bertanya, “Bagaimanakah sikap si kecil jika
ombak lautan tidak menghancurkan mainannya?”
********************
o Pertama, apabila ombak lautan tidak menghancurkan
mainannya, anak itu pasti dengan tegas menolak perintah ibunya karena tampaknya
mainannya lebih menarik daripada ibunya sendiri.
o Kedua, Anak itu terpaksa kembali dengan berat
hati dan penuh kekesalan ke pangkuan ibunya, karena obak telah memecahkan
segalanya dan tiada tempat sandaran lain yang bisa menenangkan situasi
batinnya, selain ibunya sendiri.
*****************************************
Tidak
jarang, kita pun bersikap seperti anak kecil: di saat keberhasilan diraih, segala impian dan harapan
terpenuhi, kita sibuk dengan urusan kita; sibuk dengan diri kita sendiri; namun
ketika kegagalan demi kegagalan silih berganti menindih di saat kita bergiat
untuk meraih sesuatu demi hidup; ketika segala impian dan harapan agar jati
diri kemanusiaan kita diakui dan dihargai; mendapatkan tempat dan peran yang
layak dalam panggung kehidupan ini; ketika segala dambaan akan kebahagiaan,
keharmonisan dan keakraban dihancurkan oleh ganasnya ombak-ombak tabiat dan
sikap manusia yang semakin brengsek; menginjak-injak nilai kejujuran dengan
praktek korupsi, kolusi, nepotisme; yang dengan cara licik manipulasi,
marampok, memperkosa hak-hak yang seharusnya dihargai dan dijunjung tinggi,
kita baru berlari dan menengadahkan wajah kepada Allah karena keyakinan iman
bahwa Allah tidak akan menghancurkan dan akn memenuhi harapan kita!
Ketika
pelbagai bentuk kejahatan:
penganiayaan dan tindak kekerasan; pertikaian dan perbantahan menjadi
pemandangan biasa yang menghancurkan kehidupan masyarakat Israel, Habakuk yang
tidak tahan menyaksikan semua kenyataan yang memuakkan itu berlari kepada Allah
dan memohon perhatian-Nya. Habakuk meminta perhatian Allah agar situasi yang
sungguh menyebalkan itu bisa berubah. Kiranya Allah segera memulihkan keadaan
hidup manusia agar suasana aman dan sejahtera bisa tercipta. Bagi Habakuk,
tiada tempat lain baginya untuk mengaduh, selain kepada Allah yang diimaninya.
Habakuk yakin, Allah tidak akan mengecewakan dia dan di Allah, Habakuk menemukan
segalanya.
Allah pun menjawab
teriakan keluhan Habakuk dengan janji, “Sesungguhnya orang yang membusungkan
dada, tidak lurus hatinya, namun orang jujur akan hidup berkat imannya.”
Melalui jawaban ini, terungkaplah dua sikap Allah.
Pertama, Allah akan memberikan sanksi dan hukuman kepada siapa
saja yang mendalangi terciptanya huru-hara dan melanggar keteraturan hidup.
Allah sendiri memberikan kepastian bahwa “Hal itu akan datang dan tidak
bertangguh,” bagi orang-orang yang sombong; orang-orang suka menonjolkan diri
untuk meraih perhatian sesama; orang-orang yang suka membusungkan dada kepada
sesama. Di mata Allah, orang-orang yang masuk dalam kategori ini adalah
orang-orang yang suka akan kekacauan;
provokator. Orang-orang seperti ini harus bertanggung-jawab atas tindakan
mereka sebab Allah sama sekali tidak menghendaki kelaliman. Di dalam
Kerajan-Nya, tidak ada tempat bagi siapa pun yang mencintai kekerasan,
pertikaian dan penganiayaan, sebab dalam kerajaan-Nya hanya ada cinta, harmoni
dan persaudaraan.
Kedua, Allah menjamin bahwa setiap orang yang dianiaya, dihina
dan diperlakukan tidak adil karena iman
akan hidup dan meraih keselamatan karena iman mereka. Allah tidak akan pernah mengecewakan
dan meninggalkan setiap orang yang beriman dan menaruh kepercayaan mendalam
kepada-Nya. Dengan cara-Nya, Allah akan senantiasa membantu menunjukkan jalan
kebenaran kepada kita supaya bisa keluar dari pelbagai kesulitan, asalkan, kita
percaya dan menyerahkan diri kepada penyelenggaraan Ilahinya.
Jawaban yang diberikan
Allah ini, serentak membesarkan hati Habakuk dan memberikan harapan baru akan
terciptanya suasana kehidupan yang aman dan harmonis. Namun, suasana hidup yang
aman dan harmonis sebagaimana yang dikehendaki Allah hanya mungkin jika manusia
yang hidup sikap saling menghargai, saling mendengarkan dan saling mengerti.
Jika sikap-sikap ini tidak dipupuk dan dibatinkan, maka pertikaian dan
perbantahan, kekerasan dan penganiayaan akan melanda dan mewarnai kehidupan
manusia Israel.
Situasi sulit yang
dialami Habakuk, juga dialami Para Murid Yesus. Ketika berada dalam situasi
sulit: ditolak dan dibenci; ketika mereka dituntut untuk mewartakan Sabda Allah
di tengah situasi masyarakat yang tidak bersahabat, para murid Yesus dihantui
perasaan bimbang dan meragukan kebaikan dan kesetiaan Allah untuk menepati
janji-janji-Nya. Karena itu, mereka memohon kepada Yesus, “Tuhan, tambahkanlah
iman kami”.
Hidup bersama Yesus
menjadi saat berahmat bagi para Murid untuk menimbah banyak pengalaman berharga
dari-Nya. Namun, karena kelemahan manusiawi, para murid sering tunduk kepada
godaan-godaan duniawi. Ada saat di mana mereka merasa bangga menjadi Murid
Yesus; seorang yang terkenal baik hati, jujur dan suka menolong. Sebagai murid
Yesus, mereka juga ingin melakukan hal-hal yang luar biasa seperti dilakukan
Yesus. Namun, iman mereka tidak terlalu kuat untuk melakukan semuanya itu
sehingga mereka meminta kepada Yesus untuk menambahkan satu kekuatan, yaitu
kekuatan iman di dalam diri mereka. Mereka meminta kekuatan iman, bukan untuk
mempertontonkan kebolehan dan kehebatan mereka di mata orang banyak; atau ingin
menyamai Yesus sebagai Guru, melainkan agar seperti Sang Guru ... mereka mampu
mengatasi segala sesuatu yang mengganggu harmoni, rasa aman dan persaudaraan.
Kita juga hendaknya tidak pernah berhenti memohon agar Allah menambahkan
kekuatan iman ke dalam diri kita sehingga kita kuat dalam perjuangan melawan
pelbagi bentuk kelaliman; menghadapi pelbagai situasi yang tidak enak dan
kurang bersahabat di dalam kehidupan kita.
*************************
Mikhael
adalah satu-satunya pemuda yang selamat dari sebuah kecelakaan kapal dan
terdampar di sebuah pulau terpencil. Dalam kepanikan, keputusasaannya dia
berdoa tanpa henti; dia memohon kepada Tuhan agar dia diselamatkan. Namun,
berhari-hari penantiannya, tidak ada tanda-tanda bahwa pertolongan akan segera
datang. Ia membangun sebuah pondok kecil dan berusaha untuk hidup dengan apa
yang ada di sekitarnya.
Pada suatu ketika, usai berburu, dia mendapatkan pondok
yang baru dibangunnya sudah dilalap api. Kejadian itu membuatnya semakin
terpukul. Diliputi kesedihan yang mendalam dan kekecewaan yang tiada duanya,
dia memarahi Tuhan, “Tuhan, mengapa semuanya ini Kaulakukan kepadaku? Dia
berteriak sekuat tenaga.
Keesokan
harinya, dia dibangunkan oleh suara kapal yang datang mendekati pulau itu.
Tampaknya, mereka adalah tim penyelamat yang sudah beroperasi berhari-hari
mencari para korban kecelakaan kapal yang ditumpangi Mikhael. “Bagaimana kalian
tahu, kalau saya berada di sini?
“Kami
melihat ada sinyal, kepulan asap yang kaubuat.”
Sangat
mudah bagi kita untuk kehilangan akal dalam menghadapi situasi sulit yang tak
terkendali. Dalam situasi seperti itu begitu mudah juga kita menyalahkan Tuhan.
Kita boleh panik, namun tidak pernah boleh kehilangan iman, karena seringkali
terjadi, bahwa selalu ada rahmat yang tersamar dalam setiap peristiwa sulit
yang kita hadapi. Mungkin, bila suatu hari pondok hati kita terbakar, itu
sesungguhnya hanyalah sinyal asap yang memanggil kita kepada kemuliaan Tuhan.
Buona Domenica..
Selamat
Bermenung...
Salam Kasih...
Dio Ti Benedica...
Alfonsus Very Ara,
Pr
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.