Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam
23 November 2025
Benar, Saya Ini Raja
2 Samuel 5:1-3
Mazmur 122:1.2.4.5.
Kolose 1:12-20
Lukas 23:35-43
**************************
Tersebutlah sebuah kisah dari Irlandia
mengenai Seorang Raja Katolik yang hanya memiliki seorang anak Putri. Dia tidak
memiliki anak Putra yang menjadi penerus Takhta Kerajaannya. Setelah
mempertimbangkan secara bijak dan matang, dia memutuskan untuk mewariskan
mahkota kerajaannya kepada orang yang akan menikahi putrinya dengan syarat
utama: orang itu sungguh-sungguh mencintai Allah dan sesama.
Untuk itu, Sang Raja mengadakan sebuah
sayembara. Banyak putra mahkota yang berdatangan untuk melamar Putrinya. Sayangnya,
tiada seorang pun yang memenuhi persyaratan sebagaimana dituntut Sang Raja.
Adalah seorang pemuda yang merasa
terpanggil untuk menghadap Sang Raja dan melamar Putrinya. Sayangnya, dia
adalah orang miskin. Walaupun demikian, dia tidak berputus asa. Dia bekerja
keras supaya bisa memiliki pakaian yang layak demi kepantasannya menghadap Sang
Raja.
Dalam perjalanannya menuju istana
kerajaan. Dia berjumpa dengan orang miskin yang nyaris mati karena kedinginan.
Karena cinta dan belas kasihannya terhadap orang miskin yang kedinginan itu,
dia menyerahkan pakaiannya yang indah kepada orang miskin. Dia mengenakan pada
dirinya pakaian orang miskin itu dan bergerak menuju istana kerajaan.
Ketika dibawa menghadap Sang Raja, dia
sangat terkejut melihat Sang Raja mengenakan pakaian yang diberikannya kepada
orang miskin di pinggir jalan. Sambil menatapnya, Sang Raja berkata, “Aku
pernah menyamar sebagai seorang pengemis. Banyak putra mahkota yang berjumpa
denganku, namun mereka tidak mengenalku. Anakku, engkau sungguh tidak mengenal
aku, namun karena cinta dan belas kasihmu kepada Allah dan sesamamu, engkau
memberikan kepadaku pakaian ini. Karena itu, marilah... warisilah kerajaan ini
sebagaimana sudah aku tetapkan dalam janjiku.”
****************
Kita tidak akan pernah gagal, jika kita memperlakukan
sesama dengan penuh cinta, belas kasih, kemurahan hati dan hormat, sebagaimana
yang diperlakukan pemuda miskin kepada orang miskin yang menggigil kedinginan. Kebaikan
kecil yang dilakukannya tercacat di hati orang miskin yang menerima dan
mengenal pakaian indah miliknya. Kebaikan kecil yang dilakukannya menempatkan
dirinya yang miskin menjadi Raja, di hati Sang Raja. Akhirnya, hidupnya diubah
dari seorang pemuda miskin menjadi Seorang Raja yang Bertakhta karena kebesaran
cinta dan belas kasihnya kepada Allah dan sesama.
********************
Kendati tampil
dalam rupa yang paling hina; hampir tanpa pakaian; dengan wajah penuh
babak-belur dan penuh air ludah manusia yang mengejek-Nya, sebagai seorang Raja,
Yesus tidak pernah merasa gagal. Justru dalam rupa yang paling hina, di hadapan
Pilatus, wakil Kaisar Roma, manusia yang paling berkuasa saat itu, Yesus
berkata tanpa ragu, “Benar, Saya Raja!
o
Namun,
Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini.
o
Kerajaan
Yesus tidak ada wilayah teritorial.
o
Kerajaan
Yesus tidak ada hubungannya dengan kekuasaan politik
o
Karena
itu, Yesus tidak membutuhkan segala sesuatu yang berbauh duniawi, seperti
mahkota, mantel dan tongkat.
Kerajaan Yesus
adalah Kerajaan Cinta. Wilayah Kerajaan dan takhta-Nya adalah Hati Semua
Manusia, Ciptaan Allah. Dialah Raja Cinta, Raja Hati karena dalam diri-Nya
digenapi dan dipenuhi segala keinginan manusia akan nilai cinta, kebaikan, kebenaran, keadilan dan kedamaian.
Berbeda dengan
sosok raja biasa yang dikenal di bumi ini, Yesus adalah Sosok Raja yang Istimewa.
Kebanyakan raja dan penguasa bumi ini mirip dengan bintang buas sebagaimana
dinyatakan dalam penglihatan Daniel. Mereka mencari kebesaran dan keagungan
dengan mengorbankan banyak orang. Rakyat biasa harus bekerja dan berjerih payah
supaya mereka hidup mewah. Dalam situasi gawat, banyak rakyat harus
mengorbankan hidupnya untuk membela dan menjaga keamanan diri mereka.
Dalam semuanya
itu, Yesus memang lain. Dia berdiri di hadapan Pilatus sebagai tawanan yang
tidak berdaya. Dia tidak memiliki tentara terlatih untuk membela diri-Nya. Dia
selalu berjalan keliling untuk berbuat baik kepada orang yang susah dan tidak
ada orang yang harus bekerja keras agar bisa membayar pajak kepada-Nya. Dan
akhirnya, Dia memberikan darah-Nya; memberikan hidup-Nya bagi para bawahan-Nya;
Dia tidak menuntut agar para bawahan-Nya mengorbankan hidup mereka demi
keamanan diri-Nya sebagai Raja.
Kebesaran Yesus
tidak terletak pada kekuasaan dan kekuatan politik; kemampuan untuk mencaplok
hak rakyat kecil, melainkan pada pengabdian dan pelayanan-Nya yang tanpa
pamrih. Kewibawaan Yesus terletak pada kerelaan-Nya untuk merendahkan ini;
menghampahkan dan menghambakan diri demi pelayanan kasih kepada sesama. Justru
dalam rupa yang paling hina; dalam pergaulan dan pergumulan-Nya dengan
masyarakat kecil, kewibaan Yesus ditegakkan. Sebaliknya, pemimpin dunia merasa
tidak berwibawa dan kehilangan wibawa, harga dirinya jika rela menjadi hamba
dan pelayan.
Hari ini, Yesus
dilantik menjadi Raja. Namun, peristiwa pelantikan tidak terjadi di istana
dengan segala kebesaran duniawi, melainkan di atas Salib, tanpa kebesaran
lahiriah. Tulisan di atas salib, “Yesus Orang Nazaret, Raja Orang Yahudi”
menggantikan kata-kata pelantikan sebagai seorang Raja dan kedua saksi yang
disalibkan di bagian kiri dan kanan Yesus menggantikan para saksi yang biasanya
dituntut dalam pelantikan seorang raja.
Penampilan dan
pelantikan Yesus sebagai seorang Raja tampak aneh dan ironis. Namun, jalan
pikiran Allah selalu berbeda dengan jalan pikiran manusia. Yang hina di mata
manusia, ternyata mulia di mata Allah. Dalam keadaan yang paling hina dan
ditolak, Yesus dilantik menjadi Raja. Dan kuasa rajawi-Nya ditunjukkan dalam
kebesaran cinta sebesar dan sedalam cinta-Nya yang penuh pengampunan kepada
setiap musuh yang berdiri di kaki salib dan menghojat-Nya.
Yesus adalah
Raja Agung. Wilayah kekuasaan-Nya bukanlah hamparan tanah, melainkan“Hati Semua
Manusia.”
o
Diri
kita adalah kerajaan-Nya…
o
Hati
kita adalah takhta-Nya…
o
Jiwa
kita adalah ratu-Nya…
o
Sang
Raja adalah Yesus, Putera Allah.
o
Jadi
yang menguasai dan merajai hati kita bukanlah penguasa dunia, melainkan Yesus
Kristus.
Sebagai
pengikut Yesus, kita harus meneladani-Nya, karena Dialah Panutan, Cita-cita, Tujuan,
Kepenuhan dan Kebenaran kita. Jika kita pengikut-Nya, maka kita dituntut untuk
menjadi manusia pengabdi, pelayan bagi sesama, terutama pelayan bagi
orang-orang terbuang dan tersisihkan. Yakinlah, seperti seorang pemuda miskin yang
diangkat menjadi Raja karena kebesaran cinta dan belas kasihnya kepada orang
miskin yang kedinginan, kita pun tidak akan pernah gagal, jika kita
memperlakukan sesama kita dengan cinta, belas kasih, kemurahan dan hormat,
sebagaimana yang diperlakukan sang pemuda miskin kepada orang miskin yang kedinginan,
yaitu Sang Rajanya sendiri yang menyamar diri sebagai seorang pengemis....
Salam Kasih..
Selamat Bermenung..
Buona Domenica...
Dio Ti Benedica...
Alfonsus Very Ara, Pr

Posting Komentar
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.