Pesta Pemberkatan Gereja Basilika Lateran 9 November 2025 (Romo Very Ara) “Rombak Bait Allah Ini…” Yehezkiel 47:1-2.8.8.12 Mazmur 46:2.3.5.6.8-9 1 Korintus 3:9c-11.16-17 Yohanes 2:13-23

 




Pesta Pemberkatan Gereja Basilika Lateran

9 November 2025

“Rombak Bait Allah Ini…”

Yehezkiel 47:1-2.8.8.12

Mazmur 46:2.3.5.6.8-9

1 Korintus 3:9c-11.16-17

Yohanes 2:13-23

*******************************

 

Jeritan Menuntut Perubahan

Pada suatu hari, seorang Misionaris yang berkarya di benua Afrika berjalan bersama dengan seorang Beduin di padang gurun. Misionaris itu memperhatikan gerak-gerik orang Beduin yang di matanya sangat aneh dan ganjil. Dia sering membaringkan badanya di atas tanah dan mengarahkan telinganya ke atas pasir. Sang Misionaris itu heran lalu bertanya, Sesungguhnya apa yang Anda lakukan? Orang Beduin itu menjawab, “Hei sahabat, sesungguhnya saya mendengarkan ratapan padang gurun. Dia tidak ingin menjadi tanah yang kering dan tandus untuk selamanya; Dia ingin menjadi sebuah taman.

Jeritan dan tangisan padang gurun Afrika untuk berubah menjadi sebuah taman yang subur mengungkapkan jeritan dan tangisan hati manusia Afrika yang merindukan adanya perubahan atau perbaikan situasi hidup yang mereka alami. Namun jertitan dan tangisan manusia Afrika itu tidak membuahkan hasil apa-apa sebab manusia Afrika enggan berubah.

 

Rombak Bait Allah: Rombak dan Ubah Mental

Ketika berada di Yerusalem, tepatnya di bait Allah, Yesus yang gerang melihat ulah tingkah manusia Yahudi yang mencemarkan Bait Allah melontarklan satu pernyataan, “Rombaklah Bait Allah ini….” Pernyataan Yesus ini tidak dimaksudkan untuk menantang orang-orang Yahudi supaya membakar, menghancurkan dan memusnahkan bangunan yang telah disucikan demi kemuliaan Allah, melainkan untuk merombak dan mengubah cara hidup. Sebab bait Allah yang dimaksudkan Yesus, bukanlah bangunan fisik, melainkan Tubuh-Nya sendiri.

Melalui pernyataan-Nya, “Rombaklah Bait Allah Ini…” Yesus menandaskan bahwa kedatangan-Nya sungguh-sungguh mendatangkan perubahan dan pembaharuan. Satu sikap dan tindakan mendasar yang dilakukan Yesus adalah menggantikan institusi-institusi keagamaan yang pada saat itu dianggap perlu dan mutlak. Institusi-institusi keagamaan yang pada awalnya dimaksudkan untuk mempermudah manusia dalam berelasi dengan Allah, dalam perkembangannya, dimanfaatkan untuk meraih keuntungan material. Sekelompok pejabat keagamaan pada saat itu berusaha menjadikan Bait Allah sebagai pusat kehidupan, baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang kemasyarakatan untuk menjamin kedudukan dan martabat mereka. Bahkan, lebih dari itu, mereka justru semakin beraksi untuk menjadikan Bait Allah sebagai sarang penyamun, sarang penindasan dan sarang ketidakadilan.

Melihat kenyataan yang terjadi di Bait Allah, Yesus tidak segan-segan mengambil sikap tegas, karena Dia tidak rela kalau Rumah Allah dinajiskan dengan tindakan-tindakan yang tidak bertanggung-jawab. Yesus tidak menerima kalau orang Yahudi seenak perut mereka berlaku, bersikap dan bertindak  di hadapan Allah.  Karena itu, terdorong oleh kasih-Nya kepada Allah, Yesus berani bertindak; Dia berani membela kebenaran, berani mengoreksi praktek-praktek agama yang salah kaprah karena sulit untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang diperbolehkan dan yang dilarang; Yesus tidak mentoleril kesalahan, kekeliruan dan kejahatan yang dilakukan manusia Yahudi; Yesus berani membela kepentingan Allah dan berusaha mengembalikan manusia ke jalan yang benar sesuai dengan kehendak Allah. Sikap yang kesannya profokatif ini terpaksa ditempu Yesus karena jalan halus, dengan sindiran rupanya tidak mempan.

Menyaksikan sepak terjal, tingkah laku, pandangan dan pemikiran Yesus yang melawan arus ini, manusia Yahudi serentak merasa heran, terdecak kagum, namun serentak takut dan merasa disakiti. Mereka merasa heran dan terdecak kagum, bukan sebagai salutan hati untuk memberikan penghargaan batin atas keberanian Yesus, melainkan terutama karena mereka merasa terwakili dalam diri tokoh itu.

Saat ini, kekacauan, kebrutalan, kesewenang-wenangan, penyalahgunaan kuasa dan wewenang, praktek ketidakadilan dan penindasan dalam bentuk apa pun membuat orang merasa muak, namun mereka tidak berani untuk menegakan kebenaran itu. Manusia saat ini lebih memikirkan keselamatan, keamaan, demi stabilitas dan sebagainya. Atau mungkin dengan alasan lain:  ah.. tidak ada gunanya, karena sudah membudaya…mulai dari mana? Kalau mulai dari kepala sampai ke ujung kaki melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, mau mulai dari mana untuk memberantasnya?

Dan…kalau di tengah kegalauan, kebingungan, ketidakberdayaan, muncul tokoh yang berani tampil seperti Yesus; berani menantang arus, berani menyuarakan sesuatu yang bernada lain, yang terasa segar, menggelitik, maka dia akan dihargai oleh orang-orang yang selama ini ditindas dan ditekan, namun dicaci maki oleh oleh orang-orang yang merasa terusik oleh kritik dan kecaman yang dirasa tajam dan menusuk. Namun, demi perubahan, kita harus berani seperti Yesus: Berani menantang dan menyuarakan kebenaran, sekalipun terasa sakit dan ditantang.

 

Rombak Hidup Kita

Situasi kita saat ini ibarat situasi manusia Yahudi yang berada di dalam Bait Allah. Dalam situasi pergolakan; di tengah kekacauan hidup; banyak rakyat diombang-ambingkan oleh keadaan yang tidak menentu: suara hati yang menantang bermunculan demi perobahan hidup mereka. Sementara itu, bujukan pemerintah dan teladan para pemuka tetap plin-plan dan dengan kekuatan yang ada pada diri mereka seluruh rakyat dibuatnya tunduk, menyerah dan ikut-ikutan saja.

Ketika rakyat menjerit karena lapar dan miskin, para pemimpin wilayah ini bertindak mirip seperti yang dilakukan para pemimpin Yahudi. Kemelaratan karena lapar dan miskin yang dialami rakyat saat ini sesungguhnya menuntut perubahan sikap dari pemerintah: memperhatikan nasib rakyat; namun yang mereka lakukan justru memperkaya diri; berfoya-foya dengan alasan studi banding demi rakyat kecil. Ketika kehidupan kaum mudah dirajam oleh ganasnya narkoba, sesungguhnya pihak-pihak terkait menghentikan langkah drakula narkoba; Anehnya mereka justru menjadi dalang di dalamnya. Ketika kaum wanita menjerit dan berjuang dan membebaskan diri dari perlakuan yang kejam, keji dan tidak adil dari kaum pria, kaum pria justru menutup telinga-hatinya dan semakin meningkatkan aksinya dengan kawin paksa, perlakuan yang kasar, membiarkan kaum wanita bekerja, dan pelbagai tindakan yang tidak manusiawi lainnya. Ketika rakyat kecil yang berpendidikan ingin memperbaiki nasib hidupnya dengan menjadi pegawai negara ini, para pemimpin wilayah ini justru menarik kaki mereka dengan tuntutan administratif yang super tinggi (40 juta). Ketika para pedagang ingin mengubah nasibnya dengan mengembangkan sistem dagang kecil, pihak penguasa justru mengekang mereka dengan tuntutan ini dan itu, termasuk sumbangan yang tidak manusiawi.

 

Enggan Berubah

Sudah berkali-kali seorang nenek tua menegur cucunya agar rajin belajar, namun semuanya sia-sia belaka. Untuk itu, sang nenek melaporkan kepada pihak sekolah agar mereka memberikan perhatian khusus kepada cucunya.

Pada suatu hari, sang nenek bertanya kepada cucunya, Apakah kamu sudah mengalami perubahan di sekolahmu, cucuku? Cucu itu langsung menjawab, “Ya, nek. Pak guru mengatakan bahwa mereka tidak sanggup lagi mengajar saya.” Mendengar itu, sang nenek, lansung pingsan.

Jika tanah Padang Gurun Afrika menjerit, menangis dan menuntut adanya perubahan di tanah Afrika, terutama perubahan sikap-mental dan tindakan manusia Afrika yang mempermiskin, memperalat sesama dan segalanya demi kekayaan diri sendiri, demikian juga dengan padang kehidupan dan lahan hati kita. Tanah, tempat tinggal kita juga akan menjerit dan selalu menangis, jika kita enggan berubah seperti anak kecil dalam cerita ini.

 

Selamat Bermenung...

Salam Kasih...

Dio Ti Benedica...

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

 

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget