Minggu Biasa XXXIII 16 November 2025 Percobaan dan Ketekunan ( Romo Very Ara )Maleakhi 4:1-2a Mazmur 98:5.6.7.8.9 2 Tesalonika 3:7-12 Lukas 21:5-9

 


Minggu Biasa XXXIII 16 November 2025

Percobaan dan Ketekunan


Maleakhi 4:1-2a

Mazmur 98:5.6.7.8.9

2 Tesalonika 3:7-12

Lukas 21:5-9

*************************

 

Tom, seorang dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, jatuh cinta dan menjalin hubungan asmara dengan Jeny, mahasiswi binaannya, yang dikenalnya sejak semester pertama. Jeny, gadis pilihan Tom, berbadan kurus dan berkulit hitam. Rambutnya ikal, namun sangat manis dan menawan di mata Tom. Selama empat tahun (delapan semester) lamanya, Tom mencoba mengenal dan menyelami kepribadian Jenny.

Janinan kasih di antara keduanya terbina apik dan harmonis. Bagi Tom, Jenny bukan lagi orang lain, melainkan bagian dari dirinya sendiri. Tidak ada yang lain di dalam pikiran dan hati Tom, kecuali berusaha sedapat mungkin untuk membahagiakan dan menenteramkan hati Jenny. Oleh karena itu, semua miliknya, dianggap milik Jenny dan secara berangsur dipindahkan ke rumah Jenny.

Ketika memasuki detik-detik terakhir perkuliahannya di Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jeny mempertanyakan keseriusan Tom, sang Dosen, kekasih hati pilihannya mengenai jalinan kasih di antara mereka. Pasalnya, ada satu hal mendasar yang merintangi relasi kasih keduanya untuk memasuki bahtera perkawinan, yaitu soal keyakinan yang berbeda: Tom, Islam tulen; sedangkan Jeny Katolik tulen.

Dalam suatu pembicaraan, Tom bersitegas: Jeny harus mengikuti keyakinannya karena dialah yang menjadi nakoda dalam kehidupan keluarga. Jeny berdalih, “Itu tidak mungkin. Saya tidak akan pernah meninggalkan iman saya. Sejak kakek dan buyut, saya hanya mengenal seorang Yesus, sosok yang saya imani sebagai Penyelamat dan Penebus. Saya tidak pernah mengenal Muhammad dan ajarannya. Dan juga…saya bisa hidup tanpa kamu; jangan pernah berpikir bahwa kamulah segalanya dan satu-satunya jaminan hidup saya.”

Melihat ketegasan sikap si Jeny, Tom mulai gusar. Setelah berpikir sejenak, Tom berkata kepada si Jeny kalau diberikan kesempatan kepadanya untuk berpikir dan bermenung diri sebelum mengambil keputusan final. Seminggu kemudian, mereka berjumpah di tempat yang sudah dijanjikan. Saat itu sungguh dimanfaatkan Tom untuk mengetahui keputusan sang gadis pilihannya.

Dengan penuh keyakinan, Tom angkat bicara, “Jen, hari ini, kamu akan mengetahui kebulatan sikapku… keputusanku mengenai hubungan kita. Setelah mempertimbangkan secara matang, …sayan tegaskn, demi kamu…saya memutuskan untuk meninggalkan keyakinan saya dan mengikuti keyakinanmu.”

Mendengar pernyataan sikap sang dosen, pria pilihannya, Jeny diam, tak bergeming. Tom kebingungan. “Jen, mengapa kamu diam? Apa kamu gak senang kalau saya rela meninggalkan keyakinan dan iman saya hanya demi kamu? Atau, adakah sikap dan perkataan saya yang tidak berkenan dan melukai hatimu?

Setelah didesak dengan penuh kecengengan, Jeny angkat bicara, sementara Tom menanti dengan harap-cemas. “Tom, mulai hari ini tidak ada lagi jalinan kasih di antara kita.! Putus…!!!

Tom tidak percaya dan tidak menerima keputusan Jeny. Dalam sikap penuh kebingungan, Tom bertanya, “Jen, katakan! Apa salah dan dosa saya? Apakah ada lelaki lain yang hadir dalam kehidupanmu dan merusak jalinan kasih di antara kita?

Dengan penuh keyakinan, Jeny berkata, “Tom, Anda adalah seorang pria yang menawan, simpatik, penuh perhatian dan bertanggung-jawab. Saya bangga karena Anda hadir dalam hidup saya. Saya tidak pernah merasa kecewa. Namun, setelah mendengar keputusan Anda hari ini: rela dan begitu mudah meninggalkan keyakinan dan iman Anda, maka dengan tegas dan berani, saya berkata, sebaiknya hubungan di antara kita berakhir di sini. Pasalnya, Jika dengan mudah Anda mengkhianati dan meninggalkan hal yang paling inti dalam hidup Anda, yaitu keyakinan dan iman Anda..hubungan Anda dengan Sang Khalil, Asal Mula Kehidupan Anda, pasti dengan mudah Anda akan mengkhianati cinta suci saya dan akhirnya meninggalkan saya jika saya tidak secantik seperti saat ini.”

“Saya yakin, pertimbangan Anda sangat dangkal dan tidak dewasa. Anda putuskan demikian karena Anda takut kehilangan seorang gadis yang cantik, menawan dan mempunyai masa depan, bukan karena keberadaan diri saya sebagaimana saya ada sekarang, dengan segala kekuarangan dan keterbatasan saya. Yakinlah, jika kecantikan saya memudar, Anda dengan mudah mengkhianati dan meninggalkan saya.” Tom diam tak bergeming mendengar dalamnya pandangan Jeny soal iman dan relasi cinta.

***********************

Seperti si Tom, bukankah kita juga dengan mudah mengkhianati hal yang paling inti dalam kehidupan kita, yaitu iman kita, relasi kita dengan Sang Khalik ketika berhadapan dengan tawaran dan tuntutan duniawi yang menggiurkan, seperti kecantikan dan kegantengan, harta duniawi (duit), pangkat jabatan dan kehormatan? Bukankah seorang pejabat, hartawan, bendahara dan siapa saja akan melakukan tindakan yang koruptif, mencuri, saling menjatuhkan, bahkan membunuh daripada bertindak jujur dan adil: nilai-nilai iman yang dasariah jika berhadapan dengan duit dan harta duniawi? Bukanlah seorang gadis atau perjaka tampan akan memilih gadis atau perjaka tampan dengan meninggalkan hal yang paling inti dalam hidupnya, yaitu imannya karena takut kehilangan yang cantik dan yang tampan? Bukankah kaum berjubah juga rela meninggalkan hal yang paling inti dalam hidupnya, panggilannya jika berhadapan dengan tuntutan duniawi yang menggiurkan: duit dan perempuan? Tanpa disadari, dengan bertindak demikian, kita sudah mengkhianati inti iman kita, nilai terpenting dalam kehidupan kita.

Diakui bahwa saat ini, banyak orang yang mengkhianati dan meninggalkan imannya ketika ditantang dan diuji dengan pelbagai tawaran duniawi, tantangan alam, penyakit dan rekayasa manusia. Pengkhianatan terhadap inti iman ini terjadi karena lemah dan rapuhnya citarasa iman kita: gampang putus asa, lemah hati serta ketidakmampuan untuk menangkap sejuta rahasia Allah yang terkandung di balik semua peristiwa yang terjadi.

 

Melalui Injil suci-Nya hari ini, Yesus mengingatkan kita bahwa ketika iman kita ditantang dan diuji, entah oleh tantangan alam, penyakit, rekayasa manusia (cobaan, hinaan, cercaan) dan tawaran duniawi, sesungguhnya Allah ingin menguji kesabaran, kebesaran, kedalalaman dan kekokohan iman kita. Karena itu, kita dituntut untuk tidak gampang putus asa, tidak lemah hati, tabah, tegar dan tekun. Kita tidak boleh lari dari tantangan; bersikap terbuka dan berjiwa besar demi kebaikan dan keselamatan diri kita, sesama dan demi kemuliaan Allah.

Yesus menegaskan bahwa setiap tantangan dan bencana seharusnya menjadi momen penting bagi setiap kaum beriman untuk bersaksi dan mempersaksikan imannya kepada dunia.Yesus menghendaki agar kita tidak boleh lari dari setiap situasi yang penuh tantangan dan cobaan; kita dituntut untuk bertahan dan memberikan kesaksian iman kita akan nilai-nilai Kerajaan Allah.

 

o   Dalam situasi bencana dan kekerasan fisik, kita dituntut untuk memberikan kesaksian tentang kasih sayang dan keprihatinan.

o   Dalam suasana yang penuh dengan isu kejahatan, rekayasa, penipuan dan kebohongan, kita dituntut untuk memberikan kesaksian tentang kejujuran dan kebenaran.

o   Dalam suasana ketidakadilan, kesewenang-wenangan, koropsi, kolusi dan nepotisme, kita dituntut untuk memberikan kesaksian tentang kejujuran, keadilan dan kesetikawanan.

 

Setiap tantangan, cobaan, korban dan bencana merupakan bagian dari hidup para pengikut Kristus. Allah tidak akan pernah membebaskan kita dari pelbagai tantangan, cobaan dan derita. Nyatanya, manusia selalu berusaha menghindar dari setiap situasi  yang penuh tantangan dan cobaan. Yakinlah, tidak ada hidup tanpa tantangan, cobaan dan derita. Mungkin dalam sekejap, kita bisa menghindar dari situasi yang penuh tantangan, cobaan dan derita, namun tidak akan pernah luput dari tantangan, cobaan  dan derita itu.

Sebagai manusia beriman, kita harus memahami dan menerima arti misteri biji gandum. Tuhan mengatakan, “Biji gandum harus jatuh dan mati terkubur di dalam tanah untuk menghasilkan banyak buah”. Kita harus yakin dalam iman bahwa setiap penderitaan dan korban yang kita alami tidak akan pernah sia-sia.

Kerajaan Allah  terwujud melalui percobaan, penganiayaan dan aneka tantangan. Kenyataan ini terbukti di sepanjang perjalanan sejarah gereja. Orang-orang yang dianiaya akan memperoleh tanda bahwa Roh Allah hadir dalam hati dan perjuangan hidup mereka. Penderitaan, tantangan, bencana dan cobaan, bukanlah takdir dan kutukan yang ditimpahkan  Allah kepada kita, melainkan suatu misteri yang bersumber pada sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus sendiri. Oleh karena itu, dalam situasi penuh bahaya, tantangan dan cobaan, kita tidak boleh panik. Gejala ini, bukan hanya menjadi tanda dari akhir zaman, melainkan sesuatu yang akan tetap terjadi disepanjang sejarah gereja. Yang terpenting untuk kita adalah ketekunan dalam menghadapi setiap cobaan sebab Tuhan sendiri yang menjadi jaminannya. Tuhan sendiri berkata, “Aku sendiri akan memberikan kata-kata hikmat sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah oleh lawanmu. Rambut di kepalamu pun tidak akan hilang sehelai pun. Kamu akan menyelamatkan nyawamu bila kamu bertekun.”

Kehadiran Yesus di tengah dunia merupakan bukti nyata bahwa Allah sungguh-sungguh  solider, setia-kawan dengan kita, manusia, ciptaan-Nya. Allah merasakan penderitaan yang kita alami akibat aneka tantangan, cobaan, penganiayaan, kesakitan, kecemasan, kesepian, kesunyian dan kematian. Sejak saat itu, setiap penderitaan yang kita alami menjadi jalan rahmat; dan Yesus menjadi rekan seperjalanan yang turut memanggul salib kehidupan kita.

Melalui kata-kata peneguhan-Nya ini, Yesus menegaskan kepada kita bahwa Allah sama sekali tidak melenyapkan dan membebaskan kita dari aneka tantangan, cobaan dan derita; justru sebaliknya, Allah mengajarkan kita untuk berani menghadapi setiap situasi yang penuh tantang, cobaan dan penderitaan dan Allah turut menanggungnya. Di sini kita melihat besarnya cinta Allah kepada manusia. Allah mau menunjukkan kepada manusia bahwa mencintai seseorang, bukan berarti melenyapkan penderitaannya akibat tantangan dan cobaan dunia, melainkan turut merasakan dan menanggungnya. Inilah yang dilakukan Allah kepada kita. Satu jawaban yang walaupun tidak logis di mata manusia, namun sangat membantu kita untuk menyikapi dan mengatasi penderitaan yang kita alami.

Berkenaan dengan itu, saya menegaskan bahwa agama Katolik tidak menciptakan salib, tidak merekayasa suatu tantangan dan cobaan untuk menguji kematangan dan kekokohan iman, tetapi berusaha menghubungkan salib, derita, tantangan dan cobaan dengan cinta sehingga semua penderitaan dan kesengsaraan akibat tantangan dan cobaan yang dialami mempunyai makna.

Ingatlah..... Ujian, tantangan, cobaan dan siksaan yang kita alami, bukanlah harga mati; bukanlah suatu hal yang dapat disiasati. Saat Allah memberikan cobaan melalui duka dan derita yang kita alami, sesungguhnya Allah menunda untuk memberikan kemuliaan kepada kita. Sekarang… tergantung, bagaimana kita menyikapi dan mengolah setiap tantangan, cobaan sehingga bermakna bagi kehidupan kita!

******************

Seorang anak mengeluh kepada ayahnya karena sulitnya hidup yang dijalaninya. Dia tidak tahu harus berbuat apa dan ingin menyerah saja. Dia lelah berjuang. Setiap saat, satu persoalan terpecahkan; namun persoalan lain muncul kembali.

Ayahnya, seorang juru masak, tersenyum dan membawa anak perempuannya itu ke dapur. Dia mengambil tiga buah panci; mengisinya masing-masing panci dengan air dan meletakannya pada kompor yang bernyala. Beberapa saat kemudian, air dalam panci-panci itu mendidih. Pada panji yang pertama, dia memasukan wortel; pada panci yang kedua dimasukannya sebutir telur dan pada panci yang ketiga dimasukannya beberapa kopi tumbuk. Dia membiarkan masing-masing panci itu mendidih.

Selama itu, keduanya dia seribu bahasa. Sang anak menggereget gigi, tidak sabar menunggu dan heran dengan apa yang dilakukan bapaknya. Dua puluh menit kemudian, sang ayah mematikan api. Dia menyiduk wortel dari dalam panci dan meletakannya pada sebuah piring. Kemudian, dia mengambil telur dan meletakannya pada piring yang sama. Kemudian, dia menyaring kopi dan dimasukan ke dalam mangkuk.

Dia menoleh kepada anaknya dan bertanya,”Apa yang kaulihat anakku”

Anak itu menjawab,”Wortel, telur dan kopi.” Sang ayah menuntun anaknya mendekat dan meminta anaknya untuk memegang wortel. Anak itu melakukan apa yang diminta dan mengatakan wortel itu terlalu lunak. Kemudian sang ayah meminta anaknya untuk memecahkan telur. Setelah telur itu dipecah dan dikupas, sang anak itu mengatakan bahwa telur rebus itu terasa keras. Kemudian sang ayah meminta anaknya untuk mencicipi kopi. Sang anak itu tersenyum saat mencicipi aroma kopi yang sedap itu.

“Apa maksud semuanya ini, ayah? Tanya sang anak. Sang ayah menjelaskan bahwa ketiga benda tadi mengalami hal yang sama, yaitu direbus dalam air yang mendidih. Namun, setelah direbus ketiganya berbeda bentuk dari bentuk awalnya. Wortel yang awalnya kuat dan keras…setelah direbus dalam air yang mendidih, berubah menjadi lunak dan lemah; telur yang awalnya mudah pecah, kini menjadi keras dan kokoh; sedangkan biji kopi tumbuk  berubah menjadi sangat unik…setelah direbus, biji kopi itu justru mengubah warna dan rasa air itu sendiri.

“Di manakah dirimu saat ditempah oleh kesulitan dan derita dalam hidup? Apa yang berubah dalam dirimu? Apakah kamu akan berubah menjadi lembek dan lunak, tak berdaya seperti wortel; ataukah semakin keras seperti telur atau berani mengubah kesulitan, duka dan derita menjadi sesuatu yang indah, nikmat dan membahagiakan? Tanya sang ayah kepada anaknya. Pertanyaan ini juga patut dilontarkan kepada kita!

 

Selamat Bermenung...

Salam Kasih...

Dio Ti Benedica...

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget