Homili Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus/Tahun C (Romo Very Ara) Berilah Apa yang Kita Miliki: Diri Kita sendiri Lukas 9:11b-17

 




Homili Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus/Tahun C

Berilah Apa yang Kita Miliki: Diri Kita sendiri

Lukas 9:11b-17

**

          Di sebuah kota, ada sebuah Kuil Kafir dan sebuah Gereja Katolik, berdiri berhadap-hadapan. Setiap hari, Phampus, orang Kafir dan Cyrus, orang Katolik, berjalan berdampingan menuju tempat ibadat mereka masing-masing. Phampus selalu membawa kurban persembahan yang akan dibakar di altar kuil sebagai penghormatan kepada dewanya. Dia heran melihat Cyrus tidak membawa apa-apa setiap kali pergi ke gereja.

          Karena ingin tahu, dia pun bertanya kepada Cyrus ketika mereka berjalan bersama, "Tolong ceritakan padaku, teman, mengapa engkau tidak membawa persembahan untuk dewamu, setiap kali engkau beribadat? Mengapa tidak mengikuti kebiasaan kami?"

          Jawab Cyrus, "Kawan, engkau keliru! Kami orang Katolik mempersembahkan sesuatu untuk Tuhan setiap kali kami datang beribadat."

          Karena bingung dengan jawaban Cyrus itu, Phampus bertanya lagi. "Tetapi mengapa saya tidak pernah melihatmu membawa persembahan?"

          Cyrus berkata tegas, "Saya datang dengan membawa sesuatu! Bagi saya, inilah persembahan terbaik yang pernah saya berikan kepada Tuhan, Dewa yang saya sembah."

          "Lalu, apa yang kaupersembahkan untuk dewamu?"

"Saya mempersembahkan diri saya sendiri."

Ekaristi: Kurban Syukur Kristus untuk Persatuan

Adalah benar yang dikatakan Cyrus bahwa dalam Perayaan Ekaristi, saya dan semua umat Katolik datang untuk mempersembahkan diri kepada Allah dalam diri Yesus Kristus. Namun, syukur dalam Perayaan Ekaristi pertama-tama bukanlah syukur dari umat Katolik atas persembahan dirinya, melainkan syukur atas diri Allah yang rela mempersembahkan dan mengorbankan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus, Putera-Nya demi keselamatan dan demi persatuan antara manusia dengan diri-Nya. Kurban Ekaristi merupakan kurban syukur dan kurban persatuan. Melalui kurban perjamuan ini, Umat Allah yang pecah-retak, tercerai-berai dipersatukan dalam kasih Kristus sendiri, sebagimana para pengikut Yesus disatukan, dikenyangkan, disembuhkan dan diutuhkan kembali berkat kehadiran dan tindakan agung Yesus Kristus di Padang Gurun.

Namun, persatuan dan keutuhan hanya bisa terwujud apabila kita datang, bukan dengan tangan hampa menuju Meja Perjamuan Tuhan, melainkan menyertakan (membawa serta) roti dan anggur yang kita miliki, baik dalam wujud kesediaan diri untuk berkurban, sikap yang berkenan maupun bakat, kemampuan dan tenaga yang kita miliki (seperti si Cyrus). Apabila kita mencermati tiga peristiwa perjamuan penting yang diadakan Yesus bersama murid-muridnya dan orang banyak di padang gurun, kita akan menemukan harapan terdalam dari Yesus akan pentingnya partisipasi para murid dan khalayak ramai demi lancarnya acara santap bersama itu.

Partisipasi Ekaristi

Di padang gurun, Yesus memberikan makan kepada khalayak ramai berjumlah lima ribu orang melalui mukjizat pergandaan roti dan ikan. Mukjizat itu terjadi berkat kuat kuasa Yesus sebagai Putera Allah serta sumbangan berharga dari seorang anak kecil dan para Rasul.

o   Para Rasul memberikan ikan dan roti, bekal untuk acara piknik mereka;

o   Para Rasul juga memberikan tenaga mereka untuk menertibkan khalayak ramai dan membagi-bagikan buah mukjizat yang ada,

o   Yesus memberikan hati dan kuat kuasa ke-Allah-Nya untuk menggandakan roti dan ikan.

Ketika berjamu bersama para murid-Nya di tepi danau Genasaret, Yesus tetap mengharapkan adanya partisipasi dari para murid-Nya sendiri. Ini terbukti; seusai memanggang ikan di atas bara api, dan menyiapkan roti bagi para murid-Nya yang letih dan lapar di tepi danau Genazaret, Yesus masih menginginkan para murid-Nya untuk membawa beberapa ekor ikan, hasil tangkapan mereka. Yesus yang bangkit sangat menghargai dan menerima sumbangan; pemberian kita, walaupun kecil dan tidak berharga, sebab setiap buah pemberian kita akan dijadikan-Nya sebagai sakramen keselamatan.

Tuntutan akan keterlibatan dan partisipasi para murid-Nya untuk memberikan apa yang mereka miliki semakin nyata dalam peristiwa Perjamuan Terakhir. Yesus tidak menuntut banyak dari mereka, selain memberikan roti dan anggur yang mereka miliki serta kesediaan mereka untuk mempersiapkan segala-galanya demi kelancaran pesta perjamuan itu. “Pergilah ke kota, kepada si Anu dan katakan kepadanya, Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah, Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku.” Dengan kesediaan yang penuh, mereka memenuhi permintaan Yesus; yaitu mempersiapkan tempat untuk perjamuan Paskah itu.

Dalam konteks ini, kita melihat bahwa perjamuan Tuhan bersama para murid-Nya dapat terlaksana berkat adanya partisipasi, sumbangan dan pemberian diri dari tiga pihak:

o   Si anu menyediakan rumahnya sebagai tempat perjamuan;

o   Para murid menyumbangkan tenaga mereka untuk menemui si Anu dan menyiapkan segala-galanya demi lancarnya pesta perjamuan itu;

o   Yesus sendiri yang rela memberikan diri-Nya sebagai Santapan Kehidupan bagi para murid dan semua orang yang beriman kepada-Nya.

o   Ketiga pihak ini “saling” memberikan sesuatu yang mereka miliki, terutama diri mereka sehingga pesta perjamuan berjalan baik dan lancar.

Pelibatan para murid dan Si Anu dalam acara perjamuan kudus itu, bukan karena Yesus tidak sanggup bekerja sendiri, sebab dengan kuasa ke-Allah-an-Nya Yesus sanggup melakukan apa saja tanpa bantuan manusia. Pelibatan para murid dan Si Anu dalam acara perjamuan kudus dimaksudkan Yesus agar: Pertama, mereka mengenal, menyerap pola hidup dan akhirnya menjadi duplikat Yesus yang rela memberikan diri demi keselamatan sesama, tanpa kehilangan cirikhas kepribadian mereka masing-masing; Kedua, Yesus menginginkan agar komunitas pengikut-Nya menjadi Komunitas Berbagi..... Berbagi apa yang kita miliki,... berbagi dari kekurangan dan keterbatasan kita. Kita akan diperkaya karena kerelaan dan ketulusan untuk berbagi....

Berinspirasikan pengalaman ini, saya ingin menegaskan kata-kata ini:

o   Setiap sumbangan dan pemberian, walaupun kecil sangat berarti untuk menunjang kemajuan pribadi maupun bersama, asalkan pemberian itu sungguh-sungguh lahir dari hati dan dari apa yang kita miliki.

o   Hanya jika kita rela memberikan diri sendiri, maka pemberian itu berarti bagi sesama.

o   Nilai sebuah pemberian tidak tergantung dari jumlahnya, melainkan dari aspek pengorbanan yang ada di dalam pemberian itu sebab aspek pengorbanan jauh lebih penting dari jumlah yang diberikan: Menyapu dan membersihkan Gereja, tidak mengotori Gereja, tidak membuat keonaran dan kegaduhan dalam Gereja; tidak ngantuk dalam Gereja; dan kesediaan untuk datang ke Gereja merupakan wujud sumbangan dan pemberian yang sangat berarti demi lancar dan hikmatnya acara perjamuan kudus yang kita rayakan.

o   Namun, tidak jarang, kita kerap mempersoalkan ujud pemberian itu, sejauh tidak berkenan dan tidak menguntungkan kita.

 

 

Ingatlah:

o   Tuhan akan memberikan secara berkelimpahan, jika kita memberikan apa yang kita miliki, terutama kekurangan dan kelemahan kita.

o   Tuhan akan memenuhi dan melengkapi semua kekurangan dalam diri kita... Timbalah dan terimalah kekayaan-Nya yang mengalir dari altar-Nya yang kudus.

 

Selamat Bermenung

Salam Kasih

Buona Domenica

Dio Ti Benedica

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

 

 

 

 


Posting Komentar

Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget