“Batu Penjuru dan Misionaris Ulung” Kis. 12:1-11; 2 Tim. 4:6-8.17-18 Matius 16:13-19Pesta St. Petrus dan St. Paulus 29 Juni 2025

 




Pesta St. Petrus dan St. Paulus

29 Juni 2025

“Batu Penjuru dan Misionaris Ulung”

Kis. 12:1-11; 2 Tim. 4:6-8.17-18

Matius 16:13-19


Saling Memberikan Nama

Pada suatu ketika, seorang pengusaha kaya menangkap seorang pemuda yang hendak menjampret dompetnya. Pemuda itu berusaha membela diri dengan mengisahkan tentang pengalaman hidupnya: “Saya tidak mempunyai pekerjaan. Saya sungguh kelaparan. Saya baru dibebaskan dari kurungan dan dengan reputasi itu, hingga kapan pun, saya tidak akan mendapatkan pekerjaan apa pun yang layak demi kelangsungan hidup saya. Setiap saat saya memperkenalkan nama dan identitas saya, martabat dan harga diri saya dikoyak; dicap sedemikian buruk sehingga tak seorang pun yang bersedia mempekerjakan saya.”

Dengan jiwa kebapaan, Pengusaha itu berkata, “Kalau memang demikian anakku, ambillah nama saya; saya tidak keberatan. Saya tidak akan pernah mengotorinya dalam kehidupanmu. Dengan tulus, saya memberikan nama saya kepadamu. Ambillah; kenakan nama saya pada nama dirimu dan jagalah agar tetap bersih; tidak tercemar.” Kemudian, pengusaha kaya itu memberikan sebuah sepucuk surat rekomendasi kepada pemuda itu untuk mendapatkan pekerjaan.

Lima belas tahun kemudian, pengusaha itu diberitahukan oleh sekertarisnya bahwa ada seorang pria apik yang sedang mencari dan ingin menemuinya. Pengusaha itu membuka buku tamu dan membacanya! Ternyata, keduanya memiliki nama yang sama. Ketika pengusaha itu membuka pintu kantornya untuk mempersilahkan pemuda itu masuk; tampak di hadapannya seorang pemuda berpakaian indah dengan penampilan terhormat; penuh wibawa dan berkata:

“Saya datang untuk mengucapkan berganda terima kasih kepada Bapak. Berkat nama bapak yang saya sandang; saya menjadi seorang eksekutif di sebuah perusahan yang direkomendasikan bapak kepada saya lima belas tahun yang lalu. Sekarang bapak melihat saya seperti ini; saya merasa berhutang karena kemurahan bapak dan di atas semuanya itu….terutama atas pemberian nama bapak sendiri, yang masih belum tercemar hingga saat ini…”

 

Yesus dan Simon saling Memberikan Nama

Yesus, Simon dan Saulus saling memberikan nama. Pemberian nama ini mengungkapkan sesuatu tentang jati diri mereka masing-masing. Awalnya, Yesus bertanya kepada Simon dan kawan-kawannya, “Siapakah Dia menurut pendapat banyak orang, sejauh mereka dengar dan terekam di telinga mereka?

Para murid menjawab, “Menurut kebanyakan orang, Dia adalah Elia, Yeremia atau salah seorang dari para nabi. Tampaknya, para murid juga lupa kalau ada banyak orang, terutama para pembangkang yang memusuhi Yesus memberikan julukan kepada Yesus sebagai “Pengacau, Tukang Hasut, Provokator, Sahabat Para Pendosa dan Seorang Modernis yang sangat berbahaya.”

Yesus pun kembali menyerang mereka dengan pertanyaan yang sama, “Jika itu pendapat banyak orang, menurut kamu, Siapakah Aku? Atas nama para rasul, dengan lantang Simon menjawab, “Engkaulah Kristus, Putera Allah yang Hidup.”

 

Yesus, Sang Mesias, Anak Allah yang Hidup

Sebutan “Mesias, Kristus, Putera Allah yang hidup, serentak mengungkapkan iman, cinta dan kesetiaan Simon kepada Yesus serta identitas, jati diri dan misi mesianik-Nya di dunia, yaitu untuk melaksanakan kehendak Bapa: mengalahkan kejahatan dengan menempuh jalan penderitaan dan akhirnya wafat di salib demi keselamatan manusia.

Melalui jawaban Petrus, Matius Penginjil memperlihatkan bahwa Yesus sungguh-sungguh menghidupi nama-Nya; hidup sesuai dengan nama-Nya sebagai Sang Mesias dan menyelaraskan cara hidup-Nya dengan nama/gelar yang diberikan kepada-Nya. Tindakan terbesar dan termulia yang dilakukan Yesus untuk menghidupkan nama-Nya, menunjukkan identitas, jati diri dan misi inti-Nya di dunia sebagai Mesias: mengorbankan diri demi keselamatan dunia.

 

Petrus, Si Batu Karang

Sebagai balasan atas iman, cinta dan kesetiaannya, Yesus memberikan nama baru kepada Simon, yaitu Petrus, Batu Karang, yang menjadi landasan kokoh bagi Yesus untuk membangun Gereja-Nya, umat-Nya sendiri. Kendati kerap jatuh: menipu diri, menipu orang lain, khususnya wanita Yahudi yang bertanya untuk menguji kejujuran dan kesetiaannya kepada Sang Guru yang diikutinya; menyangkal Tuhan, Pribadi yang sangat dikagumi dan dicintainya ketika ayam jantan berkokok; tidak menunjukkan jiwa seorang pahlawan, jiwa seorang rasul yang perkasa, Simon menunjukkan keteguhan imannya sebagaimana kokoh, teguh dan kukuhnya batu karang kepada Yesus. Karena kekokohan imannya; hubungan yang akrab dengan Kristus: Kasih dan Kesetiaan akan Kristus, Yesus melandaskan Gereja-Nya atas diri Petrus, Sang Batu Karang. Petrus sungguh menghidupi namanya; hidup sesuai dengan nama-Nya sebagai Batu Karang dan menyelaraskan cara hidup dengan nama gelar yang diberikan kepadanya. Di balik namanya, terungkap cinta dan kesetiaannya dalam mengikuti Yesus, dalam segala situasi hidupnya, dengan segala beban dan pengorbanannya. Di dalam kerapuhan dan kejatuhannya, ditemukan juga di dalam diri Petrus nilai yang paling berharga untuk sebuah panggilan, yaitu keindahan, kebahagiaan, kemenangan dan kecemerlangannya. Nilai-nilai yang ditemukan Yesus, Sang guru di dalam diri Petrus ini menjadi unsur penting dalam menjalankan tugas panggilannya.

 

Paulus, Si Kecil dan Rendah Hati

Hal yang sama juga dilakukan Yesus terhadap Saulus. Kendati latar-belakang kehidupan seorang Saulus sangat hitam (Saulus adalah pembunuh dan penganiaya umat Tuhan), namun Yesus memberikan nama baru kepadanya setelah dia bertobat dalam perjalanannya menuju Damsyik. Oleh Yesus, Saulus (artinya: yang diinginkan, yang didoakan, yang dicari dan yang diminta) diberi nama baru, Paulus (Paulos/Yunani: kecil, rendah hati), Rasul para bangsa yang tidak kenal lelah, tahan banting dalam membela dan mempertahankan imannya akan Kristus.

Perjumpaannya dengan Yesus Kristus mengubah Saulus sedemikian sehingga dia merasa dirinya kecil. Dia sadar bahwa dia harus merendahkan hati dan dirinya di hadapan Yesus Kristus.  Semua prestasi dan kehidupan masa lalu tidak lagi menjadi kebanggaan yang harus dipertahankannya, karena baginya, Yesus Kristus adalah segalanya.

Apabila Paulus berubah total berkat perjumpaannya dengan Yesus Kristus, maka kita pun harus berubah, harus menjadi baru dalam Kristus. Kita harus sadar bahwa kita kecil di hadapan-Nya dan harus rendah hati, karena segala seeuatu yang ada dalam diri kita adalah anugerah-Nya.

Dalam kekecilan dan kerendahan hatinya, Rasul Paulus memberikan kesaksian tentang Yesus sebagai Putera Allah yang hidup di dalam dirinya. “Aku hidup, namun bukan aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus-lah yang hidup di dalam diriku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Galatia 2:20)

 

Dua Pilar Utama Gereja: Batu Penjuru-Misionaris Ulung

Petrus dan Paulus diubah dan diberdayakan Yesus Kristus menjadi dua pilar utama Gereja-Nya. Petrus diangkat dan diberdayakan Yesus menjadi wakil-Nya di dunia, pemegang kunci pintu Surga dan diberikan tugas untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Dalam diri Petrus dan para penggantinya, kita melihat tanda persatuan dan kesatuan iman serta perbuatan baik. Dengan bantuan Roh Kudus, Petrus termasuk orang pertama yang mengakui ke-Allah-an Yesus Kristus, “Engkaulah Mesias, Putra Allah yang Hidup.” (Matius 16:16).

Sementara Petrus membangun Jemaat Kristus di Yerusalem, Paulus diutus untuk pergi ke bangsa-bangsa lain di sekitar Laut Tengah untuk mewartakan Kristus kepada masyarakat bukan Yahudi tanpa kenal lelah. Setelah melewati pelbagai kesulitan dan penderitaan, Paulus berhasil membangun banyak jemaat Pasca Konsili Pertama di Yerusalem yang diwarnai dengan perseteruan tajam antara kelompok Kristen Yahudi dan kelompok Kristen non Yahudi. Paulus mendirikan Gereja Kristus menjadi sebuah Gereja yang bukan hanya Kudus dan Apostolik, tetapi juga Katolik: Gereja yang terbuka terhadap siapa saja yang percaya bahwa Yesus adalah Juru Selamat Dunia. Karena jasanya menobatkan bangsa-bangsa lain yang bukan Yahudi inilah, maka Paulus digelari sebagai Rasul Para Bangsa.

Melalui pengembaraan misionernya selama tiga puluh tahun lebih dan menjelajahi puluhan ribu kilometer dengan berjalan kaki, naik kuda dan kapal, Paulus, Sang Rasul menjadi misionaris yang paling menentukkan dalam persemaian Gereja sampai ke ujung bumi. Seandainya Rasul Paulus tidak berhasil mematahkan dominasi Kristen Yahudi yang ingin memaksakan sunat dan Hukum Taurat bagi orang Kristen bukan Yahudi dalam Konsili Yerusalem, Gereja Kristus tidak akan pernah lebih dari sebuah sekte kecil agama Yahudi dan kita semua tidak akan pernah menajdi orang Kristen seperti saat ini.

Petrus dan Paulus juga adalah dua tokoh berbesar yang memiliki kondisi kemanusiaan yang terbatas, rapuh dan lemah:

o   Pada awalnya, Petrus adalah seorang penangkap ikan yang lugu, penduduk desa yang polos, tidak berpendidikan, bahkan sempat tampil menyebalkan Yesus karena tidak memahami siapakah Yesus yang sesungguhnya, bahkan menyangkal-Nya tiga kali.

o   Karena kepintaranya sebagai seorang cendikiawan Farisi, Paulus sempat sombong dan merasa berhak untuk menganiaya kelompok bidaah baru Kristen.

Kedua tokoh ini ditangkap Yesus dari keseharian mereka:

o   Petrus yang awalnya Penjala Ikan dijadikan Penjala Manusia.

o   Paulus, awalnya pengejar dan pembunuh murid Kristus. Tuhan justru membentuk dan mengubahnya menjadi Pewarta Ulung Kristus.

o   Petrus ditangkap Yesus ketika masih hidup di Palestina.

o   Paulus ditangkap Yesus setelah Dia naik ke dalam Kerajaan-Nya di Surga.

Hasil tangkapan Yesus inilah yang membuat Gereja tetap kokoh di atas Batu Karang, walaupun selalu diterpa badai selama lebih kurang dua ribu tahun dan masih tetap bergerak untuk mewartakan Kristus melalui karya misioner Gereja ke seluruh dunia.

o   Petrus adalah Simbol Kekuasaan Gereja;

o   Paulus adalah Simbol Pelayanan dan Karya Misi Gereja.

Perpaduan antara Petrus dan Paulus mengingatkan kita bahwa:

o   Kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin Gereja untuk menggembalakan domba-domba Kristus, pertama-tama harus didasarkan atas Iman Si Batu Karang dan disempurnakan dengan karya kerasulan-pelayanan Gereja.

o   Para pemimpin Gereja harus menyadari diri sebagai penerus Petrus, simbol dan tokoh kesatuan umat beriman. Walaupun sering menyebalkan, seorang pemimpin Gereja yang sederhana, polos, ramah, dan baik hati akan lebih diterima umat daripada seorang pemimpin yang tinggi daya intelegensinya, namun sombong, arogan, apalagi tidak santun, lebih suka mengeritik dan menganggap semua orang sebagai bawahannya. Hanya seorang pemimpin yang sederhana yang akan mengakui bahwa Kristus sebagai Mesias, sedangkan pemimpin yang sombong akan membanggakan diri, bakat, prestasi dan kehebatannya dan Yesus Kristus dijadikan sarana pembesaran dan pemuliaan  diri.

o   Saat ini, tidak sedikit dari para pemimpin Gereja yang sudah “berhenti” setelah ditahbiskan menjadi imam, bahkan lebih berhenti lagi setelah menjadi pemimpin umat lokal atau Uskup. Kekuasaan yang mengalir dari Sakramen Tahbisan tidak jarang memandulkan imamat mereka karena para imam umat dan imam Allah tidak lagi bergerak keluar, seperti Paulus yang tidak pernah bisa bertahan lama di suatu tempat.

o   Tidak jarang para pemimpin Gereja berubah menjadi pemimpin lembaga, pengurus yayasan dan tukang misa dan tidak lagi menjadikan dirinya sebagai Pastor Bonus dan Pastor Peziarah bagi umatnya. Rumah-rumah religius berubah menjadi istana kecil, tempat berkumpul para pangeran Gereja dan menikmati hidup yang nyaman, sementara domba-domba mereka berjuang keras di dunia nyata untuk mencari sesuap nasi demi kesejahteraan hidup dan jiwanya.

Gereja akan kokoh dan berbuah jika semangat hidup dan kerasulan Rasul Petrus dan Rasul Paulus masih tetap digali dan dimekarkan oleh para pemimpin umat. Dalam diri seorang imam perlu hadir sosok Petrus yang bekerja mengukuhkan iman dan sosok Paulus yang bekerja mengalirkan iman ke luar untuk menyehatkan manusia lain dan melayani semua.

Kekuasaan dalam Gereja harus berwajah manusiawi dan membuahkan pelayanan sehingga dalam Gereja Kristus tampillah sebuah kekuasaan yang populis, yang menjadikan  setiap pemimpin Gereja seorang servus servorum. Kekuasaan Gereja tidak akan efektif apabila tidak didasarkan pada iman dan iman itu harus aktif sebab iman hanya bisa dihanyati dalam perbuatan. Pada akhirnya, semua pemimpin Gereja dan semua umat Allah adalah misionaris-iman: Umat Allah adalah Orang Beriman Teguh dan dengan iman itu melayani semua orang.

Pengikut Yesus Kristus yang sejati, aktual dan relevan di zaman ini haruslah perpaduan antara seorang Petrus, Batu Karang Iman dan seorang Paulus, Sang Pelayan dan Misionaris Sejati. Pengikut Yesus Kristus harus beriman teguh serta bersemangat misioner... Siap diutus untuk membawa Terang Injil dan Terang Hidup Allah kepada semua orang yang belum mengenal-Nya.

Jiwa dan semangat hidup Rasul Petrus dan Rasul Paulus akan menjadi jiwa dan semangat kita apabila kita membiarkan diri dan kehidupan kita diubah oleh Yesus Kristus dan membiarkan Yesus Kristus hidup-meraja-memimpin diri kita sehingga kita bisa berkata, “Bukan aku, tetapi Kristuslah yang hidup dalam aku.”

 

Buona Domenica..

Selamat Bermenung...

Salam Kasih...

Dio Ti Benedica...

 

 

Alfonsus Very Ara, Pr

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget