Minggu Biasa XXIX
Berkanjang dan Bertekun Dalam Doa
Keluaran 17:8-13
Mazmur 121:1-2.2-4.5-6.6-8
2 Timoteus 3:14 – 4:2
Lukas 18:1-8
*************************************
Ketika sibuk bekerja di tempat
kerjanya, seorang wanita menerima telpon dari pembantunya yang mengabarkan
bahwa anaknya sakit demam; suhu badanya meninggi. Wanita itu segera
meninggalkan tempat kerjanya dan bergegas pulang. Dalam perjalanan pulang,
wanita itu mampir di sebuah apotik untuk membeli obat penurun panas. Saat kembali ke mobilnya, dia tidak bisa
masuk karena kunci tertinggal di dalam mobilnya. Karena bingung; tidak tahu apa
yang harus dilakukannya, wanita itu menelpon ke rumah dan menanyakan kondisi
anaknya kepada baby sitter. Baby sitter justru menyarankan agar wanita itu
mencari sesuatu yang dapat digunakan untuk membuka pintu mobil itu.
Wanita itu melihat di sekelilingnya
dan menemukan sebuah penggaris usang yang sudah dibuang. Walaupun dia pernah
melihat ada beberapa sahabatnya yang pernah menggunakan penggaris itu untuk
membuka pintu mobil, wanita itu sangat kebingungan karena tidak bagaimana cara
mempergunakannya.
Wanita itu menunduk dan berdoa agar
Tuhan mengirimkan kepadanya seorang penolong. Lima menit kemudian, tampak
sebuah mobil tua yang dikemudikan seorang pria berjenggot dan berwajah kotor.
Wanita itu berpikir di dalam hatinya, ”Apakah Tuhan yang mengirim orang ini
untuk menolong saya?
Wanita itu memberikan isyarat dan pria
itu keluar dari mobil tuanya. Pria tua itu bertanya kepada wanita itu, “Apa
yang bisa dilakukannya”! Wanita itu menjawab, “Anak saya sakit keras. Saya
mampir ke toko ini untuk membeli obat, namun kunci mobil saya tertinggal di
dalam, padahal saya harus segera pulang.” Dapatkah Anda menolong saya untuk
membuka pintu mobil ini?
Pria itu menjawab, ”Tentu! Pria itu
mendekati mobil. Berkat kepandaiannya, dalam kurun waktu kurang dari lima
menit, pintu mobil itu sudah terbuka. Dengan serta merta, perempuan itu memeluk
pria berjanggut itu dan sambil berlinang air mata bahagia, wanita itu berkata,
“Terima kasih, Anda sungguh baik.”
Pria itu menjawab, ”Nyonya, saya
bukanlah pria yang baik. Saya adalah seorang pencuri mobil dan baru saja
dibebaskan dari tahanan di penjara beberapa menit yang lalu.”
Sambil terisak wanita itu berseru dengan
keyakinannya, ”Oh Tuhan, terima kasih berlimpah saya haturkan kepada-Mu. Engkau
telah mengirimkan seseorang yang sungguh profesional untuk menolong saya.”
*************************************
Dalam situasi apapun, entah situasi yang menakutkan,
mencemaskan, situasi dikejar dan dianiaya, kita dituntut untuk senantiasa sadar
dalam keyakinan iman kita bahwa Allah tidak akan pernah mengecewakan dan
membiarkan kita berjuang sendirian. Allah akan senantiasa menolong kita di
setiap kesulitan hidup yang kita alami, walaupun terkadang Dia mempergunakan (hadir
dalam diri) orang-orang jahat yang tidak percaya kepada-Nya. Pengalaman ini
dialami oleh si janda dalam kisah Injil Minggu ini.
Sadar akan situasi genting yang akan dialaminya, seorang
janda yang tidak memiliki apa-apa dengan tekun, setia dan telaten menemui sang
hakim untuk membela hak-haknya. Berkat ketekunan, kesetiaan dan ketelatenanya,
sang hakim meluluskan permintaannya. Jika sang hakim yang lalim dan jahat tahu
memberikan yang terbaik bagi sesamanya, apalagi Allah. “Bukankah Allah akan
membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya.” Allah
akan selalu setia pada janjinya untuk menyertai, menolong dan membenarkan
setiap orang pilihan-Nya. Allah akan membela dan membimbing orang-orang pilihan
yang bersandar dan berseru kepada-Nya di saat kehilangan arah dan pegangan
hidup; Allah akan menjadi Juru Bicara di kala orang-orang pilihan-Nya
diperhadapkan pada kekuatan hukum dunia dan membela iman; dan menjadi
Pendamping ketika orang-orang pilihan-Nya di saat kalut, takut dan merasa
sendirian.
Allah tidak
akan pernah menolak, meninggalkan dan mengecewakan orang-orang pilihan-Nya yang
senantiasa dekat, berseru dan bergaul akrab dengan-Nya. Allah yang Mahasabar
secara perlahan, namun pasti, dan dengan caranya yang bijaksana akan meluluskan
semua permohonan kita. Asal, sebagai pendoa yang baik, kita dituntut untuk
bersikap seperti janda miskin: bertekun, bersabar dan berkanjang dalam situasi
doa dan dalam situasi apa pun; menyesuaikan kehendak kita dengan kehendak Allah
serta setia untuk (turut) memperjuangkannya. Di sini saya memberikan dua
catatan penting mengenai sikap yang harus dibangun dalam doa.
Pertama,
berkanjang dan bertekun dalam doa. Sikap ini harus dipupuk sebab sangat
membantu kita untuk menyingkirkan keinginan kita yang maunya serba instant.
Artinya, jika kita memanjatkan doa kepada Allah, jangan pernah kita berpikir,
atau bahkan menuntut Allah bahwa hasilnya akan diperoleh langsung seperti di
saat mengambil uang dengan menggunakan kartu ATM, memasukan air panas ke dalam
pop mie.
Mentalitas
instan menyebabkan manusia zaman ini lebih mengutamakan proses cepat jadi,
cepat saji, cepat melihat dan menerima hasil. Mentalitas ini menyebabkan
manusia zaman ini mengabaikan nilai ketekunan dan ketelatenan dalam doa dan
dalam urusan apa saja serta memaksa manusia jaman ini untuk menempuh jalan
pintas. Di kalangan pemerintah, banyak orang yang tidak suka bekerja keras
sebab mereka bisa mendapatkan uang dengan cara yang tidak halal. Di kalangan
orangtua, tumbuh keinginan agar anaknya cepat matang dengan cara mengkarbitkan
sang anak melalui kursus dan studi yang melampaui daya tampung otak mereka.
Hasilnya sangat luar biasa: di luar tampaknya matang, namun di dalam rasanya
masam. Di kalangan pelajar, akhirnya tercetak pelajar dan mahasiswa instan:
tidak perlu sekolah… pokoknya saya bisa mendapatkan sepucuk ijazah, bahkan
pekerjaan hanya dengan mengandalkan uang. Di dalam hidup keagamaan, juga
tercetak orang-orang Katolik instan yang diperoleh lewat jalan pintas. Tunggu
mau mati, baru saya menjadi Katolik, tunggu di saat sulit, mau kawin saya baru
menjadi Katolik… Akibatnya, jika manusia zaman ini suka akan yang
instan-instanan, maka akan terbentuk manusia instan yang berdaya menghancurkan.
Doa janda miskin, yang tekun, telaten dan berkanjang dalam doa memberikan
masukan berarti bagi kita bahwa dengan bertekun, telaten dan berkanjang dalam
doa, Allah akan jatuh cinta kepada kita.
Kedua, sikap tekun, sabar dan kanjang dalam doa harus
dibarengi dengan kekukuhan dan keteguhan dalam iman. Artinya, iman kita tidak
boleh surut dalam memanjatkan doa. Tidak jarang, kita memanjatkan doa kepada
Allah dengan penuh keraguan; apakah doa yang dipanjatkan itu dikabulkan atau
tidak, sehingga terkesan kita tidak berpasrah diri seutuhnya kepada kehendak
Allah. Bahkan, tidak jarang, ada yang setelah memanjatkan doa kepada Allah yang
diimaninya, kita masih tetap mencari allah-allah yang lain. Praktek ini justru
menghalangi terkabulnya permohonan kita.
Melalui kisah
si janda miskin, kita menimbah satu hikmah yang sangat berarti: keteguhan dan
kekukuhan imannya dalam mendekati sang hakim. Si janda miskin tahu bahwa di
kala permintaannya ditolak, sesungguhnya di dalam lubuk sang hakim tersimpan
sejuta rahasia. Sang hakin ingin menguji kesabaran, kebesaran, kedalalaman dan
kekokohan iman si janda miskin. Yakinlah, lebih dari sang hakim yang lalim,
Allah selalu mempunyai rencana untuk kita. Dengan kuat kuasa-Nya yang tinggi
dan mulia, Allah akan selalu memberikan jawaban atas persoalan hidup kita.
Walau terkadang jalan penyelesaiannya tidak mudah ditebak, namun yakinlah,
Allah mengetahui apa yang terbaik untuk kita.
Saya kerap berdoa:
Tuhan anugerahkanlah kekuatan kepada saya sehingga hidup saya berhasil; namun
Tuhan justru memberikan kepada saya penyakit dan rasa sakit supaya saya belajar
untuk taat. Ketika saya berdoa memohon kesehatan, supaya bisa melaksanakan
tugas saya, perbuatan-perbuatan kasih, namun yang saya terima adalah penyakit
supaya saya bisa menjalankan hal-hal yang lebih baik. Ketika saya memohon
kekuasaan supaya dihormati, namun yang saya terima adalah ketidakberdayaan
sehingga saya semakin rindu terhadap kuasa Tuhan. Akhirnya, saya menyimpulkan
bahwa saya tidak pernah mendapatkan apa-apa sejauh saya memohon kepada-Nya;
walaupun demikian yang saya peroleh justru semua yang selalu saya dambakan.
Karena itu, bertekun dan berkanjanglah dalam doa yang dilandasi iman yang kukuh
bahwa Allah tidak akan pernah mengecewakan kita…..
**********************
Pada
suatu hari, seorang anak yatim-piatu mengirimkan sepucuk surat kepada Pastor
Parokinya. Di dalam suratnya, anak itu menuliskan agar pastor segera datang ke
rumahnya, karena salah seorang anggota keluarganya yang sakit.
Setelah
menerima, membaca dan memahami isi surat itu, Pastor pun bergegas datang untuk
memenuhi permintaan dan kebutuhan umatnya. Setibanya di rumah, pastor bertanya
kepada anak itu, “Siapahkah yang sakit dan mau didoakan? Dengan wajah sedih,
anak itu menjawab, “Pastor, saya tidak punya siapa-siapa lagi; Hanya babi
inilah milik saya. Dia sakit…sudah tiga hari, ia tidak makan”.
Amarah
Pastor memuncak karena yang sakit bukanlah manusia, melainkan babi. Dengan
sikap marah, pastor itu menumpangkan tangannya ke atas babi-babi, sambil
mengucapkan kata-kata doa, “Baiklah, marilah kita berdoa! Hai babi, kalau kau
ingin sembuh, …..sembuhlah; dan kalau kau ingin mati, ….matilah saat ini juga!
Amin.
Kemudian
pastor itu pulang dengan perasaan kecewa karena gara-gara babi ia harus
membatalkan janjinya untuk mengikuti rapat penting di pemerintahan. Anehnya, kebetulan babi-babi itu sembuh. Anak
yatim ini sangat gembira dan ia membagikan kegembiraan itu dengan bersaksi
kepada teman-temanya.
Pada
suatu saat, anak itu mendengar berita bahwa Pastor Paroki yang mendoakan
babinya itu jatuh sakit. Ia mengajak beberapa sahabatnya untuk mengunjungi
Pastor Parokinya yang sedang berbaring di ranjang sakit. Sambil memberikan
bunga, anak itu berkata, “Semoga cepat sembuh, Pastot!”
“Iya…iya…doakan
saya….. ya, nak, biar pastor cepat sembuh” kata sang Pastor sambil lalu. Tanpa
disadari Pastor, tiba-tiba anak itu menumpangkan tangan di atas kepala pastor
dan mengucapkan kata-kata doa, “Hai Pastor! Kalau mau sembuh, ….Sembuhlah….Tetapi…kalau
mau mati,….Matilah saat ini juga”. Amin. Dalam sekejap, Pastor itu turun dari
tempat tidurnya dan berdiri untuk memarahi-dan menampar anak-anak itu. Anehnya,
anak-anak yang melihat hal itu bersorak-sorai dan dengan suara nyaring mereka
berteriak, “Pastor sembuh…Pastor sembuh….”
Secara manusiawi, imam itu pantas
kecewa jika dilihat dari unsur babi yang akan didoakan; namun jika dilihat dari
sudut iman, si yatim lebih beriman dari seorang imam; sebab babi itu sembuh
bukan karena doa sang imam, melainkan karena keteguhan imam sang anak yatim itu
sendiri.
Buona Domenica..
Selamat Bermenung...
Salam Kasih...
Dio Ti Benedica...
Alfonsus Very Ara, Pr
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.