Hari Minggu Biasa, Pekan Biasa XVII, Tahun C/ 27 Juli 2025
“Roti Yang Secukupnya” (Romo Very Ara)
Kejadian 18:20-32;
Mazmur 138:1-2a.2b.3.6.7b.7c-8;
Kolose 2:12-24
Lukas 11:1-13
“Berilah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya.”
(Lukas 11:3)
Pada tahun 1900, seorang Biarawati Terkenal
asal Italia, Muder Cabrini tiba di Amerika. Dia bekerja di tengah imigran
Italia yang tertindas.
Di awal karyanya, dia tidak memiliki uang
sepeser pun. Melihat kenyataan itu, seorang Putri Mahkota memberikan bantuan
kepadanya dengan menawarkan sebuah rumah yang sangat besar dan luas untuk
dijadikan biara serta tempat tinggal bagi anak-anak jalanan.
Uskup Agung Corrigan dari New York City
tidak percaya semua gagasan ini, walaupun Putri Mahkota juga memberikan ribuan
Dollar untuk mendukung karya Muder
Cabrini. Uskup Agung bertanya kepada Muder Cabrini dengan penuh keraguan,
“Menurut Anda, berapa lama Anda bisa bertahan dengan jumlah uang ini? Dalam
setahun saja, pasti tidak ada yang tersisa. Jika semuanya sudah dipergunakan,
apa yang Anda lakukan?
Putri Mahkota yang berdiri di samping Muder
Cabrini menjawab, “Yang Mulia, ketika kita berdoa Bapa Kami, kita memohon Rezeki Sehari-Hari, bukan persediaan untuk setahun.”
********************
Jawaban Putri Mahkota sungguh tepat. Jawaban ini
sungguh-sungguh lahir dari imannya akan Allah sebagai Sumber Hidup bagi semua
ciptaan-Nya, terutama manusia. Allah adalah Bapa yang Maha Kaya, Maha Segalanya.
Dia adalah Sumber Hidup, Jaminan dan Andalan Tunggal bagi Manusia. Setiap saat
(bukan dalam setahun), Allah yang Maha Kaya mengalirkan/memberikan Hidup-Nya
sendiri demi kelangsungan hidup manusia.
Hidup Allah adalah memberi dengan cara memecah-mecahkan
dan membagi-bagikan Tubuh Ilahi-Nya kepada semua manusia, ciptaan-Nya agar
semua manusia memiliki hidup dan memilikinya secara berkelimpahan. Kodrat Allah,
Sang Sumber Hidup yang Maha Kaya sudah dinyatakan-Nya dalam diri Putra-Nya,
Yesus Kristus: Dia adalah Roti Surgawi, Roti Hidup bagi manusia. Dengan
demikian, manusia tidak pernah boleh meragukan-Nya karena Dia, Sang Sumber
Hidup yang Maha Kaya tidak akan pernah berhenti memberi. Dia yang menyatakan
diri-Nya sebagai “Roti Surgawi,” sungguh-sungguh Sumber Kehidupan bagi manusia.
Karena itu, sangatlah aneh, ketika para penerjemah Kitab
Suci ke dalam Bahasa Indonesia berani mengubah kata “roti” pada ayat ini dengan
kata “makanan,” bahkan “rezeki.” Dengan perubahan kata, “roti” menjadi “makanan”
atau “rezeki,” maka arti atau makna rohani/spiritual dari kata “roti”
yang dibicarakan dan dinyatakan secara mendalam oleh Yesus dalam Injil Yohanes
bab 6 mengenai Roti Surgawi dihilangkan.
Roti adalah Sumber Kehidupan. Roti itu berasal dari Allah
dan dianugerahkan/diberikan kepada manusia. Dengan demikian, hakekat Roti yang
sesungguhnya adalah Hidup Allah yang dianugerahkan, dialirkan dan diberikan
secara gratis: Hidup Allah adalah “Memberi, ”Hidup yang Dipecah-Pecahkan dan
Dibagi-Bagikan kepada semua manusia, ciptaan-Nya, setiap saat agar semua
manusia memperoleh kehidupan yang layak.
Roti, Pemberian Allah Bersumber dari Cinta-Nya. Akan
tetapi, roti, pemberian Cinta Allah kepada manusia tidak hanya berwujud makanan
jasmani. Roti, Pemberian Cinta Allah yang paling Agung dan Mulia kepada
manusia justru nyata Wajah yang Hidup; Berwujud Pribadi yang Hidup, yaitu
Putra-Nya, Yesus Kristus. Dia adalah Pemberian Cinta Bapa dalam wujud
Fisik-Insani agar semua manusia mengerti dan memahami bahwa Dasar dan Sumber
Kehidupan semua manusia adalah Allah dan kebesaran cinta-Nya: Cinta adalah
Sumber Kehidupan bagi semua manusia. Cinta Allah dalam Pribadi Putra-Nya
memiliki Daya untuk mencipta, menghidupkan, menyatukan dan menyelamatkan semua
manusia.
Kita semua, ciptaan Allah, terutama kita yang percaya
kepada Putra-Nya, Yesus Kristus seharusnya tidak pernah boleh mencemaskan
kebutuhan roti fisik sebab Dia tahu bahwa kita semua dan semua ciptaan yang
berdiam di alam ini sangat membutuhkannya. Hidup-Nya adalah memberi, memecahkan
dan membagikan Diri-Nya demi kehidupan dan keselamatan kita. Setiap saat Dia
menganugerahkan kehidupan-Nya kepada kita semua dan seisi alam ini agar kita semua
memperoleh kehidupan dan memiliki-Nya secara berkelimpakan. Jika Dia berhenti
memberi, maka kehidupan kita akan “berakhir,” “mati,” tidak akan mengalir dalam
diri kita. Karena itu, kita, para pengikut-Nya harus selalu menyambungkan diri
dan kehidupan kita dengan Dia, Sang Sumber dan Dasar Kehidupan sebab kehidupan
yang ada dalam diri kita adalah Milik-nya,... Dianugerah/Diberikan-Nya
kepada kita.
Untuk itu, kita semua, pengikut-Nya harus mengerti makna
yang terkandung dalam kata “roti,” baik secara rohani maupun secara fisik.
Memiliki Roti Rohani berarti memiliki Dia dan Daya Cinta-Nya; memiliki Sumber
Hidup yang Kekal, yaitu Dia/Allah dan Cinta-Nya. Kita harus melihat ke dalam
diri kita: kita hanya bisa memiliki Roti Rohani, hanya jika kita memiliki
Cinta, memiliki Dia, Sang Cinta. Jika kita memiliki Roti Rohani, memiliki
Cinta, memiliki Dia, Sang Cinta, maka kita tidak akan pernah kekurangan roti
jasmani.
Karena itu, ketika kita berdoa, “Berilah kami setiap hari
roti yang secukupnya,” seharusnya kita yakin bahwa Allah yang Hidup dalam diri
Putra-Nya sudah dan selalu menjawab doa kita ini. Mengapa? Karena hidup kita
adalah milik-Nya. Setiap saat, Dia selalu mengalirkan dan memberikan: Setiap
saat, Dia selalu Memecahkan-Mecahkan dan Membagi-Bagikan Hidup-Nya yang Maha
Kaya, Maha Sakral, yaitu Tubuh-Nya yang Maha Kudus demi keselamatan dan
kehidupan kita. Hidup-Nya adalah Sumber dan Dasar Hidup kita. Karena itu, kita harus
selalu menyambungkan diri dan kehidupan kita dengan-Nya dalam situasi apa pun, terutama
dalam keadaan kritis. Jika kita memiliki sikap iman demikian, maka kita akan
merasa tenang tatkala berhadapan dengan kesulitan apa pun dalam kehidupan kita.
Akan tetapi, menerima Roti yang Maha Kudus,
Pemberian Dia yang Rela Memecah-Mecahkan dan Membagi-Bagikan Tubuh-Nya demi keselamatan
dan kehidupan kita menuntut kita semua, pengikut-Nya yang mengakui dan
mengimani-Nya sebagai Sumber dan Dasar Hidupnya untuk tulus berbagi
dengan semua orang yang membutuhkan, terutama kepada orang yang
miskin-papa. Jika kita tidak meneruskan Pemberian Agung Yesus Kristus yang
diterimanya dalam rupa Roti Altar yang Mahakudus, maka kita tidak menjadi
saudara bagi sesamanya, tidak menjadi saudara Yesus Kristus dan tidak menjadi
anak Bapa.
******************
Adalah seorang ibu yang sangat miskin: suaminya sudah meninggal.
Dia hidup bersama ketiga anaknya. Dia bertetangga dengan keluarga yang sangat
kaya, namun pelitan.
Pada suatu malam, ibu yang miskin ini sangat membutuhkan roti
untuk diberikan kepada kepada ketiga anaknya. Mereka kelaparan. Ibu miskin ini
memberanikan diri untuk menjumpai ibu yang kaya raya ini dan memohon kepadanya,
“Berilah kami sedikit roti. Anak-anak saya kelaparan.”
Ibu kaya dengan nada ketus menjawab, “Saya tidak memiliki roti.
Saya berani bersumpah. Jika saya menyimpan roti, biarkanlah Allah mengubahnya
menjadi batu.” Mendengar perkataan yang ketus dari ibu kaya in, Ibu miskin
pulang sambil menangis.
Sesudah itu, ibu kaya mengajak anak-anaknya untuk makan roti. Di
saat dia membuka almari makanan, dia pun sangat terkejut: semua roti berubah
menjadi batu.
Ibu kaya itu berkata kepada anak-anaknya, “Jangan Kuatir! Ini
uang. Pergilah dan belilah roti sebanyak-banyaknya.”
Anak-anaknya pun bergegas pergi untuk membeli roti. Ibu kaya
menunggu di rumah dengan segudang perasaan karena anak-anaknya sangat lama
pulang, padahal took roti sangat dekat dengan rumahnya. Di saat anak-anaknya
tiba di rumah, ibu kaya itu langsung bertanya, “Ke mana saja kalian pergi.
Mengapa sangat lama?
Anak-anaknya berkata, “Ibu, keranjang roti ini sangat berat.
Kami kesulitan membawanya.” Ibu kaya itu bergegas membuka keranjang iti. Dia
sangat terkejut karena bukan roti yang ada dalam keranjang, melainkan batu.
Melihat kenyataan itu, ibu kaya itu bergegas ke toko roti yang
sama untuk membeli roti yang baru. Dari toko roti, dia menuju rumah ibu miskin,
tetangganya yang beberapa saat sebelumnya meminta roti kepadanya. Ibu kaya ini
berkata, “Ibu, saya mohon maaf atas kejahatan saya pada ibu. Ini roti untuk ibu
dan anak-anak ibu. Mulai saat ini, saya berjanji untuk tidak pelitan lagi.
Tuhan sudah mengubah semua roti yang ada di rumah saya menjadi batu sehingga
kami tidak bisa makan.”
Ibu kaya itu segera pulang ke rumahnya. Dia pun sangat terkejut ketika
melihat semua batu yang ada dalam almari makanan dan keranjang berubah menjadi
roti. Sejak peristiwa ini, ibu kaya yang pelitan ini menjadi seorang ibu yang
sangat baik, bermurah hati dan rela berbagi dengan siapa pun, terutama dengan
semua orang yang berkekurangan…
Buona
Domenica..
Selamat
Bermenung...
Salam
Kasih...
Dio
Ti Benedica...
Alfonsus
Very Ara, Pr
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.