Keuskupan Sibolga

Latest Post

 




Minggu Biasa XXI/C/II

Salib Mengikuti Yesus

Yesaya 66:18-21; Mazmur 117.1.2. Ibrani 12:5-7.11-13

Lukas 13:22-30, 24 Agustus 2025

*************************

 

Pada suatu hari, seorang pemuda, salesman buku ditugaskan oleh agennya untuk menjual buku di pelosok desa. Ketika melihat seorang petani sedang bersantai di atas kursi goyang di serambi rumahnya, sang salesmen itu mendekatinya dengan gaya yang meyakinkan. Sang salesmen buku itu angkat bicara, ”Tuan, saya mempunyai sebuah buku yang akan memberikan banyak masukan kepada tuan bagaimana cara bertani, seratus kali lebih baik daripada yang tuan lakukan saat ini.”

Mendengar ceramah panjang dari sang salesmen buku, si petani tidak bereaksi; dia tetap bersandar santai di atas kursi goyangnya. Namun, beberapa saat kemudian, si petani berhenti bergoyang dan memandang sang salesmen itu dengan tatapan yang mendalam sambil berkata, ”Anakku, saya sama sekali tidak membutuhkan buku dan ceramahmu. Saya sudah tahu bagaimana cara bertani sepuluh kali lebih baik dari apa yang sekarang yang saya lalukan. Jika engkau sudah mengetahui seratus kali cara bertani  dan apa yang engkau lakukan jauh lebih baik dari apa yang saya lakukan saat ini, mari…tunjukkan kepandaianmu di ladangku.”

Mendengar ucapan itu, sang salesmen merasa malu dan tanpa pamit mulai menjauh dari rumah si petani itu.

 

***********************

Menjadi seorang petani yang baik dan sukses, tidak cukup hanya dengan mendengar, membaca, menghafal dan menguasai ilmu-ilmu pertanian mutakhir yang canggih, tetapi harus ditunjukkan melalui praktek penerapan ilmu di ladang. Kenyataan sungguh berbicara: banyak orang yang mengetahui dan menguasai ilmu pertanian yang canggih, namun hanya sebatas ilmu.. hasilnya nol koma kosong sebagaimana sang salesmen dalam kisah tadi.

 

o   Banyak orang Indonesia yang mengetahui dan menguasai Ilmu menanam padi yang baik, namun kenyataannya Indonesia selalu mengimport beras dari luar negeri.

o   Banyak orang Indonesia menguasi ilmu hukum, namun hanya mampu mencetak para pelanggar hukum yang brutal dan tidak berperikemanusiaan.

o   Banyak kaum kristiani yang fasih menghafal dan melafal ayat-ayat Kitab Suci, namun peri hidup mereka sama sekali tidak mirip dengan malaikat, tetapi justru menjadi setan dalam Gereja dan masyarakat.

o   Banyak kaum kristiani yang menguasai isi ajaran iman, setia datang ke gereja, namun hidupnya tidak lebih baik dari setan.

o   Banyak juga kaum imam dan kaum berjubah yang mengetahui dan memeditasikan ayat-ayat Kitab Suci, mendalami spiritualitas kudus, namun hidup mereka tidak jauh lebih baik dari kaum farisi.

 

Jika dianalogkan dalam kehidupan beriman, saya menegaskan: Menjadi manusia yang baik tidak cukup hanya dengan mendengar, mengetahui dan menguasai ajaran-ajaran moral yang baik; ajaran tentang kebaikan, melainkan harus mampu mewujudkan pengetahuannya tentang kebaikan dalam tindakan hidup yang nyata. Apalagi menjadi orang Katolik yang sejati…sangat sulit; sebab tidak cukup hanya dengan mendengar dan menghafal ajaran-ajaran Kristus, tetapi harus mampu mewujudkan ajaran kasih Kristus dalam tindakan hidup.

 

************************

Injil Minggu ini mengingatkan kita, para pengikut Kristus bahwa sesungguhnya gelar, sebutan dan pengetahuan kita tentang Kristus dan ajaran-Nya bukanlah jaminan uatama bagi kita untuk masuk ke dalam alam keselamatan; dikenal oleh dan tergabung dalam kawanan pengikut Kristus. Injil menegaskan: “Jangan mengira bahwa mereka yang telah makan dan minum bersama Tuhan dan telah mendengarkan pengajaran-Nya di lapangan, di kota, akan dengan sendiri-Nya bisa masuk ke dalam rumah-Nya, sebaliknya, mereka akan mendengar ucapan ini, ”Aku tidak tahu kamu dari mana, enyalah dari hadapan-Ku kamu sekalian yang melakukan kejahatan.”

Undangan untuk masuk ke alam keselamatan Allah tidak cukup hanya dengan mendengar dan mengetahui ajaran-ajaran yang ditawarkan Allah, tetapi menuntut kerja keras, yaitu mewujudkan buah pengetahuan iman kita akan Allah dalam tindakan yang nyata. Pintu yang harus dilalui menuju alam keselamatan sangat sempit sehingga menuntut setiap undangan untuk berkerja keras; mengerahkan segala kekuatannya untuk meraih apa yang didambakan.

Bagaimanakah usaha yang harus dilakukan; jalan dan pintu sempit manakah yang harus dilalui untuk meraih keselamatan? Makan dan minum (mengenal) dengan Yesus saja tidak cukup. Kerajaan Allah harus diperjuangkan hingga tuntas dengan kreativitas yang tinggi dan usaha yang gigih sebab harus diraih melalui pintu yang sempit. Untuk memahami betapa sempitnya pintu itu, kita cukup mengingat persyaratan dan tuntutan yang diajukkan kepada seorang kaya yang ingin masuk dalam kehidupan kekal.

 

o   Pertama, untuk mencapai kehidupan kekal, pintu sempit yang harus dilalui adalah melaksanakan perintah Allah. Ini adalah perkara yang sungguh berat. Diakui bahwa banyak di antara kita yang sungguh menguasai ajaran kasih Allah, namun nyatanya, kita sungguh jatuh-bangun untuk melaksanakan perintah Allah dalam kehidupan harian kita.

 

o   Kedua, kita dituntut untuk menjual segala harta milik, memberikan hasil penjualan kepada orng miskin dan datang mengikuti-Nya. Jalan ini sungguh sempit dan sulit. Hanya sedikit orang saja yang berani, mau dan mampu melewatinya. Orang lebih suka memilih jalan yang luas, enak, gampang. Hal ini dapat dimengerti, ketika orang kaya mendengar tuntutan itu, ia menjadi sedih karena sangat kaya. Dia tidak rela melepaskan harta miliknya. Baginya jalan yang ditunjuk Yesus sangat sukar, dan pintu yang harus dilaluinya sangat sempit.

 

Jalan (Yoh 14:6), pintu (Yoh 10:9) sesungguhnya merujuk pada pribadi Yesus sendiri. Jika dikatakan bahwa jalan menuju kebahagiaan itu sempit, sukar, sama saja dengan mengatakan bahwa untuk mengikuti-Nya sangat sukar, berat dan penuh tantangan. Menjadi murid-Nya merupakan suatu kebanggaan, namun serentak dengan itu juga merupakan beban dan salib.

o   Dalam kehidupan pribadi-keluarga, suami-istri diharuskan hidup bersama dengan partnernya sehidup-semati, sampai hayat meninggalkan badan…betapa beratnya menjalani hidup bersama.

o   Para pengikut Kristus tidak diperbolehkan melakukan aborsi, kendati buah kandungannya berasal dari tindakan perkosaan. Tuntutan ini memperlihatkan betapa sempit, sesaknya pintu yang disediakan Kristus bagi pengikut-Nya sehingga tidak semua orang mau dan mampu melewatinya dengan selamat.

 

Walaupun demikian, Kristus tetap memberikan semangat:

 

o   ”Masuklah melalui pintu yang sempit”

o   “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu.”

 

Allah memberikan tawaran kepada semua orang yang diundang-Nya dan serentak dengan itu juga Allah memberikan tantangan yang menutut manusia untuk senantiasa berjuang dan bergumul. Dalam proses itu, terkadang manusia bersemangat, namun ada kalanya menemukan kegagalan dan kekecewaan.

 

Pengalaman Petrus menjadi ilustrasi bagi kita:

 

o   Dia hampir tenggelam di danau karena kurang percaya;

o   Dia salah memahami arti kemesiasan Yesus sehingga dia dilarang untuk mewartakan Yesus.

o   Dia jatuh tertidur, tidak ikut berjaga, ketika Sang Guru berada dalam sakrat maut.

o   Namun Petrus terus berjuang untuk mengalahkan kelemahannya.

o   Petrus tidak segan-segan mengakui kesalahannya; Petrus kembali melewati jalan yang sempit, pintu yang sesak sehingga Yesus memberikan kepadanya kedudukan dan martabat yang tinggi di antara umat-Nya.

 

Begitu juga dengan keberadaan orang kudus dalam gereja…Mereka tidak dilahirkan kudus. Mereka berjuang dan bergumul untuk mempertahankan kesetiaan dan kesanggupan mereka dalam meniti jalan yang sesak dan sempit.

 

*********************

 

Paus Yohanes Paulus I yang memimpin Gereja Katolik hanya tiga puluh tiga hari selalu bercerita mengenai tiga Kardinal terpopuler di Vatikan. Ketika cardinal ini meninggal dan dalam waktu yang bersamaan berada di gerbang surgawi.

Petrus menjumpai mereka dan memohon maaf karena dia sangat sibuk. Petrus mempersilahkan mereka untuk menunggu di kursi-kursi yang ada. Mereka menunggu dan menunggu, namun tidak hal istimewa yang terjadi. Tiba-tiba seorang nyonya mudah nan cantik jelita yang bergaun indah tiba di gerbang surgawi. Petrus mempersilahkan nyonya itu masuk. Para Kardinal merasa heran dan salah seorang di antara mereka mengeluh, “Tampaknya status dan kebesaran kita di Vatikan tidak mampu membuka pintu-pintu di istana surgawi ini”.

Setelah menunggu dalam kurun waktu yang lama, Petrus menjumpai para Kardinal dan berkata kepada mereka, “Apabila yang mulia berkenan, saya akan menjelaskan persoalan nyonya mudah itu. Dia adalah seorang puteri milioner terkemuka. Dia mengelilingi Eropa dengan Meresedes yang diberikan ayahnya untuk memberikan bantuan kepada orang yang miskin dan menderita. Dia tinggal bersama mereka. Namun, dia mengalami peristiwa naas. Dia meninggal seketika itu juga di tempat kejadian. Jutaan kaum papa miskin mendengar berita kematiannya melalu siaran televise dan radio dan membaca di Koran. Mereka sangat terpukul. Peristiwa kematian itu mengingatkan kematian diri mereka sendiri. Karena kejadian itu semakin banyak orang yang bertobat dan kembali kepada Allah dibandingkan dengan pertobatan yang dihasilkan oleh buku-buku atau pun kotbah-kotbah Anda bertiga. Nyonya mudah ini menghantar lebih banyak jiwa untuk kembali kepada Allah daripada yang dilakukan Anda bertiga. Perbuatannya lebih kuat berbicara mengenai imannya daripada kotbah-kotbah Anda.”

 

 

Buona Domenica..

Selamat Bermenung...

Salam Kasih...

Dio Ti Benedica...

 

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

 

 

 

 

 




Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia

 17 Agustus 2025

“Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”

Sirakh 10:1-8; Mazmur 101:1a.2ac.3a.7.7; 1 Petrus 2:13-17

Matius 22:15-21

*******************************

 

Kisah ini terjadi pada tahun 1997. Seorang ibu datang ke pastoran dan marah-marah kepada seorang Imam muda karena melihat gambar mantan Presiden Soeharto masih terpancang di dinding ruangan tengah pastoran. Ketika ditanya, sang ibu menjawab, "tidak pantas dinding dan ruangan pastoran yang bersih dan suci dihiasi oleh gambar orang yang kotor, koruptor, pembunuh dan pelbagai penilaian buruk lainnya. Pokoknya, gambar itu harus diangkat dan dibakar”.

Mendengar comelan sang ibu, Imam muda dengan caranya yang khas berusaha memberikan beberapa petuah dalam bentuk pertanyaan. “Ibu, apakah di dompet ibu ada uang lima puluh ribu?

Jawab ibu itu, “Oh, banyak”.

Imam itu bertanya, “Apakah ibu suka dengan uang itu?

Jawab ibu itu, “Oh, tentu!

Imam itu berkata, “Ibu, saya hanya memancangkan gambar Soeharto di dinding pastoran, tetapi ibu selalu membawa uang berangka lima puluh ribu yang bergambar Soeharto ke mana-mana, bahkan menyimpannya di tempat yang paling aman supaya tidak hilang atau kecurian. Ibu begitu benci terhadap Soeharto, tetapi sesungguhnya ibu sangat mencintai Soeharto. Terbukti, ibu selalu membawanya ke mana-mana, bahkan membayangkan, mendambakan dan berusaha mendapatkan uang yang berangka lima puluh ribu, yang nyatanya bergambar Soeharto itu. Inilah model sikap manusia zaman ini: lain kata, lain perbuatan.”

*********************

Seperti ibu dalam kisah ini, kaum Yahudi sangat membenci kaisar, wakil penjajah Romawi yang menindas mereka, namun mereka berusaha memiliki dan membawa uang yang bergambar Kaisar, sang penindas mereka. Ironisnya lagi, mereka membawa uang yang bergambarkan Kaisar untuk mencobai Yesus yang sangat tidak berminat dengan urusan uang.

Dengan maksud mencobai Yesus, mereka pun bertanya, “Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada kaisar atau tidak? Pertanyaan ini diajukan kepada Yesus untuk menjebak-Nya.

 

o   Seandainya Yesus menjawab “harus”, maka seluruh masyarakat akan marah kepada-Nya. Tidak banyak manusia di dunia ini yang suka membayar pajak, termasuk orang-orang yang menempelkan tulisan “Bayar Pajak, Bung! di kaca mobil mereka.

o   Tetapi, seandainya Yesus menjawab “jangan”, Dia langsung dilaporkan kepada penjajah Romawi sebagai pemberontak.

 

Selama 20 abad kekristenan, teks ini dibaca, ditafsir dan diartikan oleh jutaan manusia dengan aneka ragam pengertian. Namun, perlu disadari bahwa Yesus datang ke bumi bukan untuk mengurus pajak.

Terhadap pertanyaan orang Yahudi yang bersifat jebakan, Yesus justru balik bertanya, “Gambar dan lukisan siapakah ini? Mereka terpaksa menjawab, “Gambar dan tulisan kaisar! Maka Yesus pun menjawab seadanya, “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar! Namun ucapan ini langsung ditambahkan Yesus dengan beberapa kata kunci: “Berikanlah kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah! Dengan berkata demikian, Yesus meninggalkan urusan uang yang sungguh-sungguh tidak menarik perhatian-Nya dan beralih ke urusan rohani.

Diakui bahwa disepanjang sejarah bangsa Yahudi, relasi antara masyarakat dengan Kaisar selalu tegang dan tidak dapat dibereskan dengan satu kalimat saja. Akar persoalannya selalu berkaitan dengan hal yang satu ini: Uang. Kenyataan yang sama juga dialami oleh bangsa kita ini. Selama kurun waktu 80 tahun ini, akar persoalan yang dihadapi sama, yaitu uang.

 

o   Usia 80 tahun hanyalah rentatetan waktu, namun tidak bermutu karena anak-anak bangsa ini kehilangan cita-cita luhur untuk meraih kebebasan batin dan jasmani yang sejati . Yang diburu oleh anak-anak bangsa ini adalah uang untuk kepentingan pribadi, partai, bahkan agama, bukan untuk kemajuan dan kepentingan bersama bangsa ini.

o   Semakin bertambahnya usia kemerdekaan bangsa ini, kulit anak-anak bangsa ini semakin berkerut, jiwa anak-anak bangsa ini semakin kecut; rasa antusiasme semakin luntur; jiwa patriotisme dan cinta akan bangsa sendiri semakin kendur-luluh juga akibat sengitnya perjuangan, saling ganyang dan saling menjatuhkan hanya untuk mendapatkan uang demi kepentingan pribadi, partai dan agama.

o   Tahun-tahun panjang yang dilalui anak-anak bangsa ini penuh dengan kecemasan, kekuatiran, ketakutan, keragu-raguan, tidak percaya diri, dan keputusasaan juga karena uang sehingga semangat cinta akan bangsa sendiri meluntur dan melebur menjadi debu.

o   Semuanya menundukkan kepala, sembari merenungkan nasib bangsa ini. Ini pertanda bahwa anak-anak bangsa ini belum menikmati kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya karena seluruh diri dirasuki ambisi untuk memiliki uang lebih dari yang lain dan menjadi budak uang.

Fakta juga menunjukkan bahwa hingga saat ini, anak bangsa ini masih dibelenggu dan dicengkeram oleh aneka hal yang menghambat menuju perkembangan bangsa yang matang dan mandiri serta perkembangan manusia yang lebih sejati, seperti kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan dan pengangguran.

 

o   Kemerdekaan yang diraih delapan puluh tahun yang lalu sama sekali tidak menghapus penindasan. Sebaliknya, di alam kemerdekaan ini beban semakin bertambah: hutan-hutan pepohonan hijau di pelbagai wilayah gundul tidak karuan; sementara ibu kota menjadi gemerlapan dan semakin ditumbuhi beton dengan biaya yang disedot dari seluruh penjuru bumi pertiwi.

o   Kesenjangan antara yang miskin dan kaya semakin melebar. Jika yang kaya bingung bagaimana menghabiskan harta, sementara yang miskin bingung memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam dunia kerja, si kaya mudah mendapatkan pekerjaan karena ada koneksi dan kolusi, sementara yang miskin hanya gigit jari karena tidak memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menata kehidupan mereka yang lebih manusiawi.

 

Seperti manusia Yahudi, anak-anak bangsa ini lupa bahwa unsur terpenting dalam kehidupan bersama adalah relasi yang dibangun diantara sesama manusia, antara atasan dan bawahan, serta antara manusia dengan Allah atas kekuatan cinta, kebenaran dan keadilan. Siapa pun saja yang membangun relasi yang akrab dengan Allah, tidak mungkin tergila-gila dengan uang. Manusia yang demikian pasti akan menempatkan uang pada posisi yang sesungguhnya, yaitu sebagai alat belaka. Karena itu, bagi manusia seperti ini, perihal membayar pajak bukanlah persoalan antara hidup dan mati.

Apa yang wajib diberikan manusia kepada Allah? Apa yang diharapkan oleh Allah?

o   Yang wajib diberikan oleh manusia kepada Allah adalah sesuatu yang paling sulit dilepaskan manusia, yaitu diri kita sendiri. Manusia yang rela menyerahkan dirinya kepada Allah adalah manusia yang menomorsatukan Allah, bukan dirinya sendiri, bukan dunia ini, bukan pula sesuatu yang tercipta. Semua yang tercipta dapat menjadi berhala jika kita menanggalkan relasi dengan Allah dan sesama dalam kekuatan cinta, kebenaran dan keadilan.

o   Memberikan kepada Allah apa yang dimiliki Allah searti dengan menyerahkan seluruh diri dan kehidupan kita kepada Allah karena semua yang ada dalam kehidupan ini, terutama diri kita adalah milik Allah.

o   Memberikan kepada Allah apa yang dimiliki Allah juga serati dengan hidup dalam cinta dan melakukan kebaikan karena cinta. Allah adalah Sang Cinta. Allah menciptakan kita dari Isi Cinta-Nya sehingga kita menjadi Citra Cinta Allah. Apabila kita hidup dalam cinta dan melakukan kebaikan kepada sesama karena cinta, kita sungguh-sungguh menjadi Citra Allah serta menjadi  pribadi yang merdeka; menjadi saudara bagi sesama dalam keadaan apa pun karena melakukan perbuatan cinta dan kebaikan.

 

 

Buona Domenica..

Selamat Bermenung...

Salam Kasih...

Dio Ti Benedica...

 

 

Alfonsus Very Ara, Pr

 

 

(sumber: google)


Luo Migu Hari Raya Kemerdekaan Indonesia

Fombaso I    : Sirakh 10:1-8

Fombaso II   : 1 Fetero 2:13-17

Injil               : Luka 19:11-28

 

Turia Somuso Dödö khö Yesu Keriso nisura Luka.-

Me luo da'ö, me no ahatö Yesu ba Yerusalema, ba me lawai i'anemai'ö to'ele gamatöröŵa Lowalangi andrö niha sato, ba Ilau gamaedola, Imane : "So zofanö, - salaŵa, - isaŵa danö saröu, ena'ö tobali razo Ia ba da'ö, ba mangawuli dania. Humede ia khö ndra enoninia, dafulu, ibe'e khöra zi fulu balaki, imane khöra : 'Milau ba waniaga, irege mangawulido'. Ba no fatiu dödö mbanuania khönia, ba lafatenge zinenge solo'ö ya'ia, lamane : 'Lö edönaga salaŵama da'ö'. Ba me mangawuli ia, me no tobali razo ia si yefo, ba ifakaoni'ö genoni-nia andrö, nibe'enia ana'a, ena'ö irongo he lawisa wolau. So zi föföna, imane : 'He ama, fulu balaki hare si samba fondruyu andrö khöu'. Imane khönia : 'Lau, enoni si sökhi ! Me lö si faröi ndra'ugö ba zi lö oya'oya, ya so barö mbawau zi fulu banua'. Ba so wanete da'ö, imane : 'Si samba fondruyu andrö khöu, ama, ba no mohare, lima balaki. Ba imane göi ba da'ö : “Ba ya'ugö göi,  ya so barö mbawau zi lima banua'. Ba so zi samösa, imane : 'Ya'e zi samba fondruyu khöu, ama, no u'irö'ö ba zaefutanga. Noa sa ata'udo ndra'ugö, me no sabe'e huku ndra'ugö, me öhalö zi tenga nibe'eu, ba me öbasi zi tenga nitarumö'. Imane khönia : 'Moroi ba mbeweu uhuku ndra'ugö, enoni si lö sökhi. Hadia no ö'ila wa sabe'e huku ndra'odo : mangaido ba zi tenga nibe'egu, ba mamasido ba zi tenga nitarugu ? Ba hana wa lö öbe'e ba zamalali gana'agu andrö ? Ba ya'o, na sodo, ba uhalö fabaya hare ena'ö.' Ba imane ba zi so ba da'ö : 'Mihalö khönia zi samba fondruyu andrö ba mibe'e ba zi so fulu balaki'. Lamane khönia : 'He ama, no fulu balaki khönia'. Ba imane : 'Uŵa'ö khömi, dozi ba zi no so, ba tebe'e, ba khö zi lö'ö, ba lahalö göi zi no so khönia. Ba si fatiu tödö andrö khögu, si lö edöna salaŵara ndra'odo, mi'ohe ba da'e, - ba mibunu ira fönagu'." Ba me no Iŵa'ö da'ö Yesu, ba mofanö Ia, Isaŵa misi yaŵa Yerusalema.-

 Simanö duria somuso dödö khö Zo'aya ya'ita, Yesu Keriso.-

 FA’AHETA MOROI BARÖ MBAWA WANGOSAWUYU

 Ero’ero röfi, ba zi fele witu mbawa si ŵalu, tatörö tödöda ngaluo wa’aheta soi Indonesia andre moroi barö mbawa wangosawuyu soi bö’ö. Fa’aheta moroi barö mbawa wangosawuyu andrö, no nifadöni sifao noso ba boto ndra furugöda moroi ba soi sangosawuyu. Ohitö dödöra ba no sökhi sibai me omasi ira na ya’ita andre iraonora ma nga’ötöra mitou, lö saae omasi ira na so göi ita barö mbawa wangosawuyu, ba hiza i, ena’ö sindruhu tola ta’ofanöi wa’aurida faudu molo’ö fa’abölöda ba fa’atuatuada zamösana.

Na tahaogö ta’osisi’ö lala gofanöwa soida andre Indonesia, tola tamane duhu, no aefa ita moroi ba wangosawuyu soi tanö bö’ö. Ba zimanö ta’andrö saohagölö ba tasuno göi wa’ahakhö dödö Lowalangi ba zimanö. Ba zitambai da’ö i, oya manö nasa zanguma’ö, duhu wa no aefa ita moroi barö mbawa wangosawuyu soi bö’ö, ba hiza iada’a tarasoi göi we’aso barö mbawa wangosawuyu soida samösa. Asese sibai la’oguna’ö wehede Presiden Siföföna ya’ia Sukarno wanguma’ö: “Aoha sibai halöwögu, ha famoloi soi bö’ö sangosawuyu ya’ita. Ba hiza sabua dania halöwömi wolawa ono mbanuada samösa”. Alua wehede andre me, oya manö nilau zamötörö, fa’itaria faudu ba asese göi simöi fangabu dödöda. Ba da’ö, oya manö wamadömadöni nono mbanua, irege fa’itaria lö ohahau dödöda wamaigi.

Fanörö tödöda ngaluo wa’aheta soi Indonesia andre moroi barö mbawa wangosawuyu, no sa’ae walu ngafulu fakhe wa’ara. Na boto wa’aniha zimane ba no sa’ae ibörögö abögubögu, itugu atuatua ba itugu bihasa fangerangera. Fefu da’ö no oi sinagea ta’andrö saohagölö khö Lowalangi ba tasuno wa’ahakhö dödöNia. Ba zitambai da’ö moguna manofu göi ita ba dödöda zamösana: “Hadia göi zinangea tobali fanoloda ba wanörö tödö ngaluo si sökhi andre?”

Duhu no I’a’asogö gölia ulidanö andre Lowalangi, ba no ifataro göi ndra samatörö sitobali tohu danga. Fefu da’ö mo’ohitö dödö ena’ö fefu nono wobanua tola sökhi  lala wa’aurira ba so ira ba wa’ohauhau dödö. Alua da’e na sökhi zololohe ba solo’ö göi nidönia’ö. Na lö’ö ba oi sitekiko lala wa’auri. Ba da’e moguna wa faoma manundreheni lala halöwö nono wobanua ba samatörö. Andrö dania wa aboto ba dödöda niha si no aheta moroi barö mbawa wangosawuyu andrö, ya’ia niha samalua lala halöwönia faudu molo’ö noronia zamösana. Ifalua fefu halöwö andrö sifao fa’ahele dödö. Falulusa fohalöwö andrö timba gana’a andrö si sambua fondruyu. Na sökhi wangehao ba sitedou, ba na lö sökhi wangehao ba sawuwu furi. Da’e ni’andrö Yesu khöda ena’ö lö tafamalö ta’andrö saohagölö wa’akhö dödö Nama ba talulu göi ita wanundreheni banua ba soida. Na sökhi wanundrehenida ba sitedou ita, ba na lö sökhi wanundrehenida ba sawuwu ita. Amen.  (Ditulis oleh Kat. Ingatan Sihura, S.Ag)

 


Hari Raya Maria Diangkat Ke Surga

15 Agustus 2025

Dirayakan Tanggal 10 Agustus 2025

Aku Gembira, karena Engkau Datang

Meneruskan Kegembiraan

Luk. 1:39-56

Mamo adalah seorang anggota angkatan perang, berpangkat kopral. Dalam ekspedisi terakhir untuk memberantas pasukan gerilya pengacau keamanan, Mamo bergabung dengan satu dari dua batalion yang diutus, di bawah pimpinan komandan regu Sersan Jono. Ekspedisi tersebut merupakan ekspedisi terpanjang dan melelahkan bagi pasukan tempur pimpinan sersan Jono. Betapa tidak! Sudah hampir 3 minggu mereka berada di medan pertempuran untuk mengejar sisa-sisa anggota gerilya yang beberapa minggu sebelumnya menyerbu perkampungan penduduk dan merampok semua harta milik mereka.

Hari itu merupakan hari terakhir ekspedisi yang memuakkan bagi kopral Mamo sebab di sepanjang pengalaman tempurnya, ekspedisi inilah dinilai paling kejam. Menurut perhitungannya, dia sendiri sudah menewaskan 15 orang; dan yang paling banyak memakan korban adalah pertempuran terakhir ketika mereka mengobrak-abrik markas perkampungan gerilya.

Pada pertempuran yang terakhir, ia tidak mampu menghitung berapa jumlah korban yang jatuh, sebab pertempuran itu terjadi di malam hari. Hanya di pagi hari, ketika mereka menghitung berapa jumlah peluru yang sudah dipergunakan dalam penyerbuan malam itu, kopral Mamo sendiri menghabiskan 45 butir peluru. Serangan itu dilancarkan menjelang subuh. Mereka memperkirakan, semua anggota pengacau keamanan yang bermarkas di perkampungan itu tewas beserta seluruh keluarganya.

Untuk memastikan itu, komandan regu memerintahkan kopral Mamo memasuki wilayah perkampungan untuk mengecek situasi yang sebenarnya. Sepuluh menit kemudian, ia pulang dengan wajah muram; tidak seperti biasanya. Ketika ditanya bagaimana keadaannya, sang kopral menjelaskan hampir semua penghuni markas itu tewas. Hanya ada seorang ibu bersama kedua anaknya yang masih hidup. Sang ibu sendiri terluka di paha kanan dan di lambung kirinya.

Ketika menyampaikan laporan itu, air mata menetes di pipi sang kopral. Melihat itu, sang komandan bertanya, “Apakah mereka sudah kau habisi? Tersekat lehernya karena terharu, sang kopral hanya menggelengkan kepalanya. “Sekarang, kuperintahkan, segera habiskan ketiga nyawa itu sebelum kita angkat kaki dari tempat”. Kerjakan! perintah sang komandan. Tanpa menjawab, “Siap Kerjakan”, sang kopral langsung berbalik menuju perkampungan.

Di saat sang kopral mengarahkan moncong senjatanya kepada ibu dan kedua anaknya, terdengarlah olehnya suara iba terpatah-patah dari mulut sang ibu, “Tuhan, ampun… jangan menembak kami! Sang kopral tertegun; Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Sementara itu, dari luar perkampungan, terdengar teriakan sang komandan, “Ayo cepat!. Tanpa berpikir panjang, sang kopral menarik pelatuk senjata… dooooorrrrr hanya sekali tembakan. Mendengar letupan senjata dari perkampungan, teman-temannya bersorak kegirangan. Perintah sang komandan sudah dilaksanakan; hukum perang ditaati.

Namun 10 menit kemudian, sang kopral tidak nongol-nongol juga. Mereka berusaha memanggil, namun tak ada sahutan. Mereka mulai curiga,,,jangan sampai sang kopral tertembak musuh. Mereka pun mulai bergerak masuk. Mereka sangat terkejut ketika menemukan tubuh sang kopral lunglai ditembus peluru. Ketika mereka kebingungan, sang ibu dengan berlinang air mata berusaha menjelaskan, “Dia tidak sampai hati menembak kami…maka ia menembak dirinya sendiri.”

**************************

Berempati……berpartisipasi dapat diungkapkan dengan pelbagai macam cara. Namun intinya tetap sama: ingin berbagi dengan orang siapa saja yang berada dalam kesulitan. Jika kita tidak sanggup meringankan beban sesama yang berada dalam kesulitan; dibalut derita, sekurang-kurangnya kita tidak menambah berat beban derita dan kesulitan yang dialami sesama sebagaimana yang dilakukan oleh kopral Mamo.

*******************

 

Maria adalah sosok manusia yang peka menanggapi kesulitan Elisabet, saudaranya: Ketika menerima kabar dari malaikat Tuhan, kepada Maria juga diberitakan bahwa Elisabet sedang mengandung enam bulan. Maria sungguh-sungguh memahami kesulitan yang dialami saudaranya dalam keadaan seperti itu. Karena itu, Maria mengunjungi saudaranya; bukan untuk melepaskan rasa rindu, melainkan untuk menunjukkan satu sikap dasar keibuannya, yaitu: ia merasa terlibat dan bertanggung-jawab atas kehidupan dan kesulitan yang dialami saudaranya.

Bagi Maria, Elisabet, saudaranya adalah bagian dari kehidupannya sendiri sehingga dia merasa bertanggung-jawab atas kehidupan Elisabet. Karena itu, Maria datang untuk berjumpah dan berbagi beban dengan Elisabet, saudaranya.

 

Maria mengunjungi Elisabet karena:

 

o   Dia dipilih, diberkati dan dikunjungi oleh Allah sendiri. Allah memberikan kepercayaan kepadanya untuk membagikan; menyeringkan hidup dan pengalaman hidup yang menggembirakan; yang membahagiakan dan membawa damai sejahtera kepada Elisabet, saudaranya, yang sedang hamil di usia tua.

o   Dia merasa terdorong untuk membagikannya kepada saudaranya, karena dia sadar bahwa hidup dan kegembiraan yang ada dan memenuhi dirinya, bukan untuk dimiliki dan dicecapi sendiri, melainkan untuk dibagikan kepada sesama yang lain. Kehadiran Maria membawa kegembiraan besar bagi Elisabet sebab berkat kehadirannya, Elisabet mendapat kehormatan untuk mengalami dan merasakan hidup yang menggembirakan dan membahagiakan dari Allah sendiri.

 

Panggilan, pilihan dan perutusan Maria:

 

o   Bukanlah keharusan atau kewajiban, melainkan sebuah kehormatan khusus dari Allah sendiri. Jika panggilan, pilihan dan perutusan Maria dilihat sebagai suatu keharusan/ kewajiban, maka karya perutusan Allah dalam dirinya kerap dilaksanakan secara terpaksa, bukan dengan kesadaran dan kehendak bebas; bukan dengan kebebasan batin penuh kesukaan.

o   Kehormatan khusus dari Allah: Allah memandang Maria layak untuk mambagikan kekayaan rahmat-Nya kepada sesama yang menderita dan berada dalam kesulitan; membagikan kegembiraan dan kebahagiaan, damai dan kebaikan Allah kepada sesama manusia dengan penuh kepercayaan dan tanggung-jawab.

 

Karena sikap iman Maria yang peka atas situasi sesama, kesediaannya untuk mengandung, mendampingi dan menyertai Putra Allah dan semua insan beriman, maka Allah menganugerahkan kepadanya kemuliaan surgawi. Hidup Maria tidak berada pada level duniawi, tetapi surgawi.

 

Maria Diangkat ke Dalam Kemuliaan Surgawi. Dia “Diangkat” berarti:

o   Seluruh diri dan totalitas kemanusiaannya “Ditinggikan” Allah ke dalam level kemuliaan surgawi” karena seluruh hidupnya terarah kepada Allah, setia mendengarkan Sabda Allah dan taat melakukan pekerjaan Allah. Dia rela dan terbuka menyerap tawaran kasih Allah; setia kepada panggilannya untuk menghadirkan dan mendampingi Yesus, Putera-Nya serta hadir dalam situasi sulit yang dialami manusia untuk menyalurkan rahmat Allah yang berdaya pembebasan”.

o   Diangkat ke dalam kemuliaan surgawi berarti seluruh diri Maria, yaitu kemanusiaan dan keberadaan duniawinya tidak terkurung di dunia fana ini, tetapi ditinggikan, disempurnakan, beralih ke dalam cara berada yang baru, yaitu “cara berada yang bermartabat di hadapan Allah; cara berada surgawi”.

o   Maria tidak menjalani proses “pengadilan terakhir” karena tidak ada unsur hakiki dalam dirinya yang harus dihakimi, yaitu dosa. Maria tidak berdosa. Semua manusia harus menjalani proses pengadilan terakhir karena memiliki dosa.

o   Maria tidak memiliki halangan apa pun untuk berada dalam Kemuliaan Surgawi; tidak memiliki halangan apa pun untuk memandang Wajah Allah-Bersatu dengan Allah karena dia tidak memiliki dosa. Semua manusia masih terhalang untuk mengalami Kemuliaan Surgawi-Terhalang untuk Memandang Wajah Allah-Bersatu dengan Allah karena memiliki dosa.

o   Apabila diterima bahwa Maria mengalami kematian fisik-biologik dan dibangkitkan oleh Allah, maka perlu diingat bahwa:

 

·        “Kebangkitan badan” bukanlah “perkara mayat” yang harus diapakan atau dibagaimanakan.

·        “Kebangkitan badan” merupakan perkara keberadaan jasmani manusia yang ikut serta dalam keadaan baru dan definitif.

 

o   Melalui peristiwa pengangkatan ini, Maria bersekutu dan menyatu dengan Allah karena tubuh insaninya tidak dikorupsi, tidak dibusukan oleh dosa karena Maria tidak berdosa. Tawaran diri-kasih Allah yang ditanggapi dan dihidupi Maria dengan seluruh keberadaan manusiawi-duniawinya mempersatukannya secara utuh dengan Allah dalam diri Putra-Nya dan sesama.

o   Dalam keutuhan keberadaan duniawi Maria tidak ditemukan halangan negatif yang menghubungkan dirinya dengan Allah: Maria tidak memiliki dosa pribadi dan dosa asal sehingga seluruh keberadaan manusiawinya diserap dan diintegrasikan ke dalam relasi uniknya dengan Allah.

o   Pembebasan Maria dari segala gangguan dan kerusakan dalam relasinya dengan Allah ini merupakan buah keterarahan, kesetiaan dan ketaannya kepada Allah serta buah dari karya penebusan Yesus Kristus yang wafat dan bangkit; menjadi senasib dengan manusia (wafat) supaya manusia menjadi senasib dengan Dia (bangkit).

 

Berbeda dengan Maria, di dalam diri kita selalu ada unsur negatif, yaitu dosa yang menghambat pergerakan kita untuk menyatukan/mengintegrasikan diri mansiawi kita dengan Allah, Sang Penyelamat. Konsekuensinya:

 

o   Seluruh diri manusiwi kita “belum” bisa beralih ke dalam cara berada yang baru, yang definitif sebab masih ada “sisa” negatif yang menghalangi kita untuk mewujudkan keberadaan kita secara utuh dan sempurna di dalam Allah.

o   Dalam diri kita, manusia umumnya, cara berada yang baru itu belum diintegrasikan secara total, utuh dan penuh, sejauh keberadaan kita itu belum dikuduskan, belum diserap diserap seutuhnya oleh Roh Ilahi, kendati kita semua dipanggil untuk menjadi peserta dalam cara berada yang baru Yesus Kristus yang bangkit dari dunia orang mati (bdk. Roma 6:5; Kolose 2;12; Filipi 3:11).

o   Unsur penghambat ini menyebabkan tawaran diri Allah (kasih-Nya) tidak meresap ke dalam seluruh kemanusiaan kita sehingga kita belum bisa beralih ke dalam cara berada kita yang baru, yaitu bersatu dengan Kristus yang bangkit.

 

Walaupun demikian, seperti Maria:

o   Kita semua dipanggil dan dipilih, diberi kepercayaan dan diutus Allah untuk membagikan kekayaan rahmat-Nya yang ada di dalam diri kita kepada sesama yang lain sehingga siapa pun boleh mengalami dan merasakan kebahagiaan dan damai seperti yang kita alami dan kita rasakan dari Allah sendiri...

o   Kita akan menerima anugerah berupa pembebasan dari kerusakan badaniah, yaitu keselamatan kekal apabila kita kita terarah kepada Allah, setia mendengarkan Sabda-Nya dan taat melakukan kehendak-Nya dengan berbuat baik, mengasihi sesama dan melayani Allah dalam diri sesama dengan penuh cinta.

 

****************************

Begitu banyak manusia, baik yang berada di luar lingkungan hidup kita maupun dalam keluarga dan komunitas iman kita yang sedang menantikan cinta dan perhatian, persahabatan dan persaudaraan, penghormatan dan penghargaan kita; uluran tangan dan kasih sayang di saat kesulitan menimpa mereka. Siapa dan kapan saat yang tepat untuk membagikan, memberikan perhatian dan kasih kepada mereka, kalau bukan kita dan saat ini?

Kita adalah orang pilihan Allah. Kita adalah sarana, alat dan tempat perjumpaan dan pertemuan antara Allah dan manusia. Kita adalah tanda yang hidup dan berkat yang melimpah dari Allah bagi sesama yang mungkin sedang mencari Allah dengan penuh perjuangan; yang berada dalam dalam kesulitan dan kesukaran seperti yang dialami Elisabet. Namun, seperti Maria, kita dituntut peka, bersedia membantu sesama yang berada dalam keluarga saya dan dari sini kita bergerak ke luar.

 

***************************

Seorang pemuda melihat seorang gadis kecil di pinggir jalan. Dia kedinginan dan gemetar dalam pakaian yang basah. Tampaknya, dia juga kelaparan. Pemuda itu marah dan berkata: “Tuhan, menganggap Engkau membiarkan semuanya ini terjadi atas diri gadis kecil ini? Mengapa Engkau tidak melakukan sesuatu untuk menyelamatkan gadis kecil ini?

 

Pada malam harinya, sang pemuda itu mendengar gemuruh suara di dalam hatinya, “Anakku, Aku sudah melakukan sesuatu untuk menyelamatkan gadis kecil itu. Aku menciptakan engkau. Apa yang sudah engkau lakukan untuk menyelamatkan sesamamu, terutama gadis kecil ini?

 

 

Selamat Bermenung...

Salam Kasih...

Buona Domenica!

Dio Ti Benedica!

 

Alfonsus Very Ara, Pr

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget