Geliat KBG dengan AsIPA

Akhir 2019 Keuskupan Sibolga mengalami percepatan yang terbilang fantastis dalam pengembangan KBG. Jika pada akhir 2018 hanya “tersisa” 10 KBG di 2 paroki Dekanat Tapanuli dan 18 KBG di 4 paroki Dekanat Nias, pada akhir 2019 sudah terbentuk 369 KBG di 7 paroki  Dekanat Tapanuli 313 KBG di 17 paroki Dekanat Nias. Artinya semua paroki aktif menggerakkan pengembangan KBG.

Setelah Uskup Administrator Apostolik Mgr. A.B. Sinaga mencanangkan “KBG harga mati” pada MUSPAS Akhir Tahun 2018, Pusat Pastoral (PUSPAS) mengkoordinasi semua unit paroki untuk secara sistematis mengembangkan KBG berdasarkan “Panduan Pengembangan KBG di Keuskupan Sibolga”. Bapak Uskup Sinaga melihat perlunya terobosan baru dalam percepatan pengembangan KBG dengan belajar dari pengalaman Keuskupan Pangkalpinang yang sukses ber-KBG menggunakan metode AsIPA (Asian Integrated Pastoral Apporach – Pendekatan Pastoral Terpadu bergaya Asia).

Maka Bapak Uskup menugaskan Wakil Direktur PUSPAS, P. Yanto Oly, Pr. live in di Pangkalpinang untuk mempelajari AsIPA selama 1 bulan yakni Juli 2019. Usai melakukan live in P. Yanto Oly, Pr. segera menerapkan metode AsIPA untuk mengembangkan KBG di 2 paroki yakni Paroki St. Fransiskus Asisi Pangaribuan dan St. Teresia Lisieux Katedral. Para fasilitator penggerak KBG dilatih dengan menggunakan modul-modul AsIPA. Kemudian Sekretaris Program PUSPAS Elvina Simanjuntak juga berangkat ke Pangkalpinang pada Oktober 2019 untuk magang selama 2 minggu mempelajari AsIPA khususnya pengorganisasian KBG di tingkat Keuskupan.

Selain mengirim staf PUSPAS live in dan magang di Pangkalpinang PUSPAS juga mengundang pentolan praktisi KBG dari Keuskupan Pangkalpinang, Rm. Lusius Poya, Pr. untuk bersyering tentang pengalaman mereka mengembangkan KBG selama 25 tahun. Syering dari Rm. Poya dilaksanakan di Dekanat Tapanuli 26-27 Agustus 2019 dan Dekanat Nias 29-30 Agustus 2019. Peserta pertemuan adalah semua pastor paroki, pastor rekan, ketua Komisi-Biro-Lembaga dan staf Pengurus Harian PUSPAS. Pada kedua pertemuan syering inilah Rm. Poya memperkenalkan metode AsIPA kepada para pelayan pastoral Keuskupan Sibolga.

Tidak berhenti sampai di situ, menjelang MUSPAS Akhir Tahun, sekali lagi Rm. Poya datang bersama Ibu Affra Siowardjaja memberi pelatihan AsIPA untuk semua pastor, PHKobilemdek dan utusan awam tiap paroki di Dekanat Tapanuli 10-12 November 2019 (diikuti 45 orang) dan Dekanat Nias 13-15 November 2019 (diikuti 73 orang). Dalam pelatihan tersebut peserta mempelajari modul dasar AsIPA yakni modul A (tentang pelaksanaan Syering Injil 7 Langkah) dan sebagian modul B (tentang Misi Kristus).

Pengembangan KBG dengan Metode AsIPA
Metode AsIPA sudah terbukti efektif membangun dan memberdayakan KBG-KBG di berbagai keuskupan Asia dan Afrika. Di Indonesia keuskupan yang konsisten menggunakannya adalah Pangkalpinang dan sudah menghasilkan buah-buah yang luar biasa bagi pertumbuhan umat basis dan juga pertumbuhan Gereja paroki dan keuskupan.

Modul-modul AsIPA disusun oleh para Uskup Asia dengan tim yang terdiri dari ahli Kitab Suci, teolog, ahli pastoral, ahli pemberdayaan komunitas akar rumput, ahli pendidikan orang dewasa, dll, yang bekerja keras bergumul melahirkan modul-modul yang sederhana tapi isinya tetap berbobot untuk dapat digunakan dengan mudah oleh umat paling sederhana di akar rumput, bahkan umat yang tidak mengenyam pendidikan formal. Pendekatan modul sangat partisipatif sehingga umat dapat menemukan pembelajaran dan hikmah berdasarkan dayanya sendiri. Intensi dari modul-modul ini adalah konsientisasi (penyadaran) dan pertumbuhan.

Modul-modul AsIPA lahir dari konteks Asia yang khas, “Asian” berarti teks-teks yang didalami bermaksud untuk melaksanakan visi para Uskup Asia dan membantu umat Katolik Asia menghadapi kehidupan Asia dalam terang Injil. Kehidupan Asia yang ditandai dengan dua ciri utama: kemiskinan dan pluralisme. “Integral atau Integrated”: Teks-teks bertujuan mencapai keseimbangan antara rohani dan sosial, pribadi dan komunitas, kepemimpinan hierarkis dan tanggungjawab bersama dengan kaum awam. “Pastoral”: Teks-teks melatih kaum awam dalam misi pastoral mereka dalam Gereja dan dunia. “Approach” Pendekatannya berpusat pada Kristus dan umat. Umat dituntun untuk mencari dan menemukan Kristus dalam refleksinya atas ajaran dan pengalaman konkretnya.

Ada 3 kompetensi sebagai output (hasil langsung) yang hendak dicapai dari AsIPA yang biasa disebut dengan 3 bintang yakni 1) Menjadikan Kristus sebagai pusat kehidupan, 2) Mampu membangun komunio/persekutuan hidup nyata, 3) Melanjutkan misi Kristus. Ketiga output atau 3 bintang yang dihidupi KBG-KBG, inilah komponen-komponen yang membentuk karakter “cara baru hidup menggereja” itu.  Para Uskup Asia menegaskan bahwa KBG bukan sekedar sebuah organisasi dalam struktur Gereja, melainkan harus menjadi “a new way of being church” artinya “cara baru hidup menggereja”. Dengan kata lain KBG menjadi karakter atau kepribadian yang alamiah bagi Gereja.
Syering Injil 7 Langkah dalam format AsIPA dimaksudkan menjadi sarana pertemuan rutin umat untuk membangun spiritualitas dan karakter “berpusat pada Kristus”. Syering Injil 7 Langkah sesungguhnya bukan hal baru bagi para pelayan pastoral di Keuskupan Sibolga, metode ini sudah lama dikenal sebagai salah satu metode pembinaan iman. Perbedaannya, dalam format AsIPA Syering 7 Langkah didisain menjadi tools atau alat kerja bagi pemberdayaan komunitas basis, yang rutin bertemu berdoa dan mendalami Kitab Suci, lalu itu menjadi dasar melakukan aksi-aksi konkret membangun kehidupan bersama. Maka pembekalan pertama yang dilakukan untuk para pengurus KBG adalah menjalankan Syering Injil 7 Langkah dengan sungguh-sungguh menghayati makna spiritual setiap langkah dalam kerangka membangun persekutuan umat basis secara berkelanjutan.

Sudah di Jalur yang Benar
Tahun 2020 sudah memasuki bulan kedua, semua paroki kini sedang berproses memulai dan menjalankan pemberdayaan KBG-KBG sebagai fokus dan lokus pastoral dengan bantuan metode AsIPA. Dengan penerapan AsIPA sesungguhnya Keuskupan Sibolga menemukan sarana yang efektif mengimplementasikan strategi pastoral yang sudah ditetapkan sejak Sinode I tahun 2009 yakni: Pemberdayaan petugas pastoral demi pemberdayaan umat di basis. Sebab dalam penerapan AsIPA kedua aspek dalam strategi itu disentuh dan dikelola secara simultan serta berkelanjutan. Para pelayan pastoral basis diberdayakan dan pada saat yang sama mereka pun memberdayakan umat KBG melalui praksis modul-modul tersebut.

Output  yang diharapkan dari pelatihan pelayan pastoral (PP) adalah:  a) para PP yang dilatih diharapkan menguasai materi yang dipelajari, b) mampu mempraktekkan hasil pelatihan kepada umat dan c) melatih orang-orang baru. Ketiga hal ini dapat diraih melalui penerapan modul-modul AsIPA. Poin “a” menyasar para PP secara pribadi-pribadi, poin “b” dan “c” menyasar pertumbuhan umat KBG. Dengan demikian kedua subyek secara bersama-sama mengalami pertumbuhan dan pemberdayaan. Inilah lahan yang subur bagi tumbuh-kembangnya Gereja yang memiliki kapasitas untuk menjalankan misi Keuskupan Sibolga demi meraih visi “Gereja mandiri, solider dan membebaskan” itu.

Dengan melakukan pemberdayaan simultan atas 2 subyek yakni PP dan umat basis, diharapkan KBG-KBG menjadi “sekolah kehidupan” yakni lokus yang efektif bagi pelatihan PP dan umat. Jika selama ini kita menerapkan pelatihan di ruang-ruang kelas dalam waktu terbatas dan hanya untuk segelintir elit paroki/stasi/lingkungan, kini kita memindahkan ruang-ruang pelatihan ke lingkungan hidup umat di KBG-KBG. Yang “bersekolah” di sana bukan hanya elit pengurus Gereja, melainkan PP bersama umat. Semua orang menjadi murid, semua orang menjadi guru. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa prinsip pastoral yang terkesan sangat idealis dan puitis itu, dalam format AsIPA dapat menjadi realitas. Tentu bila para “titik api” yakni pastor paroki bersama PP yang lain bekerja serius dan konsisten menjalankannya di paroki masing-masing.

Semua paroki kini berada dalam gerak bersama pemberdayaan pelayan pastoral dan pemberdayaan umat basis dengan alat bantu metode AsIPA. Harapan kita, dengan proses yang konsisten ini akan terbentuk KBG-KBG yang berdaya, KBG sebagai “cara berada” atau “cara baru hidup menggereja”, bukan sekedar sebuah unit terkecil dalam struktur organisasi Gereja. Semoga.               
[Elvina Simanjuntak, Sekretaris Program PH PUSPAS]

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget