Covid - 19, Menguji Ketaatan Umat Katolik

Kat. Ingaran Sihura, S.Ag
Siapa yang menyangka bahwa Corona Virus Disease (Covid - 19) atau lebih dikenal dengan sebutan Virus Corona yang berasal dari Huwan – Cina, dapat menggelisahkan hingga separuh dunia. Virus yang berkembang dengan cepat ini, telah menelan korban hingga ribuan orang. Di Indonesia sendiri telah ratusan orang meninggal dunia akibat dari terinveksi, ratusan orang juga berstatus “Orang Dalam Pantauan” (ODP) dan “Pasien Dalam Pengawasan” (PDP).
Novel corona virus (Covid – 19) adalah virus baru yang menyebabkan penyakit dalam saluran pernapasan. Virus yang masih satu kelompok dengan virus MERS dan SARS ini, membuat orang yang dihinggapinya dapat mengalami demam tinggi, batuk, pilek, gangguan pernapasan, sakit tenggorokan, letih, lesu dan pada akhirnya meningal dunia. Virus ini berkembang denan cepat lewat tetesan pernapasan dari batuk dan bersin orang.

Melihat perkembangan virus ini yang begitu cepat, pemerintah mengambil langkah penanganan lewat kebijakan penanganan bagi yang terinveksi dan himbauan kepada yang masih sehat. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan adalah himbauan untuk menghindari kerumunan massa atau lebih tepatnya tetap berada di rumah masing-masing. Keputusan sekaligus himbauan ini berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Gereja yang juga bagian dari Masyarakat ikut mematuhi keputusan dan himbauan ini.

Akibat dari keputusan dan himbauan ini, pihak Gereja juga turut diajak untuk memberi himbauan kepada Umat untuk tetap waspada akan perkembangan virus ini. Sebagai langkah bersama yang mendukung pemerintah dalam memutus rantai perkembangan virus ini, Gereja mengambil keputusan untuk sementara tidak melaksanakan ibadat bersama di gereja melainkan Umat dihimbau untuk melaksanakan ibadat di rumah masing-masing.

Keputusan yang dikeluarkan oleh pihak Gereja, merupakan salah satu keputusan yang sangat sulit untuk diterima oleh Umat Katolik. Menjadi sulit diterima oleh umat karena saat dimana keputusan ini dikeluarkan sangat mengganggu iman; terlebih dalam merayakan Oktaf Paskah yang merupakan puncak iman kekatolikan. Walaupun demikian, demi gerekan bersama untuk memutus rantai perkembangan virus ini, keputusan tetap dijalankan.

Sebagai Umat Katolik, keputusan dari pihak Gereja ini sekaligus menjadi ujian iman. Ujian iman yang dimaksudkan dapat dijelaskan dalam 2 hal. Pertama: Umat Katolik diuji keimanannya dalam merayakan Paskah besama keluarga di rumah masing-masing. Paskah yang adalah saat dimana Tuhan lewat, merupakan saat dimana kesiapan keluarga menyambut Tuhan yang lewat itu (bdk. Keluaran 12:1-28). Dalam tradisi Kitab Suci Perjanjian Lama, kata paskah bermakna : melindungi, membebaskan, lewat dan menyelamatkan (bdk. Yes 31:5). Ujian pertama ini mengajak umat beriman untuk mencoba melihat keluarganya masing-masing, apakah masih bisa berkumpul, berdoa dan makan bersama. Disini bisa juga bisa diketahui bahwa iman sejati mulanya berkembang dari dan dalam keluarga.

Kedua; Umat Katolik diuji ketaatannya kepada Gereja dan Negara. Mgr. Albertus Soegijapranata terkenal sebagai tokoh nasional dengan semboyannya: 100 % Katolik dan 100 % Katolik. Semboyan ini merupakan semboyan yang tetap digaungkan hingga saat ini oleh semua Umat Katolik di seantero nusantara. Disini Umat Katolik juga diuji ketaatannya terhadap himbauan pemerintah yang kemudian dilanjutkan oleh pihak Gereja. Yesus sendiri pernah mempertegas kepada semua orang bahwa; berilah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah (Markus 12:17). Sebagai pengikut Kristus, kita diuji di sini apakah iman yang kita miliki juga dapat mengajak kita untuk taat kepada pemerintah? Sebagai umat Katolik yang baik, kita dipanggil untuk beriman kepada Kristus yang adalah dasar Gereja dan kepada Negara yang adalah tempat kita berpijak. Sebagai umat beriman Katolik, kita dipanggil untuk menjadi warga negara yang membantu pemerintah untuk memutus rantai perkembangan Covid – 19.

Kehadiran Corona Virus Disease (Covid - 19) atau lebih dikenal dengan sebutan Virus Corona tentu merupakan salah satu ujian iman bagi Umat Katolik. Namun memutus rantai perkembangan virus ini merupakan tugas bersama. Mesti diingat bahwa keprihatinan ini bukan hanya keprihatinan pemerintah melainkan keprihatinan Gereja juga (bdk. Gaudium et Spes, no. 1). Seluruh keprihatinan ini semuanya tertuju kepada perkembangan sejati manusia dan masyarakat (bdk. Sollicitudo Rei Socialis, no. 1). Maka, Pemerintah dan Gereja tentunya memberikan keputusan bukan untuk memperkeruh suasana melainkan untuk keselamatan kita bersama sebagai warga negara dan warga Gereja yang baik. [Kat. Ingatan Sihura]

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget