Keluarga

Dokumentasi Penulis 


Selasa, 24 September 2024

Pekan Biasa XXV/B

Luk 8:19-21


Sedih hati ini menyaksikan seorang anak lebih mudah ditentramkan tangisnya ketika ia lebih menggenggam HP dari pada genggaman tangan mamaknya yang mencoba menghiburnya. 

Keluarga di era disrupsi teknologi (perubahan besar-besaran dalam cara masyarakat, bersikap akibat penerapan teknologi baru), memerlukan kearifan, sebab masa depan Gereja ada dalam ancaman dan bahaya. 

Penggunaan kemajuan teknologi sering melanggar tujuan yang sebenarnya dan menyebabkan orang-orang dalam kehidupan emosional dan keluarga mereka semakin kurang mendapatkan dukungan dari struktur masyarakat yang cenderung mengedepankan teknologi dan budaya individualistis secara berlebihan, sehingga memunculkan kekerasan dan berakhir dengan kehancuran keluarga.(“Spiritualitas Keluarga Katolik di Era Disrupsi Teknologi”: Chatarina , Elisabeth Marsella, Departemen Informatika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Injil hari ini membawa kita pada sebuah permenungan: “Siapa yg tidak ingin menjadi kerabat Yesus?" Tentu saja kita semua ingin menjadi kerabat-Nya. Namun, Yesus memiliki satu persyaratan penting bagi kita semua agar kita dapat menjadi kerabat-Nya: Dengarkan firman-Nya dan lakukanlah (Lukas 8:21). 

Kiranya keluarga bukan hanya sekedar label nama ataupun marga, namun kesatuan dalam ikatan hati dan perbuatan.

Saudara-saudari terkasih, 

Sebagai keluarga Yesus, apakah kita sudah mendengar firman Tuhan dan melakukannya? Misalnya: mengasihi musuh kita dan berbuat baik kepada mereka yang menyakiti kita? (Matius 5:44). Atau kita langsung mengikuti naluri alami kita untuk tidak mengasihi mereka bahkan menyakiti mereka yang menyakiti kita. 

Namun, apa yang akan terjadi jika kita mengikuti naluri manusia kita yang egois? Akan ada lebih banyak kebencian dan rasa sakit, lebih banyak tembok daripada jembatan. Mahatma Gandhi pernah berkata: Mata ganti mata hanya akan membuat seluruh dunia buta.

Memang sulit untuk menjadi saudara Yesus karena itu membutuhkan kerendahan hati dan melupakan diri sendiri. Meskipun demikian, kita harus bercita-cita untuk menjadi saudara Yesus dan ini hanya bisa dimulai dari keluarga-komunitas kita dengan menerapkan bahasa khalbu melalui ucapan: terima kasih, maaf dan saling menyapa.

Tuhan memberkati šŸ˜‡

(Ditulis oleh Rm Adytia Peranginangin OCarm, Pastor Paroki St Yohanes Penginjil Pinangsori)

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget