Gambar diambil dari Internet |
Rabu, 18 September 2024
Pekan Biasa XXIV/B
Luk 7:31-35
Seorang pengendara mobil ketika hendak masuk ke kampung, tiba-tiba diteriaki “BABI!!!” oleh seorang pengendara sepeda motor yang berpapasan dengannya di jalan. Tentu saja dia langsung emosi dan menghentikan mobilnya, siap-siap memutar mobil dan mengejar si pengendara sepeda motor utk “MENGHAJARNYA!!” Tapi apa yang terjadi ketika dia berhenti? Dari arah tikungan jalan, sekawanan kelompok babi melintas di jalan yang akan ia lalui. Sesaat ia menjadi malu sendiri… ternyata si pengendara tadi mau mengatakan: “ada babi di depan.” Tapi di dalam benaknya ada stigma yang negatif terhadap sesama pemakai jalan raya yang penuh dengan umpatan dan amarah.
Bila kita mendengar Injil hari ini tentu ada sebuah pertanyaan: “Kenapa orang Farisi dan ahli Taurat menolak mendengar pesan pertobatan dan harapan dari Yohanes dan Yesus? Kiranya mereka memiliki stigma negatif terhadap Yesus dan Yohanes bahwa mereka bukan siapa-siapa bagi mereka. Orang Farisi dan ahli Taurat menganggap diri kelas penguasa dan pemimpin pada zaman mereka. Stigma dapat mengakibatkan penolakan, penyangkalan, dan penyisihan dari orang sekitar.
Saudara-saudari terkasih.
Stigma adalah label negatif yang disematkan kepada seseorang atau kelompok tertentu oleh lingkungannya. Stigma merupakan fenomena sosial yang dapat menimbulkan ketidaksetaraan sosial. Menyadari makna kata stigma di zaman modern ini, ternyata dunia masih belum “move on” dari apa yang dialami Yesus lebih dari 2000 tahun lalu.
Stigma bisa hadir dalam berbagai wujud yang ujung-ujungnya mendiskriminasi. Hadirnya iman membebaskan kita dari jerat diskriminasi. Iman akan Kristus membuat pribadi kita lepas bebas dari belenggu negatif dan membawa pesan positif bagi dunia dengan bahasa KASIH.
Tuhan memberkati.
(Ditulis oleh Rm Adytia Peranginangin OCarm, Pastor Paroki St Yohanes Penginjil Pinangsori)
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.