Tuhan Sumber Hidup Kekal

Gambar diambil dari gema pasionis


Minggu Biasa XVIII, 4 Agustus 2024, Tahun B

Kel 16:2-4.12-15

Ef4:17.20-24

Yoh 6:24-35


Saudara-saudari terkasih. Membaca dan merenungkan bacaan-bacaan hari ini, saya teringat dengan kisah seorang bapak yang merasa risih setiap kali istri dan anak-anaknya pergi ke Gereja. Sang bapak berkata, “Ngapain pergi ke Gereja? Makanan tidak datang dari Gereja.. Ayo pergi ke ladang, agar kita memperoleh ubi, beras, jagung dan sayuran..” 

Ungkapan yang sama sering diungkapkan oleh bapak tersebut bila istri dan anak-anaknya pergi mengikuti kegiatan kerohanian lainnya, entah di lingkungan ataupun di masyarakat luas. Sang bapak memang selalu berusaha pergi ke ladang dan sawah untuk bekerja dengan harapan bisa memperoleh bahan pangan seperti ubi, beras, jagung, sayuran, dan lain sebagainya.

Bacaan-bacaan hari ini mengajak kita untuk menyadari diri kita bukanlah hanya mahluk jasmani yang memerlukan kebutuhan jasmani/lahiriah saja, tetapi sebagai mahkluk rohani, yang berziarah di dunia ini menuju kehidupan kekal, yang membutuhkan kebutuhan rohani juga. 

Kehidupan kekal itu sendiri berasal dari Allah. Maka, peziarahan kita dalam menggapai kehidupan kekal adalah peziarahan untuk mencapai kehidupan bersama Allah dalam keabadian. 

Tak disangkal bahwa dalam peziarahan di dunia ini kita membutuhkan makanan setiap hari, berupa roti, nasi, daging, sayuran dan lain sebagainya. Akan tetapi, makanan jasmani bukan segalanya. Makanan jasmani merupakan penopang bagi kita untuk menggapai keabadian. Bahkan, Allah menyediakan segala kebutuhan jasmani yang kita perlukan, asalkan kita percaya kepadaNya. 

Hal tersebut sangat gamblang dilukiskan dalam bacaan pertama (Keluaran). Di kala bangsa Israel berjalan di padang gurun Sin, di kala mereka keluar dari Mesir menuju tanah terjanji. Mereka bersungut-sungut kepada Musa dan Harun tentang kekurangan makanan, “Ah, andaikata tadinya kami mati di tanah Mesir oleh tangan Tuhan, tatkala kami duduk menghadapi kuali penuh daging dan makan roti sepuas hati. Sebab kamu membawa kami keluar  ke padang gurun ini untuk membunuh semua jemaah mati kelaparan”. 

Di kala Israel menuju kebebasan/keselamatan, mereka sibuk dengan kenangan akan makanan jasmani di Mesir. Walaupun begitu, Tuhan tetap memperhatikan mereka. Maka, akhirnya, sesudah berbiacara dengan Musa, Tuhan menurunkan makanan berupa daging puyuh dan roti manna, hingga setiap bangsa Israel bisa makan sampai kenyang. 

Tuhan benar-benar memberikan makanan jasmani, sumber kekuatan fisik bagi Israel. Namun, Tuhan juga hendak menegaskan kepada bangsa Israel agar mereka tidak terpaku hanya pada makanan jasmani, tetapi membuka diri pada santapan kekal dan rohani, yakni kerinduan untuk mendengarkan Sabda Tuhan, hingga mereka memperoleh hidup kekal.

Penegasan tentang mutlaknya pencarian kehidupan kekal bagi setiap umat Allah disampaikan Yesus dalam Injil hari ini.  “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu!” 

Sangat jelas bahwa perkataan ini disampaikan Yesus kepada orang-orang yang mengikuti-Nya karena mereka mengikuti Yesus masih sebatas motif ingin menikmati mukjizat-mukjizat yang fantastik, yang bisa memuaskan kebutuhan jasmani, seperti bisa menikmati roti. 

Patut diperhatikan bahwa perikop Injil hari ini merupakan lanjutan Injil  yang berkisah tentang mukjizat penggandaan roti. Benar bahwa Yesus mengadakan mukjizat karena kepedulian kepada para pendengarnya yang kelaparan mengikuti Dia. Namun, hal yang paling penting bagi Yesus adalah bahwa pendengar semestinya percaya kepadaNya bahwa Dia adalah Putra Allah, jaminan hidup kekal. 

Para pendengar mesti percaya kepada Allah Bapa yang mengutus Dia ke dunia untuk membawakan keselamatan dari Allah. Akan tetapi, sangat sayang, bahwa mereka yang telah menyaksikan mukjizat tersebut belum sungguh percaya akan ajaran Yesus, dan masih mengikuti Yesus dengan alasan keinginan menyaksikan mukjizat. 

Kesempitan pola pikir dan ketidakpercayaan mereka akan Yesus tampak dalam suara-suara dan argumen-argumen mereka kemudian, yakni agar Yesus terus mengadakan mukjizat bila Ia betul-betul sebagai Putra Allah. 

Syukurlah, bahwa ada juga akhirnya ada juga yang mulai terbuka kepada Yesus dan berani berkata,  Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa”. Dan akhirnya Yesus pun menjawab dan berkata, “Akulah roti hidup. Barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaku, ia tidak akan haus lagi”. 

Menurut Yesus, Dialah roti hidup, kehidupan kekal. Maka agar untuk memperoleh kehidupan kekal harus percaya kepada-Nya sebagai Putera Allah. 

Bagi kita orang Katolik, penerimaan Yesus sebagai roti hidup kita rayakan dalam perayaan ekaristi, dengan menerima Tubuh dan Darah Kristus, sesuai dengan pesannya dalam perjamuan malam terakhir, “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku”.

Saudara-saudari terkasih, menjadi pertanyaan untuk kita renungkan: apakah kita memang datang melakukan kehidupan keagamaan kita, seperti mengikuti ekaristi sungguh dalam rangka pencarian kehidupan yang kekal? Atau masih hanya sebatas kehidupan yang fana? 

Sesungguhnya itu bisa tampak dalam pola kita berdoa, atau motivasi kita datang berdoa kepada Tuhan. Ada orang, kalau berdoa hanya sebatas rezeki, panjang umur, kesehatan. Kalau tidak ada rezeki, langsung putus asa. 

Orang yang sungguh mencari kehidupan kekal, berusaha memupuk hidup rohani, karena dalam keyakinan bahwa memang semuanya akan berakhir ke surga abadi. “Kami peziarah, harapkan Tuhan. Cita tak berarah, sirat ke depan..” Suatu peziarahan menuju hidup abadi. Dan untuk itu, Yesus memberikan kita santapan abadi, tubuh dan darahNya. 

Selain itu, kita juga menerima sabda Tuhan. Tentu, kita juga percaya, sama seperti dalam kehidupan orang Israel, dan juga pada masa Yesus, Tuhan selalu memberikan rezeki yang perlu untuk kita, bahkan melalui mukjizat, yang tidak kita sadari. Namun, hendaknya kita, tetap menyadari bahwa makna terpenting dalam hidup kita adalah berziarah menuju hidup kekal. “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu!” 

Rasul Paulus dalam bacaan kedua mengajak kita untuk melakukan pertobatan dan menjadi manusia baru, sesuai dengan yang kita pahami, “Jangan lagi hidup dengan pikiran yang sia-sia, seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah. Tetapi, kenakanlah manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah?” 

Marilah kita juga menata kembali pemahaman kita, meninggalkan pikiran dan paham materialistik, yakni bahwa segala sesuatu terutama untuk makanan, hal-hal lahiriah, atau materi, dan berubah menjadi orang yang sadar bahwa kita sedang berziarah menuju hidup kekal. Dan untuk itu, Yesuslah menjadi jalan bagi kita. Serentak dengan itu, kita diminta semakin rindu mendengarkan sabda Tuhan, menghadiri perayaan ekaristi, di mana kita menyambut Tubuh dan darah Tuhan. Selamat Hari Minggu! Tuhan memberkati! Pace e bene!


(Ditulis oleh RP Joseph Sinaga OFMCAP)

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Partisipasi Anda dalam kolom komentar.

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget